"Aku suka Kak Hanif."
Ucapan Ayesha malam itu di Sekre membuat semua orang yang ada di Sekre batuk–batuk berjamaah.
Mereka tau, Ayesha itu sangat lugu. Tapi masa sampai mengakui rasa suka nya terang – terangan di Sekre begini?
Rara, Lucas dan Yohan sudah melotot menatap Ayesha yang mengatakan hal itu dengan santai. Brian dan Daniel menatap Hanif yang bengong, mereka menunggu respon sang Pemimpin Umum. Sedangkan Hanna, menatap tak nyaman dengan suasana sekarang.
Sementara Jelita menyenggol lengan Ayesha yang merupakan satu–satunya orang di Sekre yang tenang.
"Serius, Ay?" tanya Jelita memastikan.
Sekarang di Sekre hanya ada orang–orang di atas. Mereka tengah memainkan truth or dare. Di tengah truth, Ayesha ditanya siapa orang yang disukainya di Sekre, lalu dengan santainya dia menyebut nama Hanif.
"Iya, soalnya Kak Hanif kaya Papa aku. Badannya gede, hidungnya mancung, terus sama–sama punya otot. Kaya badan papa aku."
Lucas dan Daniel sudah tertawa heboh.
Brian masih bisa menahan tawa nya, tidak ingin di amuk Hanif.
Sedangkan Hanif menggeleng tak heran.
Hanya Hanna yang masih memberi tatapan tak nyaman.
"KIRAIN IH LO MAH!"
Rara sudah kesal dan melempar Ayesha dengan pulpen yang dipegangnya. Yohan menghela nafas lelah. Jawaban Ayesha memang tidak bisa disangka.
"Kirain apa?" tanya Ayesha polos.
"TAU AH! Jangan ajakin Aye main truth Or dare lagi!" kesal Rara.
"Lo disebut tua dong Bang hahahaha," tawa Daniel masih belum berhenti.
"Mukanya kaya bapak – bapak, hahaha," lanjut Lucas. Duo receh itu semakin tertawa kencang.
"Diem," tutur Hanif. Lucas dan Daniel langsung berusaha mengontrol tawa mereka, meski air mata malah menetes dari mata mereka.
"Ih aku serius. Pada kenapa, sih?" tanya Ayesha heran.
"Serius kaya bapak – bapak muka lo bang, hahaha," sahut Daniel yang disambut tawa Lucas.
Brukk
Lemparan KUHP tepat mengenai tubuh Daniel. Membuat RDP Litbang itu langsung benar-benar menghentikan tawanya.
"Udah disuruh diem juga, benjol kan tuh," celetuk Brian miris melihat Daniel.
Selesai truth or dare, Daniel, Yohan dan Lucas pamit akan menghadiri rapat BEMU yang baru dimulai pukul 8 malam itu. Rara sudah dijemput pacarnya pulang. Sedangkan Hanif pergi bersama Brian menemui klien pengiklan mereka. Tersisa Hanna dan Ayesha di Sekre, Hanna tengah mengurus laporan dan Ayesha menulis berita, menunggu Kanaya untuk meredakturi-nya.
"Yang tadi beneran?" tanya Hanna tiba–tiba.
"Yang mana, Kak?" tanya Ayesha balik, bingung.
"Kamu suka Hanif?"
Ayesha tersenyum, kemudian mengangguk.
"Kan tadi aku udah bilang."
"Suka beneran maksudnya."
"Tadi kan emang beneran."
Hanna menghela nafas lelah, masa anak ini tidak mengerti maskudnya?
"Kalau beneran juga nggak apa–apa kok."
"Teh Hanna bisa tahu soal perasaan aku, tapi nggak tahu perasaan Kak Hanif ya?"
Bundahara Pers kampus itu terdiam.
"Maksud kamu?"
Ayesha kembali tersenyum dan menggeleng.
"Bukan apa–apa."
Mahasiswa Fikom itu cukup tau diri untuk tidak mengumbar lebih dari itu. Biarkan si yang empunya cerita yang mengatakannya lebih jauh.
Dia hanya penonton. Tidak punya hak lebih. Meski diam – diam, hatinya berharap lebih.
Ingin masuk dalam cerita, dan menyelamatkan pangeran kuda putihnya.
...
See you on next chapter!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pers Kampus ✔
General Fiction╰Pers Kampus ╮ • College life • Lokal • Semi baku Kisah mereka mencari berita hingga cinta. Dari nggak kenal, jadi kolega, katanya teman, kemudian sahabat, hingga jadi keluarga cemara. Prinsipnya, nyari berita sampe mampus! Mereka itu, • Peka sama g...