34. Rapat Part A

9.7K 986 168
                                    

Leon menyeret kopernya menuju kamar Alan. Kedua alisnya terangkat melihat Alan yang sudah menunggunya di depan pintu, memberikan seulas senyum tipis yang mempesona. Hati Leon bergetar. Dia berdehem, menampik perasaannya yang tengah berkecamuk.

"Sini! Gue bantuin!" Alan meraih gagang koper milik Leon dan membantu memasukkannya ke dalam kamar.

"Tumben," kata Leon heran.

"Tumben kenapa?"

"Tumben kok baik. Pakek acara bantuin segala."

"Nggak boleh?"

Leon menggaruk tengkuknya. "Ya ... nggak apa-apa sih."

Sebenarnya Leon masih bertanya-tanya, mengapa dia dipindahkan ke kamar Alan lagi. Sebelumnya dia sudah bertanya pada Bu Jenita. Alasannya adalah karena ada siswa baru yang akan tinggal di kamar Bejo. Itulah sebabnya Leon kembali tinggal di kamar Alan. Anehnya, mengapa bukan anak baru tersebut yang harus sekamar dengan Alan?

"Bentar lagi, gue keluar ada acara." Alan melihat arlojinya.

"Oooh," timpal Leon singkat.

"Mau ikut nggak?"

"Ha?" Leon terperanjat. "Em ... emangnya mau pergi ke mana?"

"Cuma rapat sama anak-anak K-U soal pensi akhir tahun."

"Kira-kira Rega ngajak Laurin nggak?"

"Itu pasti."

"Ya udah deh. Gue ikut."

***

Grace dan Thirza melipat tangan melihat Alan datang bersama Leon yang dianggap sebagai tamu tak diundang. Mereka menatap sinis Leon seolah-olah merendahkan karena Leon berasal dari jalur beasiswa.

"Semua cowok di kelas kita, otaknya rada gesrek deh. Rega ngajak Laurin. Sekarang Alan ngajak Leon," geram Grace lirih.

"Al, kenapa lo ngajak dia kemari?" tanya Thirza.

Alan mengedikkan bahu, berjalan melewati Grace dan Thirza begitu saja. Dia merasa tidak punya kewajiban menjawab semua pertanyaan yang ia anggap tidak penting.

"Oke guys. Kita mulai aja rapatnya. Biar nggak lama-lama. Gue mau pacaran soalnya." Rega menampakkan cengiran khasnya dan mulai duduk.

Semua siswa kelas unggulan duduk melingkar dalam satu meja panjang. Sementara Laurin dan Leon duduk lesehan di tepi ruangan seperti kaum yang terabaikan.

"Iya. Langsung aja. Siapa yang punya ide pentas seni akhir tahun? Yuk angkat jemuran," kata Arsen.

"Angkat tangan woi!" ralat Vikram terkekeh.

"Ih apaan sih? Garing!" cibir Sharfi.

"Kalau gue sih pengen konsep drama musikal. Entar iringan biolanya biar gue yang main," saran Grace.

"Bagus juga." Thirza mengangguk.

"Kayaknya drama musikal terlalu lama deh. Waktunya nggak cukup. Masing-masing kelas cuma dikasih waktu 10 menit," sanggah Shem.

"Shem betul juga." Vikram mengangguk-angguk.

"Em ... gimana kalau kita pakek konsep boy band aja? Kebetulan kan kelas kita cowoknya ada tujuh. Persis kayak BTS, boy band paling hits tahun ini," saran Sharfi ngotot.

"Gue setuju. Kalian kan ganteng. Jadi para juri pasti kasih kalian nilai bagus," kata Thirza membenarkan.

"Tunggu-tunggu! Jangan bilang kalau lo mau kita joget di panggung," tebak Elvan seraya bergidik. Seumur hidupnya, dia tak pernah menyanyi apalagi menari. Bahkan saat dia TK, dia hanya diam tak bergerak saat Bu guru menyuruhnya menyanyi dan menari bersama-sama.

"Iya nih. Kalau Rega, Atta, Vikram, sama Arsen sih emang jago nge-dance. Lha apa kabar sama gue, Elvan, dan Alan? Ngomong aja males," keluh Shem.

"Shem! Ini tuh acara penting banget. Pemenangnya bakalan dapat tiket travelling ke Korea. Kita harus menangin kompetisi ini," kata Sharfi geram.

"Ngapain sih perlu joget segala? Kalau lo butuh kemenangan itu hanya gara-gara tiket ke korea, gue bisa ganti. Asalkan gue nggak joget alay di panggung," sanggah Elvan.

"Hallah! Bilang aja kalau lo nggak punya jiwa seni, El. Gitu aja ribet amat. Nggak usah berbelit-belit deh," ujar Laurin dari belakang seraya memakan kripik kentangnya bersama Leon.

Elvan menoleh kaget. "Apa lo bilang?" Jujur, ia merasa direndahkan di depan orang yang dia suka.

"Sekarang logikanya, kenapa lo nggak mau ikut pensi coba? Padahal cuma menari gitu doang. Itu namanya kalah sebelum bertanding."

"Diam lo!"

"Ingat, adik nggak boleh durhaka sama kakak."

Leon mengulum tawa, membuat Elvan merasa diremehkan. "O ... oke. Siapa takut ikutan pensi?!"

"Baiklah." Rega menggebrak meja. "Sudah gue putuskan."

"Eh sejak kapan lo bertindak seolah-olah jadi ketua?" protes Vikram.

"Sejak gue duduk di sini," timpal Rega seenaknya.

"Sa ae lu, Armando!" Vikram melempar bulpoin ke arah Rega. Dengan cepat, Rega menghindar lalu menjulurkan lidahnya.

"Oke. Siapa yang setuju konsep boy band angkat besi?!" kata Rega.

"Angkat tangan!" ralat Vikram dan Arsen.

Rega, Atta, Vikram, Arsen, Sharfi, Grace, juga Thirza mengangkat tangan.

"Oke. Yang setuju tujuh. Berarti yang sedikit harus mengikuti kamauan yang banyak." Sharfi tersenyum seraya menaik turunkan kedua alisnya.

❤❤❤❤❤
Zaimatul Hurriyyah
Rabu, 7 Agustus 2019

K-U season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang