17 : Adore

4.2K 586 21
                                    

Bicara soal Hanna dan Hanif, memang sering jadi pertanyaan banyak orang. Bagaimana hubungan mereka sebenarnya? Terlalu dekat untuk dianggap hanya berteman dan tetangga, tapi mau dianggap memang ada hubungan, Hanna sudah memiliki kekasih.

Makanya, sore hari itu, Wendy memberanikan diri untuk menanyakannya secara langsung. Sekretaris Umum Pers Kampus itu, mengajak Hanif ke Parkir Atas untuk bicara. Padahal tadinya si lelaki tengah bersiap untuk mengantar Ayesha membeli pesanan Tea Bar anak–anak sekre bersama.

"Masih suka Hanna?"

"Emang gue gak suka Hanna?"

Giliran Wendy yang menoleh. "Emangnya masih suka?"

Lelaki di sebelah Wendy tersenyum. "Wen, lo tahu gue kenal Hanna dari SMP, kan?"

Wendy mengangguk.

"Lo juga tahu gue SMP, SMA bahkan sekarang kuliah dan satu organisasi bareng sama dia, kan?"

Wendy mengangguk lagi.

"Gue anak tunggal, Hanna juga."

"Iya gue tahu, emangnya kenapa?" tanya Wendy tak sabar.

"Bagi gue, Hanna itu seorang adik, saudara yang selama ini gue pengen. Lo juga tahu se-sepi apa rumah gue. Cuman Hanna yang nemenin gue dari rasa kesepian," tutur Hanif.

"Kalo lo di sini karena kaya yang lain ngerasa gue ada hati sama Hanna, itu bener kok. Gue suka Hanna, gue sayang dia. Bahkan sampai pernah di titik gue cuman pengen dia buat gue, milik gue seorang. Cuman, ternyata gak bisa."

"Gue pikir, dengan sengaja biarin orang-orang mikir gue pacarnya, itu bisa jagain Hanna. Tapi sekarang gue sadar, Hanna punya kehidupannya sendiri. Sekarang dia punya Sanan. Sanan baik, dia bahkan tetep merjuangin Hanna meski ada gue yang sering ngeresein dia."

Wendy bisa melihat mata Hanif mulai berembun saat menceritakannya.

"Hanna adalah pengganti dari keluarga yang nyaris gak kerasa kehadirannya, Hanna berarti banget buat gue, Wen."

Mata sipit itu memandang ke depan memperhatikan matahari yang semakin jatuh ke bawah.

"Gue pengen jadi sahabat yang baik, jadi saudara yang baik buat dia."

Wendy ikut terharu mendengarnya.

"Boleh nanya satu hal lagi nggak?"

"Apa?"

"Kalau Ayesha? Lo anggap dia adik yang pengen lo jaga juga, atau—"

"HANIF KENZIE SYAHREZA!"

Suara melengking seseorang tiba-tiba terdengar memangil Hanif dengan lantang. Untung sekali Parkir Atas itu kosong.

Sontak Wendy dan Hanif berdiri. Sedangkan gadis itu langsung berlari dan memeluk Hanif. Menangis di sana.

"Han, lo kenapa?" tanya Hanif panik melihat Hanna tiba-tiba berlari memeluknya dan menangis.

Hanna melepaskan pelukannya, lantas menatap Hanif dan menggeleng.

"Gue nggak apa – apa."

"Terus kenapa nangis?" tanya Wendy.

"Soalnya gue sayang elo Han," ujar Hanna kembali memeluk Hanif.

"Lo denger omongan gue sama Wendy ya?"

Hanna mengangguk jujur. Hanif tersenyum dan kembali memeluk Hana.

"Maaf ya Han," cicit Hana.

"Maaf, gue bodoh banget nggak nyadar, bahkan meski orang-orang banyak yang bilang ke gue. Gue cuman nggak mau hubungan kita jadi aneh. Maaf gue—"

Pers Kampus ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang