39 : Tentang Jinan

3K 458 47
                                    

Sian mengepalkan kedua tangannya di atas meja, mulutnya berkerut menahan sumpah serapah. Sedangkan di sampingnya Naresh menyesap kopinya tenang. Lain hal lagi Wishaka yang menghela nafas, kemudian menatap Jinan yang ada di hadapannya lelah.

"Jadi, lo malah ngomongin soal Jelita di hadapan Senin?"

Lelaki jangkung yang duduk di hadapan tiga rekannya itu menunduk lesu. Kopi susunya sudah mendingin, tapi belum dia sentuh barang satu kecap pun. Ia terlalu sibuk menghindari tatapan tiga lelaki di hadapannya. Menatapnya ingin menghajar.

"Brengsek lo setan, mikir dong lo! Tega–teganya lo ... "

Sian tak mampu melanjutkan ucapannya. Ia tak ingin dijauhi Thara karena terlalu banyak sumpah serapah hari ini. Cukup sekali dia ketahuan bilang sialan dan Thara menatapnya datar, habis itu menolak permen pemberiannya. Sakit hati. Sian tak mau ulangi lagi.

Naresha sebenarnya sedikit mengerti posisi Jinan sekarang, karena dia pun begitu.

Dia juga—"Lo jangan kaya Naresh sama Sian deh," ujar Wishaka tenang. Tak peduli perasaan Sian – Naresh di sisi kanan – kirinya. Menatapnya terluka.

"Jangan buka luka lama dong lo."

Mata Sian menatap Wishaka sedih.

"Tau nih, masokis ya lo?"

Pimred itu mengangkat bahunya tak peduli.

"Lo tahu perasaan Senin, tapi malah pura – pura bego di depan dia, bahkan malah sengaja cerita soal Jelita itu nyakitin perasaan Senin. Lo tahu itu kan?" desak Wishaka.

Jinan mengangguk lemah. "Gue tahu, tapi lebih sakit mana sih kalau dia keburu confess terus gue tolak? Akhirnya dia juga bakal tahu, gue suka Jelita."

"Gue ngerti maksud lo. Tapi Nan, gimana pun juga, lo pernah ada rasa sama Senin. "

Jinan mengerjap di depan sobat kecilnya.

"Gak usah pura – pura depan gue. Gue tahu," potong Wishaka saat Jinan baru hendak buka mulut. Wakil Pemimpin Umum itu menunduk kembali.

Naresha menatap bingung. "Lah? Beneran suka? Gue pikir ngebaperin doang?"

"Emangnya elo Naresha!" Sian melempar berondong jagung di meja ke arah Naresh.

"Emang lo udah yakin sama Jelita, Nan?"

"An, kalo gue gak yakin, mana mungkin gue bilang gitu depan Senin?"

"Iya juga sih," setuju Sian,

"Pertanyaannya salah," sahut Wishaka.

Pimred itu menatap Jinan semakin serius.

"Harusnya gini, lo yakin udah gak suka Senin?"

Si Lelaki jangkung seberang sana diam. Kemudian terdengar erangan frustasi.

"Shak, gue akui. Sampai sekarang Senin masih bikin gue nyaman. Gue masih seneng deket dia. Tapi entah sejak kapan Jelita bikin gue jadi berubah, gak tau pake mantra apa tapi gue ngerasa jadi manusia yang lebih baik sama dia. "

Naresh menjentikkan jarinya mengerti.

"Jadi lo suka Senin, tapi entah sejak kapan Jelita tiba – tiba bikin lo berubah haluan. Lo makin sini makin sadar suka Jelita, tapi di satu sisi lo juga masih nyaman sama Senin?"

"Kurang lebih gitu," jawab Jinan lemah.

"Kenapa gak lo confess ke Senin dari dulu aja sih? Kalian udah deket lama kan? Lo ngebaperin tuh cewek juga udah lama," tanya Sian tak mengerti.

Pers Kampus ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang