45. Pengecut

10.4K 983 336
                                    

Vote dan komen 500++ update

Rega menoleh ke kanan lalu ke kiri, mencari sosok gadis cantik, pujaan hatinya. Dia tampak tak sabaran ingin melihat Laurin mengenakan gaun berwarna hijau toska yang ia belikan di butik paling ternama di Jakarta.

Rega berdecak. "Di mana sih cewek gue?" dia menggerutu sendiri sambil mencoba menghubungi Laurin. "Apa dia nggak peka kalau gue pengin lihat dia cantik kayak bidadari?"

Di dalam ruang ganti, Laurin menatap aneh ke arah sebuah gaun hijau toska yang tergantung di hanger. Gaun itu memang cantik, penuh dengan gemerlap manik-manik yang sangat elok. Tadi Laurin sudah mencoba mengenakannya, tapi ia mengurungkan niatnya setelah merasa tak nyaman. Bagian dada gaun itu dinilai terlalu terbuka, sehingga Laurin sibuk menaikkannya. Laurin lebih memilih memakai hoodie polos berwarna coklat susu sambil meringkuk di atas kursi, menatap risih gaun yang begitu indah. Jujur, dia bergidik.

"Eh Sayang. Rupanya kamu di sini," kata Rega saat membuka pintu ruang ganti perempuan. Dia akhirnya menemukan Laurin setelah mencari ke sana ke mari. Terlebih, Laurin tidak bisa dihubungi.

"Eh ini kan ruang ganti perempuan. Ngapain kamu ke sini?" tanya Laurin heran.

"Ya ampun, Yang. Kamu lupa? Aku kan pemilik hotel ini. Suka-suka aku dong. Holang kaya mah bebas."

Laurin memutar malas kedua bola matanya. Rupanya penyakit sombong pacarnya belum juga reda.

"Eh kamu kok nggak pakek gaun yang aku beliin sih?" tambah Rega.

"Ogah ah. Dadanya kebuka gitu. Malu ih! Takut melorot," tolak Laurin lalu bergidik.

"Kalau kamu nggak pakek gaun, terus nanti aku dansa sama siapa?"

"Sama tembok kan, bisa," sahut Laurin sekenanya.

"Mana bisa gitu, Yang."

"Bomat ih."

"Terus, apa kamu nggak mau ikut pesta ulang tahun perusahaan bokap kamu?"

"Aku tadi sudah izin Papa kok."

"Ya udah deh. Aku telponin Mbak Dinda dulu biar anterin gaun yang lebih sopan."

"Percuma, Rega," geram Laurin. "Pestanya udah hampir bubar. Tau sendiri kalau Jakarta macet."

"Ya udah kalau gitu, kita nggak usah ke pesta aja sekalian. Mending kita pacaran di restoran hotel."

"Ya udah yuk! Aku juga laper nih." Laurin meringis senang. Tak ia sangka Rega peka kalau dirinya ingin makan sesuatu.

"Ayuk!" Rega mengulurkan tangannya, disambut tangan hangat Laurin yang menggenggamnya erat.

Mereka pun keluar dari ruang ganti, bergandengan tangan menuju restoran sambil bercanda tawa di sepanjang lorong. Langkah kaki Rega tiba-tiba terhenti, senyumannya mengempis saat melihat seorang pria paruh baya berjas hitam bersama beberapa orang di belakangnya. Dia, Tuan Arga.

"P-Papa?" sapa Rega. Ia buru-buru melepaskan genggaman tangan Laurin.

Tuan Arga masih diam sambil mengamati penampilan Laurin dari bawah hingga ke atas. Gadis itu terlihat seperti gadis SMA biasa yang entah mengapa bisa menginjakkan kaki di hotel bintang lima miliknya.

"Siapa dia?" tanya Tuan Arga sinis.

"Saya-" Laurin tercekat.

"Te ... teman, Pa," potong Rega gugup.

Kedua alis Laurin terangkat. Tak ia sangka jika Rega tidak mengakuinya sebagai seorang kekasih.

"Maaf, Pak. Rapat akan di adakan lima menit lagi," kata salah seorang pegawai Tuan Arga mencoba mengingatkan.

Tuan Arga hanya mengangguk lalu melanjutkan perjalanan menuju ruang rapat.

"Kamu bilang apa tadi, Ga?" bentak Laurin yang masih tak percaya.

"Sayang, aku bisa jelasin." Rega meraih lengan Laurin.

"Nggak ada yang perlu dijelasin!" Laurin menghempaskan tangan Rega. Matanya melotot marah. Perih benar hatinya.

"Sayang, jangan marah kayak gitu dong! Ini kan cuma masalah sepele."

"Masalah sepele kamu bilang? Harusnya kamu mikir, Ga!"

"Sayang-"

"Jelas-jelas kamu nggak ngakuin aku sebagai pacar kamu. Dan kamu bilang, ini masalah sepele? Aku nggak nyangka kalau kamu pengecut!"

"Aku bukan pengecut!"

"Aku menyesal mencintai pengecut sepertimu. Aku mau kita putus!" Laurin mulai beranjak pergi.

"Sayang!" Rega mengejarnya lalu segera menghentikannya. "Kamu harus dengerin penjelasan aku."

"Aku capek sama kamu. Kamu nggak bisa berubah. Mendingan kamu nggak usah hubungin aku lagi." Laurin mendorong kedua bahu Rega hingga cowok itu mundur dua langkah ke belakang. Kemudian dia berlari keluar hotel dengan mata berkaca-kaca, tak peduli jika Rega belum berhenti memanggil namanya.

❤❤❤❤❤
Zaimatul Hurriyyah
Senin, 16 September 2019

❤❤❤❤❤Zaimatul HurriyyahSenin, 16 September 2019

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


 

K-U season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang