Chapter-22

97.9K 3.2K 38
                                    

Hujan turun begitu deras, sedangkan Alex dan Gaby masih berada di hotel itu. Selalu saja seperti ini. Seperti sebuah takdir yang hendak menyatukan mereka. Dengan adanya hujan malam ini mereka kembali bersama, menghabiskan malam berdua. Dengan sekuat tenaga Alex mencoba menahan hasratnya kepada wanita yang tengah terduduk di sofa panjang di salah satu kamar yang mereka pesan.

"Apa ini kamar yang tersisa? Apa tidak ada kamar lain untukku?" tanya Gaby.

"Tidak ada. Semuanya sudah dipesan untuk pernikahan seseorang. Hanya ini yang tersisa, kamar pribadiku. Kamu bisa tidur di kasur. Aku akan tidur di sofa ini," Gaby memutar bola matanya jengah, dan akhirnya mengangguk pasrah.

Gaby memilih mandi terlebih dahulu sebelum tidur. Sedangkan Alex mencoba mengalihkan hasratnya dengan melakukan pekerjaannya. Pria itu membuka laptopnya dan jemarinya mulai tergerak bebas di papan keyboard itu.

Namun pada kenyataannya, ketika hari sudah larut pun, mereka berdua tak kunjung tidur. Gaby melihat keadaan malam itu, ketika hujan membasahi bumi yang dihuni oleh banyaknya makhluk hidup ciptaan-Nya. Tuhan selalu menurunkan hujan disaat Gaby dan Alex bersama. Sehingga mereka harus terjebak di tempat yang sama pula. Mungkin inilah takdir. Tapi, sayangnya Gaby masih belum mempercayai itu.

Gaby melihat ribuan tetesan air dari langit yang membasahi pusat kota negara maju tersebut. Langit begitu gelap, hitam pekat, tidak ada bintang yang menyinari, serta bulan yang membuat langit menjadi indah. Seluruh pusat kota gelap, hanya sedikit lampu yang menyinarinya.

Gaby menghirup nafas dalam-dalam, dan menghembuskannya perlahan. Wanita itu menggosokkan jemarinya karena hawa pada malam itu begitu dingin. Alex yang melihat Gaby berada di dekat jendela pun menghampirinya, memberikan jasnya agar Gaby tidak lagi merasa kedinginan.

"Kenapa di sini? Di sini begitu dingin. Masuklah!" Tutur Alex dengan lembut. Gaby menggeleng pelan. Wanita itu justru menghirup nafas dalam-dalam, menikmati kedinginan di tengah malam.

"Apa kamu tidak mengingat tempat ini?" tanya Alex yang membuat Gaby menatapnya heran.

"Tempat ini? Tentu saja aku mengingatnya. Ini adalah tempat pertama yang ku kunjungi ketika aku sampai di kota ini," sahut Gaby.

"Apa kamu juga mengingatku?" tanya Alex penasaran. "Kita pernah bertemu sebelum kamu datang ke rumahku," cetus Alex. Gaby mengerutkan keningnya dalam.

"Benarkah? Di mana?"

"Di tempat ini. Kamu yang sedang terduduk di sana," tunjuk Alex pada salah satu kamar di seberang, yang dulu menjadi tempat huni Gaby untuk satu malam. "Menikmati secangkir kopimu dengan balutan handuk kimono di tubuhmu."

"Kenapa kamu mengetahuinya dengan detail?" Gaby memicingkan matanya.

"Aku adalah pria yang tersandar di tembok, di pagi-pagi sekali, di depan kamarmu. Apa kamu mengingatnya?"

Gaby mengingat kejadian dulu saat pertama kalinya ia berkunjung di hotel ini. "Ya, aku mengingatnya. Sedang apa kamu disana sepagi itu?" tanya balik Gaby.

"Aku menunggumu," sahut Alex cepat.

Gaby semakin tak mengerti dengan pria yang ada di hadapannya kini. "Untuk apa?" tanyanya.

"Itu adalah saat pertama aku merasa tertarik dengan seorang wanita. Senyumanmu itu adalah daya pikatku," cetus Alex.

"Jadi kamu sudah mengincarku sebelum aku memasuki rumahmu?" Alex mengangguk setuju.

"Tapi kenapa?"

"Karena aku ingin kamu menjadi milikku,"

"Apa karena itu kamu menghancurkan hidupku? Kenapa kamu tega kepadaku? Apa salahku?" Gaby hampir meneteskan air mata kala mengingat kejadian memalukan yang berhasil merenggut keperawanannya.

You Are Mine | 18+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang