19. Dilema

9.4K 1K 230
                                    

Sudah dua hari Rega tak mengirim pesan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah dua hari Rega tak mengirim pesan. Kabar Laurin yang mencoba menggoda Leon dibesar-besarkan oleh sejumlah siswi yang iri pada Laurin, membuat emosi Rega semakin tersulut. Dia memutuskan untuk berhenti beberapa waktu sampai ia bisa menyetabilkan kemarahannya.

Laurin masih sabar menunggu permintaan maaf dari cowok itu. Rega memang tempramental dan egois. Berapa kali pun Laurin ingin meninggalkan Rega, dia tak bisa. Rasa cintanya teramat besar bila dibandingkan rasa lelahnya dalam menghadapi sifat Rega yang tidak pernah mau mengerti.

"Ngelamun apa?" Elvan menyodorkan sekaleng minuman ber-ion, lalu duduk tepat di sebelah Laurin.

"Lagi mikirin Rega lah. Masa' mikirin kucingnya Radit yang mau lahiran." Laurin mengerucutkan bibirnya seraya menyambar kaleng minuman dari Elvan lantas membukanya.

"Jadi ... apa kalian sudah putus?"

Laurin mengedikkan bahunya. "Nggak tau."

"Putus aja. Cari yang lain. Lagian banyak cowok yang suka sama lo."

"Tapi gue cintanya sama Rega."

"Cinta itu aneh ya? Sukanya bikin orang jadi bego. Udah jelas-jelas Rega nuduh lo yang bukan-bukan, suka bentak-bentak lo, dan mulutnya juga pedas. Cowok kayak gitu masih aja lo belain."

"Cinta emang bikin orang jadi bego. Itulah sebabnya ada istilah bucin."

"Dasar budak!"

"Lo ngatain gue?" bentak Laurin tak terima.

"Kan lo sendiri yang ngaku kalau lo bucin, alias budak cinta."

"I ... iya sih. Tapi nggak usah diperjelas juga keles."

Laurin menghela napas. Dia sendiri juga heran mengapa dia selalu jatuh cinta pada cowok yang memiliki kepribadian tempramental. Pertama, Atta. Sekarang, Rega.

"Sekarang gimana?" sambung Elvan.

"Gue nggak tau. Gue cuma capek sama dia."

"Rin, lo harus memutuskan mau bertahan atau berhenti."

"Gue harus gimana, El? Gue nggak tau harus gimana. Gue nggak bisa diam aja saat Leon dalam bahaya. Sementara Rega selalu cemburu kalau gue dekat sama Leon." Laurin menunduk. Ia menatap kaleng minuman yang ia pegang.

"Lo cinta sama Leon?"

"Nggak mungkinlah!" kilah Laurin cepat.

"Rin ...." Elvan meraih tangan Laurin dan menggenggamnya erat. "Kemarin saat liburan, gue udah bantuin lo bohong sama Rega. Lo tau gue kan?"

Laurin mengangguk.

"Kalau lo nggak jujur sama gue, mana bisa gue cari solusi buat lo. Sekarang ... katakan apa yang sebenarnya terjadi di antara lo sama Leon," lanjut Elvan.

Laurin percaya saat ia merasakan ada ketulusan di dalam kedua bola mata Elvan. Ikatan batin persaudaraan membuatnya bisa mempercayakan rahasia yang begitu besar. Toh, Elvan bukan tipikal cowok yang gemar bergosip.

"Sebenarnya ... Leon itu ... teman gue pas SD," ungkap Laurin.

"Kalau dia teman lama lo, kenapa nggak lo bilang aja ke Rega. Siapa tau dia bisa ngerti," saran Elvan.

"Nggak bisa, El. Soalnya Leon itu bukan teman biasa."

"Tunggu-tunggu! Gue masih nggak ngerti kenapa Leon bukan teman biasa buat lo."

"Leon itu ...."

Elvan antusias menunggu.

"Leon itu ... sebenarnya ... perempuan," sambung Laurin dengan mata terpejam rapat-rapat.

"Apa?!" Elvan terpental kaget.

"Iiih jangan keras-keras dong!" tegur Laurin kesal.

"Pe ... perempuan?" Elvan masih tak percaya. "Bagaimana mungkin seorang perempuan menyamar sebagai laki-laki? Apalagi sekarang dia tinggal di asrama putra pula."

"Waktu kecil, dia itu perempuan. Tapi dia terpaksa menyamar menjadi laki-laki buat menghindari para pembunuh yang mengejar-ngejar dia selama ini."

"Pembunuh? Aduh, Rin. Sepertinya lo kebanyakan nonton sinetron murahan deh." Elvan memegang jidat Laurin. Siapa tahu ada yang tidak beres di kepala gadis itu.

"Gue nggak bohong, El. Leon itu beneran perempuan. Kedua orang tuanya sudah mati terbunuh. Orang tuanya yang sekarang bukanlah orang tua kandungnya. Tapi orang tua angkat."

"Kalau dia bukan laki-laki, kenapa dia punya jakun?" tanya Elvan.

Saat pesta barbeque, Elvan sempat memperhatikan leher Leon. Ada sebuah gundukan kecil yang ia pikir jakun. Memang sejak awal Elvan sudah curiga dengan wajah Leon yang terlihat cantik untuk ukuran seorang atlet panjat tebing. Itulah sebabnya Elvan diam-diam mengamati Leon dan menjumpai gundukan kecil di leher yang ia pikir jakun. Tentunya hal itu membuat Elvan berhenti curiga.

"Itu bukan jakun! Itu cuma tanda lahir. Memang sejak kecil dia memiliki benjolan di lehernya yang mirip jakun," jelas Laurin.

"Jadi karena itu, kamu mencoba bantu Leon menyembunyikan identitasnya."

"Iya. Sekarang gue harus gimana, El?"

"Em ...." Elvan berpikir.

"Jangan kelamaan mikir dong, El!"

"Ada satu solusi yang bagus menurut gue. Tapi gue rasa, lo nggak bakal setuju."

"Apa? Apa? Bilang dong!" pinta Laurin penuh semangat.

"Putus aja sama Rega."

"Ish!" Laurin spontan menjitak kepala Elvan, membuat Elvan mengerang kesakitan. "Itu mah bukan solusi, El."

Satu orang lagi yang mengetahui rahasia Leon, yaitu Elvan. Itu berarti, tidak menutup kemungkinan rahasia itu cepat atau lambat akan menyebar luas.

❤❤❤❤❤
Zaimatul Hurriyyah
Minggu, 7 Juli 2019

Komen 200++

Jangan lupa baca juga karyaku yang nggak kalah seru, yaitu :
1. Flower Five
2. Cewek cetar
3. illfeel tapi cinta
4. I am in danger
5. Kutukan tumbal
6. Kerlingan sayyidah aisyah
7. Gomawo taehyung sunbae

K-U season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang