50. Labil

8.8K 839 81
                                    

Laurin menarik napasnya dalam-dalam lalu mengembuskannya, sekadar mengurangi rasa tegang sebelum naik ke atas panggung. Leon datang. Cowok itu lantas merangkul lengan Laurin.

"Nggak usah takut gitu. Ini cuma kompetisi. Kalah sudah biasa," kata Leon.

"Gue takut menang," timpal Laurin.

Dahi Leon berkernyit, heran bukan main. Normalnya, manusia takut kalah dalam berkompetisi. Tapi Laurin malah sebaliknya.

"Kalau kelas kita menang, gue nggak bakal balikan sama Rega," sambung Laurin.

"Setelah dia nyakitin elo berulang kali, elo masih berharap balikan sama dia?" tanpa sengaja, Leon menaikkan oktaf suaranya.

"Gue masih cinta, Yon."

"Rin, sampai kapan elo mau disakitin terus? Jangankan diperjuangin, di akui aja Alhamdulillah."

Benar kata Leon. Selama ini Rega tidak berjuang bahkan tidak berani mengakui Laurin sebagai pacar. Sungguh tolol jika Laurin masih memberikan kesempatan yang kesekian kalinya untuk Rega.

"Kelas kita harus menang, Rin. Kita harus memberi pelajaran ke anak K-U kalau kelas F nggak se dungu yang mereka pikirkan. Biar mereka berhenti ngeremehin kita," lanjut Leon ngotot.

"Siapa yang ngeremehin elo?" sahut Alan yang entah sejak kapan bersandar di tembok ruangan dengan tangan terlipat.

Leon melotot, memberi kode mata pada Alan agar segera menjauh darinya, takut jika rahasia hubungan mereka terbongkar dan diketahui Laurin.

"Em ... apa gue boleh tanya sesuatu ke Laurin?" tanya Alan.

"Tanya aja karena bertanya itu gratis kecuali bertanya ke dukun," jawab Leon, mengizinkan.

"Rin...." Alan mendekat. Dia memegang bahu Laurin, membuat Laurin mendongak.

"Apa?" tanya Laurin.

"Apa lo masih sayang ke Rega?"

Laurin mengangguk pelan.

"Itu bagus. Karena Rega juga masih sangat sayang ke elo. Sejak lo putusin, dia jadi mengerti apa arti berjuang. Asal lo tahu, selama ini dia latihan mati-matian demi pentas seni. Dia bahkan memaksa gue dan anak-anak yang lain latihan keras. Jadi, lo nggak usah takut menang. Berikan aja performa terbaik," saran Alan.

"Maksud lo, kelas kami nggak bisa menang dari K-U gitu?" protes Leon.

"Bisa sih," kata Alan. "Kalau ada keajaiban."

"Ih kok elo sombong sih?" Leon mengerucutkan bibir mungilnya.

"Kita lihat saja," tantang Alan.

Laurin mulai berpikir yang tidak-tidak, bahkan  sempat terlintas untuk mengacaukan rencana kelas F agar K-U menang, dan dia bisa kembali menjadi pacar Rega.

"Eh gue ke toilet dulu ya," pamit Laurin. Dia lantas berlari cepat menuju kamar mandi dan bersembunyi di salah satu bilik.

"Gimana kalau gue ngumpet aja di sini? Dengan begitu, K-U pasti bakalan menang lomba pentas seni. Dan gue bisa balikan sama Rega tanpa harus gengsi," pikir Laurin.

"Ya ampun, habis ini kita tampil nih. Gue deg-degan deh."

"Iya. Gue juga deg-degan. Semoga kelas F bisa menang dan bisa dapet liburan gratis ke Korea."

"Aamiin."

Terdengar percakapan suara yang tidak asing bagi Laurin. Dia kenal betul suara yang tak lain adalah dua orang teman sekelasnya. Laurin tercenung, berpikir lagi betapa egoisnya dirinya jika mengalah dengan Kelas Unggulan hanya karena dia ingin kembali pada Rega.

"Gue nggak bisa hancurin impian mereka. Gue nggak boleh egois. Gue harus berusaha dengan maksimal agar kelas gue menang. Iya. Gue harus menang. Bodo amat sama Rega." Laurin dengan cepat berubah pikiran. Sama seperti Rega, dia juga labil.

❤❤❤❤❤
Zaimatul Hurriyyah
Senin, 18 November 2019

K-U season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang