58 : On Rainy Days, I Let You Go

3K 417 52
                                    

Kembali pada sore hari, di mana Wendy duduk bersisian dengan Naresha di Parkir Atas.

"Thara itu ngebuat aku sebagai manusia merasa berguna, sebagai laki – laki merasa berharga. Sebagai Naresha, merasa masih berhak dicintai."

"Seorang gadis yang bahkan masih bisa mencintai meski tahu sisi paling menjijikan dari orang yang dia sayang. Aku ngerasa, dia sosok langka yang buat aku merasa diterima."

Senyum tipis terlukis di wajah Naresha.

Membuat Wendy jadi berpikir.

Apa dirinya bukan orang seperti itu?

Apa dia tidak bisa membuat Naresha merasa berharga?

Apa yang membuatnya berbeda dengan Thara? Kalau soal galak, Wendy yakin dirinya masih tidak lebih galak dari Hanna. Malah Thara yang digadang – gadang jadi penerus Hanna.

Ambisius? Rasa – rasanya, rata – rata mahasiswa hukum memang ambisius dan keras. Straight pada hitam dan putih. Apa bedanya?

Sementara dalam sisi Naresha, ia bergumam pada dirinya sendiri.

Karena selama bersama Wendy, insecurity nya malah semakin menjadi – jadi. Dia tidak merasa pantas, tidak merasa cukup untuk seorang Sonia Wendy.

Wendy memang tidak pernah menuntut apapun darinya. Tapi dirinya yang melihat sendiri pagar dari sekitar Wendy yang dengan jelas melindungi dan melingkupi gadis itu.

Lain hal dengan Thara.

Anehnya, Naresha melihat gadis itu secara berbeda. Seseorang yang bisa menerimanya. Menerima dirinya apa adanya. Berjuang bersamanya, dan menuntunnya.


....


Selepas berbicara dengan Naresha di Parkir Atas, Wendy kembali ke sekre. Sudah hampir maghrib, jadi sekre terlihat sepi. Ada Sian dan Thara di dalam bersama Jelita. Kentara sekali Wendy melihat Sian yang tak melepaskan pandangannya dari senyum kucing Thara.

Senyum kucing gadis itu memang manis sekali. Jarang orang yang memiliki senyum seperti itu. Ia punya wajah dengan fitur tegas, namun saat tersenyum she's so adorable.

Senyum itu pula yang kini disukai Naresha.

Wendy iri.

"Ayo ke masjid dulu yuk," ajak Jelita, Thara mengikuti.

"Kenapa gak shalat di sini?" Sian bertanya tak terima. Kenapa Thara harus dibawa pergi?

"Mukenanya kan dilaundry semua Kak," jawab Jelita pada Pimpinannya itu.

Sian merengut. "Kak Sian ayo shalat," ajak Jelita.

"Enggak, gue beda Jel."

Jelita berkerut bingung. Apanya yang beda? Perasaan kemaren pas bulan puasa Sian ikut ke masjid dan antri takjil.

"Beda. Kalian manusia, dia setan. Makanya gak bisa shalat," sahut Wendy.

"Ngaco lo beda – beda, bilang aja males!" sungut Wendy, Sian nyengir.

"Kawen shalat gak?" Wendy menggeleng atas pertanyaan Jelita.

"Aku lagi halangan."

Jelita dan Thara pun memutuskan pergi.

Wendy dan Sian duduk bersisian di sofa set dekat computer.

Sian yang bermain ponsel diam – diam melirik Wendy yang menghela nafas dan memejamkan matanya. "Beres sama Naresha?"

Pers Kampus ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang