37. Cinta dan Benci

8.4K 961 226
                                    

Komen 200++ besok update!!

❤❤❤❤❤

Tak bisa tinggal diam, Leon berhari-hari mencari tahu sebanyak-banyaknya informasi tentang Tuan Kalandra, seorang konglomerat yang konon katanya memiliki harta teramat banyak melebihi para sultan di Asia Tenggara.

"Huh jadi si tua bangka ini yang udah bunuh nyokap bokap gue?" umpat Leon saat melihat foto seorang pria berjas hitam berambut putih yang terpampang di layar ponselnya.

"Dasar tua bangka jelek! Gue doain cepet tidur. Tidur selamanya maksud gue," imbuh Leon.

"Kapan ya izrail jemput nih orang tua bangka? Kalau nih orang mati, otomatis gue bisa balik jadi cewek tanpa takut dibunuh. Terus negara tercinta ini bisa bebas narkoba. Waaah mantap tuh."

"Eh eh. Kalau nih orang mati, pasti bisnis haram yang dia miliki auto jatuh ke tangan pewarisnya dong. Kalau gitu caranya, bisa-bisa narkoba tetap beredar."

"Heeem ... gue harus cari informasi sebanyak-banyaknya tentang pewaris si tua bangka ini. Karena sekarang gue punya tujuan hidup, yaitu membalas dendam."

Leon mengetik keyword "pewaris Kalandra group" di layar ponselnya. Betapa terkejutnya dia saat foto Alan langsung terpampang di pencarian teratas.

"Alan?" Leon segera memencet salah satu artikel dan cepat-cepat membacanya.

Otak Leon berproses. Dia sangat tahu kalau Alan memiliki nama lengkap Melviano Kalandra. Tak ia sangka jika cowok itu merupakan pewaris tunggal Kalandra group, sebuah perusahaan besar yang bahkan omsetnya bisa mengalahkan kekayaan para sultan.

"Jadi ... Alan adalah pewaris Kalandra group? Ini nggak mungkin kan? Lalu apa dia akan melanjutkan bisnis haram itu?" Leon menyimpulkan.

Leon menggeleng kuat-kuat, mencoba menampik segala prasangka buruknya tentang Alan, cinta pertamanya.

"Enggak. Nggak mungkin. Sekarang gue harus memastikan kalau Alan nggak ada sangkut pautnya dengan bisnis haram keluarganya."

Sesampainya di asrama, Leon dengan tangan gemetar meraih gagang pintu lalu membukanya. Sudah ada Alan yang terlihat fokus membaca buku sambil mendengarkan earphone. Pikiran Leon mulai kembali melayang.

"Kalau benar dia adalah keturunan seorang pembunuh, ada kemungkinan dia akan meneruskan tabi'at buruk keluarganya kan?"

"Eh lo udah datang rupanya." Alan menaruh bukunya lalu melepaskan earphone yang ia pakai.

Leon terkesiap. Pandangan matanya semakin waspada. Kenyataan bahwa Alan adalah cucu dari seorang pembunuh, membuat Leon ketakutan bukan main. Bukan hanya terlahir dari keluarga pembunuh! Alan juga merupakan pewaris perusahaan yang secara ilegal meraup keuntungan dari penjualan narkoba.

"Muka lo kenapa pucat gitu?" tanya Alan cemas.

"Nggak ... nggak apa-apa," timpal Leon gugup.

"Lo beneran nggak apa-apa?" Alan mencoba menyentuh kening Leon. Namun sebelum tangannya mendarat, Leon menampiknya.

"Jangan sentuh gue!" bentak Leon. Dia kemudian melangkah mundur menjauh.

"Lo kenapa sih?" tanya Alan heran.

Leon tak tahu apa yang saat ini ia rasakan pada Alan. Semuanya bercampur aduk menjadi satu. Cinta, marah, kecewa, benci, entah apa lagi. Yang jelas, ia sudah kehilangan kendali, mengingat Alan adalah cucu dari orang yang telah membunuh kedua orang tuanya.

"Dasar biadap!" maki Leon.

"Yon, lo kenapa sih?" Alan masih tak mengerti.

"Gue benci sama lo! Gue benci!"

Leon berlari keluar kamar tanpa tujuan. Air matanya seketika tumpah, mengalir deras, tak peduli berapa kali pun dia mengusapnya. Dada Leon terasa begitu sesak. Saat ini, dia hanya ingin berlari sebisa yang ia mampu.

"Kenapa? Kenapa takdir gue serumit ini? Dari sekian banyak cowok tampan yang ada di Delton, kenapa gue harus jatuh cinta sama cucu dari orang yang telah membunuh nyokap bokap gue? Kenapa?"

Leon terhenti di sebuah jembatan. Dia berteriak sekuat-kuatnya, kecewa pada takdir yang ia rasa begitu berat.

"Gue benci Alan! Gue benci!"

Leon duduk meringkuk, menenggelamkan wajahnya di dekapan kedua lengannya sendiri. Setelah puas menangis, dia kembali berdiri dan berteriak.

"Aaargh! Gue benci Alaaan!" teriak Leon.

"Kenapa? Kenapa lo benci gue?" tanya Alan yang entah sejak kapan berdiri di belakang Leon.

Leon berbalik. "Ya. Gue benci lo."

"Silahkan kalau lo mau benci gue. Ya tapi kenapa?"

"Gue benci karena gue cinta sama lo," batin Leon. "Seandainya saja sejak awal gue nggak cinta sama lo, mungkin rasa ini nggak bakalan sesakit ini."

"Kenapa, Yon? Kenapa lo benci sama gue?" imbuh Alan.

Tidak ada jawaban dari Leon. Dia hanya mengusap air mata dan berlari melewati Alan.

❤❤❤❤❤
Zaimatul Hurriyyah
Sabtu, 17 Agustus 2019

K-U season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang