Chapter-38

50.8K 1.6K 14
                                    

Di tempat lain, New York, Rio menatap kosong dinding di ruangan kerjanya. Pikirannya melayang memikirkan kejadian tempo hari. Sudah beberapa hari ini Rio memikirkannya, membuatnya terus gelisah. Bahkan di kantor tak jarang Martin mengingatkannya untuk tetap berkonsentrasi selama tidak ada kehadiran Alex. Rio dan Martin lah yang berjuang menggantikan segudang tugas Alex.

Suara jerit tangis seseorang membuat Rio mendadak menghentikan laju mobilnya. Karena keadaan yang begitu sepi membuat Rio dengan jelas mendengar suara jeritan demi jeritan disertai dengan isak tangis seseorang dalam mobilnya yang tak tertutup di bagian kacanya.

Rio mendekat setelah memutuskan keluar dari mobil. Di gang sempit yang tak banyak orang berlalu lalang, Rio melihat seorang wanita dengan pakaian yang tak asing baginya sedang terduduk lemas di tanah dengan tampilan yang begitu kacau. Rio semakin mendekat. Namun sepertinya kehadirannya tak di ketahui oleh wanita yang sedang menutup wajahnya dengan kedua tangannya itu.

Rio menajamkan penglihatannya. Mencoba mengenali sosok wanita yang tengah berada di hadapannya itu.

Baju itu? Rio mengingatnya. Baju itu seperti yang dikenakan Gaby saat pertemuan tadi bersama kliennya.

"Gaby?" panggil Rio ragu, takut salah orang.

Gaby mendongak setelah mendengar seseorang memanggil namanya. Ia menghapus air mata yang sedari tadi mengucur membasahi wajah cantiknya.

"Hei, ada apa?" Rio tampak panik setelah melihat keadaan Gaby yang benar-benar kacau. Ia mensejajarkan posisinya dengan Gaby. Memegang bahunya menatap dalam Gaby. Mencoba menelisik sesuatu dari matanya.

"Ada apa? Kenapa kamu seperti ini?" ulang Rio.

"Aku akan menelepon Alex." Saat Rio hendak mengeluarkan ponselnya dari saku, Gaby mencegahnya. Wanita itu menggeleng dengan tatapan sendu.Gaby tidak ingin Alex mengetahui hal ini.

"No," lirihnya.

"Why?" tanya Rio heran.

"Dia harus tau keadaan kamu," lanjut Rio.

Rio menatap iba Gaby. Ini benar-benar bukanlah Gaby yang Rio kenal selama ini. Meski belum kenal lama, keduanya sudah sangat dekat, layaknya adik dan kakak.

Gaby masih menggeleng tak menyetujui.

Rio menghembuskan nafas pasrah. "Baiklah kalau kamu tidak ingin Alex mengetahui keadaanmu saat ini. Sebaiknya kamu menenangkan diri dulu sebelum pulang. Ikutlah bersamaku," saran Rio.

Gaby berpikir bahwa perkataan Rio ada benarnya. Ia tidak ingin Alex mengetahui keadaannya saat ini dan berujung  membuat Alex khawatir akan keadaannya. Gaby tidak ingin itu terjadi. Dan akhirnya Gaby menyetujui perkataan Rio itu.

Gaby mengangguk menyetujui.

Di rumah Rio, Gaby duduk dengan wajah yang masih muram. Sedangkan Rio tak berhenti menanyakan penyebab Gaby seperti ini. Menangis layaknya orang frustasi, begitu histeris.

"Kamu bisa bercerita denganku. Aku janji aku tidak akan menceritakan kepada siapapun." Rio masih berusaha membujuk agar Gaby bercerita dengannya. Karena rasa penasarannya sudah tingkat akut.

"Kamu tau? Dengan bercerita kamu bisa mengurangi sedikit beban permasalahanmu,

"Mungkin aku bisa membantu,"

Tak gentar Rio membujuk Gaby. Karena sedari tadi lawan bicaranya hanya diam memandang kosong langit-langit.

Namun tak selang lama Gaby mulai membuka mulutnya.

You Are Mine | 18+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang