Hanif dan Ayesha kini sedang di café-library, sebuah café yang memiliki konsep menjadikan perpustakaan sebagai tempat nongkrong yang asyik bagi anak muda. Sengaja memilih ke sini, karena cocok dengan Ayesha yang menyukai makanan dan minuman manis, juga dirinya yang suka membaca buku.
Namun sedari tadi, bukannya memakan pesanannya, atau setidaknya membaca buku, gadis itu malah terus menggelayuti Hanif dan merengek.
Sudah satu jam, denga sifat manjanya yang tengah meluap.
"Kak Haniiiiff... " rengek Ayesha memeluk pinggang Hanif yang tengah sibuk memilih buku di rak bagian atas.
Tidak dipedulikan Hanif rengekannya itu. Ayesha tidak menyerah, ia tetap memeluk pinggang Hanif sambil loncat–loncat, bibirnya sedikit lagi menyentuh dagu Hanif, berusaha mendapat perhatian Kakak tingkatnya tersebut.
"Apa cutie? Hmm? Mau apa?"
Hanif menyerah, Ayesha terlalu menggemaskan untuk diabaikan. Lelaki itu memilih mendekap balik gadis itu, mencubit pipinya gemas dan memberikan atensi yang dimau si gadis.
"Kita itu apa?"
Alis Hanif terangkat bingung.
"Kita ... manusia?"
Ayesha mendenguskan nafasnya kesal.
"BUKAN ITU IH!" kesalnya mengerucutkan bibir. Lucu sekali, ingin Hanif cium rasanya.
"Ya terus apa? Kamu nanya apa yang jelas dong?" usakan Ia berikan pada rambut panjang Ayesha yang tergerai.
"Maksud aku, hubungan kita, status di antara kita. Kita ini pacar atau bukan?" tanya Ayesha tanpa jeda.
"Kenapa tiba–tiba nanya itu?"
"Tiba–tiba kepikiran aja."
Tipikal gadis yang ingin semuanya jelas, tidak mau digantung.
Hanif tampak menimang jawaban.
"Lebih dari itu."
"Lebih dari itu? Apa?"
" Komitmen."
Kini giliran alis Ayesha yang terangkat bingung.
"Tapi aku mau kita pacaran," rengek Ayesha mengeratkan pelukannya.
"Ayo Kak Hanif jadi pacar Ayesha! Katanya Kak Hanif suka Ayesha," rengeknya lagi, kini ditambah bibir yang melengkung dan mata menatap penuh harap. Membujuk Hanif.
Serius, rasanya Hanif ingin memberikan apapun yang diinginkan gadis ini kalau begini caranya. Jangankan status, menara eiffel saja akan dia beli kalau bisa. Hanif lemah sekali dengan Ayesha yang menggemaskan. Tapi ingat, Ia tetap harus berpikir rasional.
"Sayang, perasaan dan hubungan kita jangan sampai bergantung dengan status. Kakak nggak mau menyayangi Ayesha hanya berdasar status. Kakak cukup yakin akan menyayangi Ayesha seterusnya tanpa perlu diikat oleh apapun. Status hanya jadi beban ketika hati dan keadaan tak sejalan. Sedangkan Kakak, ingin selalu sama Ayesha. Dengan bebas, tanpa batas. "
"Aku nggak ngerti," keluh si gadis.
"Gini, kalau kita pacaran, kita akan ada dalam sebuah keadaan dengan tanggung jawab dari hubungan itu. Kalau kita gagal saling mengemban tanggung jawab? Jadi mantan konsekuensinya. Setelah itu, nggak ada jaminan hubungan kita akan jadi baik lagi."
Tatapan Ayesha yang bingung mulai terlihat mengerti,
"Sedangkan aku, nggak mau kalau hubungan kita akan putus dan jadi nggak baik nantinya. Sekalipun hati bisa berubah, tapi aku nggak mau status kita jadi penghalang untuk tetap ada di kehidupan satu sama lain. Aku nggak mau kehilangan kamu, baik sebagai gadis yang aku cintai, maupun adik dan rekan yang aku sayangi. Kamu ngerti maksud aku nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pers Kampus ✔
General Fiction╰Pers Kampus ╮ • College life • Lokal • Semi baku Kisah mereka mencari berita hingga cinta. Dari nggak kenal, jadi kolega, katanya teman, kemudian sahabat, hingga jadi keluarga cemara. Prinsipnya, nyari berita sampe mampus! Mereka itu, • Peka sama g...