"Lo mabok ya?" senggol kaki Hanif pada Jinan yang tiduran di atas sofa.
"Hng.. enggak."
"Terkapar gini, ngaku lo."
"Enggak sat, gue cuman lagi pusing aja."
"Kenapa lagi?" Hanif mendudukan dirinya di bawah sofa yang ditiduri Jinan.
Jinan tidak menjawab. Ia diam menatap langit–langit sekre. Di Sekre sudah pukul 8 malam, penghuninya tinggal Jinan dan Hanif.
"Parkir Atas?" tawar Hanif.
Itu artinya, Hanif menawari Jinan untuk sebat bersama. Jinan baru saja hendak mengiyakan ketika Jelita masuk Sekre dengan wajah berseri–seri.
"Belum pulang, Jel?" tanya Hanif.
Jelita menggeleng. "Dari pagi aku nungguin narasumber, baru mau ketemu tadi. Jadi ini mau lanjut nulis."
Gadis itu mendudukan dirinya di dekat meja sebelah, tentu saja bukan di meja depan Jinan tiduran. Karena di sana ada Hanif dan Jinan. Jelita mana berani.
"Redakturannya sama siapa?" tanya Hanif lagi.
"Sama Kak Siddiq. Katanya bentar lagi dia nyampe kampus."
Hanif mengangguk mengerti. Sedangkan Jinan kembali menutup mata dengan lengan di atas wajahnya. Tiba–tiba Hanif dapat panggilan telfon dari Sian,
"Woy di mana boss?" tanya Sian bersemangat diseberang sana.
"Sekre, kenapa?"
"Ini si Anak KMI itu udah ketemu, ngopi sini lah?" ajak Sian, lebih tepatnya paksaan. Mengingat Hanif tahu anak itu butuh keberadaannya untuk meyakinkan calon narasumber mereka, issuenya sensitive jadi wajar saja.
"Otw."
Dia mau saja mengajak Jinan, tapi dilihatnya Jinan sedang tidak dalam mood baik untuk meyakinkan seseorang. Dengan hidupnya sendiri saja Jinan tidak yakin. Hanif pun keluar sekre menyusul Sian seorang diri, meninggalkan Jinan dan juniornya berdua di Sekre.
"Kak Jinan, mau chatime enggak?"
"Enggak," jawabnya tak mood.
"Padahal aku mau pesen chatime, kalau lagi pusing gini enaknya hazelnut chocolate pake bubble yang banyak," cerocos Jelita sendirian sembari menscroll aplikasi driver onlinenya.
"Pusing banget ini narasumber banyak maunya. Masa jam segini baru bisa wawancara," keluh Jelita.
"Kak Jinan aku mau nanya boleh enggak?"
Jinan sebenarnya mau mengabaikan Jelita, gadis kecil yang sering dipanggil Jelly itu terlalu berisik untuk Jinan yang tengah pusing sekarang. Membuat keinginannya untuk minum kembali mencuat. Halah, alasan.
Tapi, ia tahu Siddiq akan kesini sebentar lagi. Ia tak mau diadukan Jelita pada Siddiq sebagai senior galak yang seenaknya dan menyebalkan. Jinan tak mau mengecawakan Siddiq.
"Apa?" balas Jinan.
"Kalau kita lagi pusing sama narasumber gini, enaknya ngapain Kak? Boleh enggak kalo kita omelin narasumbernya?"
Jinan terkekeh.
"Emang kamu berani?"
"Yaa enggak sih."
"Terus kenapa nanya?"
"Ya kalau boleh aku minta Kak Siddiq omelin narsum yang ini. Ngeselin soalnya, ngeremehin Pers Kampus kita," kesal Jelita. Jinan memperhatikan Jelita yang mengomel dengan menggebu–gebu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pers Kampus ✔
General Fiction╰Pers Kampus ╮ • College life • Lokal • Semi baku Kisah mereka mencari berita hingga cinta. Dari nggak kenal, jadi kolega, katanya teman, kemudian sahabat, hingga jadi keluarga cemara. Prinsipnya, nyari berita sampe mampus! Mereka itu, • Peka sama g...