Senior angkatan 2017 dan 2016 semua tahu, bagaimana kisah Wishaka dan Kanaya. Hanya saja, d idepan mereka berdua, semua orang berpura–pura tidak tahu. Agar tidak menyakiti keduanya. Menghargai pilihan kedua belah pihak. Meski semua orang juga tahu, dari sisi Wishaka, bahwa laki–laki itu masih menunjukan perasaan lain ketika bersama Kanaya. Seperti yang digambarkan Nana.
Meski semua orang tau garis besar cerita mereka, hanya beberapa orang yang tahu pasti alasan mereka memilih berpisah. Rata – rata hanya menyimpulkan, mereka berpisah baik – baik. Sampai disana. Terhitung, hanya Jinan, Sian, dan Naresh saja yang tahu cerita sebenarnya. Berhubung mereka ada di sana, saat Wishaka patah hati dan menangisi Kanaya.
Anehnya, Wishaka bukan menangis karena mereka yang harus berpisah.
"Cerita mereka udah in another level, ngerti nggak sih lo?" Sian mengepulkan asap dari mulutnya, meletakan batangan rokok sebelum menyeruput sedikit kopi hitam pekat di hadapannya.
"Kalau diinget lagi, sedih banget gue ngeliat Wishaka nangis segitunya. "
Naresha menangkup dagu dengan tangan kananya, menikmati hilir mudik kendaran ditengah malam.
"Lo pada tahu nggak si Naya lagi deket sama siapa gitu sekarang? Atau dideketin siapa?"
Sian dan Naresh tampak berpikir untuk mencari jawaban atas pertanyaan laki–laki jangkung di seberang meja warkop.
"Terakhir gue denger sih, Anak PR ada tuh yang deketin dia, angkatan 15 kalo nggak salah."
Sian tampak menimang, ia sendiri tak yakin dengan informasi yang dia punya.
"Kenapa? Si Wishaka ada niat mau ngepetrus lagi?" Naresha menebak.
Jinan menggeleng.
"Gue yang mau petrusin."
"EH NYET! MANTAN SOHIB LO ITU!"
"Gue tahu lo bejad tapi jangan sama mantan temen juga lah."
Ucapan Sian dan Naresh bersahutan menubruk gendang telinga Jinan dengan anarkis. Jinan hanya tertawa. Meminum kopinya dengan tenang.
Selepas pembicaraan di sekre tadi bersama anak angkatan 1, mereka nongkrong di warkop pinggir jalan tak jauh dari kampus. Awalnya hanya Sian dan Naresha saja, tapi kemudian Jinan datang bergabung. Sedangkan Wishaka dan Jaiz sudah pulang dari jam 10 tadi. Tengah malam begini memang pembicaraan akan terus berjalan semakin dalam. Asik untuk mulai membicarakan permasalahan semacam ini.
"Serius lo, Nan?" tanya Naresha waswas.
Melihat tawa Jinan, Naresha dan Sian malah semakin ngeri.
"Maksud gue, mau gue deketin lagi mereka."
Sian dan Naresha menghela nafas lega.
"Sedih nggak sih lo waktu itu liat Wishaka nangisin Kanaya segitunya? Seumur–umur gue temenan sama dia, baru kali itu gue liat dia nangisin cewek. Depan kita lagi."
Jinan kembali menyeruput kopinya.
"Yang bikin gue makin amaze adalah, alasan dia nangis," tatap Naresha sedih.
" Bukan karena dia harus putus sama Kanaya, tapi karena dia nggak sanggup liat Kanaya ternyata semenderita itu," sahut Sian.
"Gue nggak masalah kalau emang dia bukan buat gue. Tapi masalah besar buat gue, ketika tahu ternyata dia nyimpan rasa sakit, dia menderita. Hati gue serasa direnggut saat ngeliat dia nangis sepilu itu," ulang Jinan pada ucapan Wishaka 6 bulan lalu.
"Truly love," sahut Naresh yang diangguki Jinan dan Sian.
"Eh, nggak nyebat lo? Pake aja, " sodor Sian pada Jinan, mengoper sekotak menthol.
Jinan menggeleng, sudut bibirnya tersenyum kecil.
. . . . .
Kairav Naresha Kafin
Pemimpin Perusahaan 2019
Sian Axelle Farzan
Pemimpin Litbang 2019
Jinan Melviano Pradipa
Wakil Pemimpin Umum Pers Kampus 2019
. . . . .
See you on next chapter!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pers Kampus ✔
Fiksi Umum╰Pers Kampus ╮ • College life • Lokal • Semi baku Kisah mereka mencari berita hingga cinta. Dari nggak kenal, jadi kolega, katanya teman, kemudian sahabat, hingga jadi keluarga cemara. Prinsipnya, nyari berita sampe mampus! Mereka itu, • Peka sama g...