Chapter-9

142K 4.1K 75
                                    

Cuma minta tolong kepada orang baik, siapapun itu... Please, VOTE and COMMENT!
Saling menghargai saja ya.

Happy reading...

Mata Gaby membola mendengar pekikan seseorang. Gadis itu menutup mulutnya sendiri ketika melihat darah segar mengalir dengan deras ke lantai. Banyak orang memasuki kamar yang tidak tertutup sepenuhnya itu. Mereka memasuki kamar tersebut dengan tergesa setelah mendengar pekikan yang berasal dari kamar utama tersebut. Karena kamar yang tidak tertutup sepenuhnya itu orang luar dapat melihat sekilas keadaan di dalam. Raut wajah mereka sama seperti Gaby. Terkejut dan khawatir. Salah satunya menghubungi ambulance. Dan dengan secepat kilat, ambulance itu sudah berada di halaman rumah mewah tersebut. Semua orang terlihat panik.

Tatapan kosong nampak terlihat pada Gaby ketika semua orang telah membawa pria itu ke rumah sakit. Ia menatap kepergian semua orang. Tinggallah dirinya seorang diri, berada di kamar yang begitu besar. Dan menjadi saksi bisu percobaannya bunuh diri.

Lantai putih itu berubah warna menjadi merah karena ada begitu banyak darah yang tertinggal disana. Air mata Gaby kian deras ketika melihat darah di lantai itu. Gadis itu terduduk lemas. Tangannya menyentuh lantai yang masih di penuhi oleh darah. Ia melihatnya dan sedetik kemudian ada rasa penyesalan yang teramat sangat dalam dirinya.

"Kenapa tidak membiarkanku mati saja? Gara-gara diriku orang lain terluka. Kebodohanku telah mencelakai orang lain. Apakah aku masih pantas hidup Tuhan?" histeris Gaby. Tangisannya semakin menjadi kala ia merasakan penyesalan dalam dirinya.

Bukankah seharusnya Gaby bahagia? Dia telah melukai orang yang telah membuat hidupnya seperti ini. Tapi kenapa ada begitu banyak penyesalan dalam dirinya? Kenapa dia menangisinya? Kenapa dia merasa khawatir? Mungkin itu hanyalah sifat kemanusiaannya saja. Atau mungkin lebih? Entahlah!

Di lain sisi, tepatnya di rumah sakit.

Martin berjalan mondar-mandir di depan ruangan VIP yang masih tertutup rapat. Hatinya tak tenang melihat bos yang selama ini di kenal dengan sifat kerasnya harus terkulai lemas di sebuah ranjang rumah sakit. Di temani oleh infus dan berbagai macam selang yang menemani tidurnya.

Ruangan putih itu terbuka dan menampilkan dokter yang masih menggunakan alat dan pakaian lengkapnya untuk operasi. Martin segera menghampiri dokter kepercayaan bos nya selama ini. Raut wajahnya masih sama sebelumnya, antara khawatir dan takut.

"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Martin.

"Dia terluka di bagian perutnya, dan kehilangan banyak darah. Saat ini dia membutuhkan darah O negatif. Tapi, sayangnya persediaan kami sedang habis. Dia harus cepat mendapatkan pendonor. Kalau tidak, mungkin Alex tidak akan bisa tertolong." jelas dokter Roy.

"Akhhhh.... " Martin memukul keras tembok yang ada di sampingnya. Pria itu meluapkan emosinya disana. Dokter Roy mencoba untuk menenangkan Martin.


***

Plak...

Gaby meringis ketika sebuah tamparan keras mendarat di pipinya.

"Apa yang kau lakukan padanya? Apa kau mencoba membunuhnya?" Gaby merasa sangat terintimidasi oleh pertanyaan Martin. Pertanyaan itu seolah menyudutkannya. Dan membuatnya bertambah menyesal karena kecerobohannya sendiri.

Gaby menggeleng kuat. Lidahnya terasa begitu kelu. Tenggorokannya terasa terhimpit sesuatu hanya untuk mengeluarkan sepatah kata. Hanya air matanya lah yang dapat menjelaskan semuanya. Tersirat di matanya, Gaby merasa sangat bersalah dan begitu menyesal.

"Apa kau bisa bertanggung jawab atas perbuatanmu? Sekarang dia butuh banyak darah. Itu semua gara-gara kau, wanita sialan!" desis Martin tajam.

Pria itu seakan lupa martabatnya sebagai seorang pria untuk tidak berbuat kasar kepada wanita. Martin dengan kuat mencengkram kedua pipi Gaby dengan salah satu tangannya. Membuat Gaby mau tidak mau mendongakkan kepalanya melihat kemarahan Martin padanya.

You Are Mine | 18+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang