66 : Pulang

2.6K 374 14
                                    

Maka atas saran dari Thara, Sian akhirnya pulang.

Meski berat, ia memarkirkan motornya di garasi rumah, dan berjalan masuk.

Ini pukul 20.35 WIB. Suara ramai bisa Sian dengar dari arah meja makan. Tanpa berniat untuk menggubris, Sian berjalan menaiki tangga untuk masuk ke kamarnya.

Sekilas, ia bisa melihat adiknya yang baru berusia sekitar 8 tahun itu merengek tak mau makan sayur. Sambil terus menerus dibujuk oleh Ibunya.

Langkah kaki Sian terhenti sejenak menatap pemandangan tersebut.

Ia ingat sekali, dulu Ibunya juga sering memaksanya untuk makan sayur. Padahal dia sangat membenci sayuran. Ia lebih menyukai daging. Sian sering kali berlari kabur dari meja makan menghindari suapan sayur dari Ibunya.

Tak habis akal, Ibunya akan berlari untuk menyuapkan minimal 3 sampai 5 sendok sayur untuknya. Makin lama, larinya semakin lincah dan cepat, Ibunya yang saat itu dia tidak tahu sedang melawan penyakitnya harus terus menerus mengejar dirinya. Memastikan putranya makan dengan baik dan tumbuh dengan sehat.

Kalau sudah kewalahan mengejarnya, sang Papa akan muncul dan mengangkat tubuh Sian tinggi – tinggi. Setelah itu member perintah untuk segera menyantap sayuran yang sudah disiapkan Ibunya. Sian akan menurut, Papanya adalah seorang pengusaha batu bara yang keras. Ia segan sekali dengan Papanya.

Rembesan air mulai terasa di kedua kelopak mata Sian yang mulai mengabur. Cepat – cepat Ia menahannya keluar, dan kembali menyusuri tangga menuju kamarnya.


Ia pulang karena diminta Thara.

Karena takut Ibunya di surga sedih melihatnya terus menerus memakan Ayam Geprek berdua dengan Jinan di sekre.

Bukan berharap untuk disambut keluarga.

Bukan karena itu.


"Sian.."


Langkah kaki Sian terhenti.

"Makan malam dulu sini, ini Papamu beli ayam geprek kesukaan kamu."

Ibu tirinya berjalan mendekat ke arahnya. "Gak usah, aku udah makan."

Kaki Sian kembali melangkah, tapi baru satu langkah, kemudian kakinya terhenti. Menoleh sedikit kea rah Ibu tirinya.

"Tadi kotak makan siangnya enak. Anak – anak bilang makasih buat makanannya."

Setelah itu Sian benar – benar pergi masuk kamarnya.

Tidak secepat itu juga.

Ia perlu waktu untuk menata dirinya.

Setelah bertengkar hebat dengan Papanya perkara sikap dinginnya pada sang Ibu tiri dan adik, Sian merasa perlu waktu untuk lebih menerima bahwa kehidupannya kini memang telah terisi dengan seorang Ibu tiri dan seorang adik.

Ia sesaat, merasa disepelekan Papanya. Tidak dianggap sebagai anak, dan telah terbuang.

Harga dirinya sebagai seorang anak terkoyak. Ia sakit hati melihat Papa yang dulu sangat mencintai Mama dan dirinya, kini mencintai wanita dan putranya yang lain.

Sian masih belum dewasa, dan seperti kata Thara, ia harus belajar untuk menjadi dewasa.

Setidaknya, untuk mulai menerima keadaan keluarganya sendiri.



.....



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



----


See you on next chapter!

Pers Kampus ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang