20. Bisnis Haram

9.6K 987 116
                                    

Tuan Kalandra melempar sejumlah berkas di depan muka Alan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tuan Kalandra melempar sejumlah berkas di depan muka Alan. Pria tua berusia 60 tahun itu mendelik seraya menggebrak meja. Napasnya ngos-ngosan tak berima karena kemarahannya yang kian memuncak setelah membaca berkas-berkas itu.

"Sudah berapa kali kakek bilang kalau kamu harus masuk di Stanford University jurusan management. Kenapa kamu tertarik dengan departemen farmakologi di University of Cambridge, hah?" bentak Tuan Kalandra.

"Aku cuma ingin menjadi seorang ilmuwan. Aku ingin menemukan obat yang bisa menyembuhkan para penderita HIV," jelas Alan.

"Kalau kamu jadi seorang ilmuwan, lalu siapa yang akan mewarisi perusahaan ini? Siapa?" Tuan Kalandra semakin menaikkan volume suaranya.

"Sumbangkan saja di yayasan sosial. Aku sama sekali tidak berniat mewarisi bisnis kakek."

Plaaak

Sebuah tamparan mendarat sempurna di pipi Alan. Bekas merah seketika terlihat di pipi cowok bermata teduh itu.

"Aku nggak sudi meneruskan bisnis haram," sambung Alan yang sukses membuatnya mendapatkan tamparan kedua dari kakeknya.

"Kamu pikir, selama ini kamu hidup dari siapa, hah? Baju yang kamu pakai, makanan yang kamu telan, mobil yang kamu kendarai, semuanya dari uang kakek. Ingat itu! Sombong sekali kamu!"

"Kenapa ... kenapa kakek nggak menghentikan bisnis ini saja? Sudah berapa juta orang yang kakek rusak dengan bisnis ini, hah?"

"Bisnis ini adalah bisnis pertama yang kakek lakukan hingga membuat kakek menjadi salah satu orang terkaya di Asia Tenggara. Tidak mungkin kakek menghentikannya begitu saja."

"Kakek sudah punya banyak hotel, resort, dan mall. Apa itu nggak cukup sehingga kakek perlu untuk meneruskan bisnis haram ini?"

"Penghasilan hotel, resort, dan mall tidak sebanding dengan penghasilan bisnis haram ini, Alan."

"Sudah cukup, kakek! Cukup! Sudah cukup kakek merusak bangsa ini. Misalnya aku yang mengkonsumsi barang haram itu, apa kakek rela?"

Tuan Kalandra terdiam. Dia tak peduli jika orang lain kecanduan atau overdosis karena barang haram yang ia perjual-belikan. Tentunya dia tak mau cucu kesayangannya terjebak dalam ketergantungan terhadap barang haram itu.

Ya! Bisnis pertama yang Tuan Kalandra miliki adalah jual-beli narkoba dan tempat prostitusi yang ia dirikan sejak 35 tahun yang lalu. Tak heran jika anaknya meninggal karena terkena HIV.

"Aku ingin menjadi ilmuwan untuk menyelamatkan orang-orang seperti Mama yang menjadi korban dari kebejatan suami. Gara-gara Papa, Mama tertular HIV dan meninggal dunia," jelas Alan. Matanya berkaca-kaca, mengingat kembali betapa hangatnya senyuman ramah Mamanya.

"Baiklah. Lakukan apa yang kamu mau! Jangan menggunakan uang kakek sepeser pun!" ancam Tuan Kalandra.

Alan menghela napas. Dia mengeluarkan kunci mobil dari dalam saku celananya lalu menaruh kunci tersebut di atas meja.

"Baiklah. Mari kita lihat seberapa lama kamu bisa bertahan tanpa uang kakek," ucap Tuan Kalandra penuh percaya diri.

"Kakek tunggu cara kamu kembali sambil mengemis di sini!" imbuh pria tua itu.

Alan berjalan santai keluar ruangan tanpa menyahut, menyusuri lorong seraya mendownload aplikasi ojek online. Tak masalah bagi Alan untuk hidup mandiri tanpa bantuan kakeknya. Selama dua tahun terakhir, dia sudah bisa mandiri. Hidup dari pekerjaan sampingannya sebagai gamers. Terlebih, dia juga sering mendapatkan hadiah uang tunai dari sejumlah olimpiade yang ia menangkan.

***

Alan memasuki kamar dengan wajah lesu. Berdebat dengan kakeknya membuat ia teringat kembali akan kenangan lama tentang kedua orang tuanya yang mati tragis di rumah sakit.

"Lo kenapa, bro?" tanya Leon.

Alan tak menjawab. Dia merebahkan tubuhnya di atas kasur lalu menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Untuk beberapa saat, suasana menghening.

"Apa ...." Alan terhenti, cukup enggan untuk melanjutkan pertanyaannya.

"Hm?" sahut Leon.

"Apa lo pernah terpuruk?"

Leon sekarang mengerti mengapa Alan datang dengan wajah murung. Rupanya cowok itu saat ini sedang dalam keterpurukan.

"Setiap orang pasti pernah terpuruk. Gue juga pernah," kata Leon.

"Oh ya?"

"Orang tua kandung gue udah meninggal saat gue masih kecil. Mereka dibunuh di depan mata gue."

"Dibunuh?" Alan terbangun kaget.

"Sampai saat ini, gue sering mimpi buruk. Peristiwa malam itu nggak bisa gue lupain."

Leon berpikir tak apa berbagi kenangan dengan Alan. Dia yakin kalau Alan mengerti lukanya karena Alan juga memiliki luka perih yang entah apa.

"Saat lo terpuruk karena mengingat kejadian itu, apa yang lo lakukan?" tanya Alan.

"Gue hanya membiarkannya lewat. Berpikir kalau esok kenangan itu menjadi samar. Kita nggak hidup di masa lalu dan terus meratap. Di dunia ini masih ada orang-orang yang sayang sama kita."

Alan terkekeh pelan. Tak ia sangka cowok kerempeng yang ia anggap bodoh ternyata lebih bijak bila dibandingkan dengan dirinya.

"Papa gue pernah bilang, pasti ada hujan setelah kemarau. Jadi gue nggak pernah takut terjebak dalam keterpurukan," lanjut Leon.

"Heeem ... begitu rupanya." Alan mengangguk. Dia mulai sepemikiran dengan Leon.

❤❤❤❤❤
Zaimatul Hurriyyah
Senin, 8 Juli 2019

Sudahkah kalian follow instagram author?
zaimatul.hurriyyah

YUK! SEGERA FOLLOW INSTAGRAMKU SEBELUM DIPRIVAT.

K-U season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang