Ara memasuki rumahnya dengan keadaan muka yang sembab akibat menangis. Setelah insiden di perpustakaan tadi dengan Alvino, Ara menangis di kamar mandi dan kemudian meminta izin guru piket agar dirinya pulang dengan alasan sakit.
Melihat ada keluarga sedang berkumpul dan sepertinya sedang membicarakan mengenai perjodohan itu membuat hati Ara semakin sakit. Ia memutuskan untuk langsung masuk ke dalam kamar tanpa menyapa keluarganya. Dan itu membuat keluarganya heran dengan sikap Ara.
"Ini masih jam sepuluh pagi, kenapa Ara sudah pulang?" tanya Oma melihat cucunya sudah datang itu.
"Apa mungkin adek sakit Bun?" tanya Arka pada Airin.
"Bunda cek dulu yaa" akhirnya Airin pergi menyusul Ara ke atas.
Tok tok tok..
"Dek.. Ini Bunda"
Namun tidak ada jawaban dari sang pemilik kamar.
Akhirnya Airin masuk kamar Ara tanpa persetujuan dari Ara karena tidak ada tanggapan apa pun dari Ara. Saat Airin masuk, Ia melihat putri bungsunya sedang menangis menghadap jendela luar.
Airin mendekat ke arah Ara dan mengelus pelan bahu Ara yang membuat Ara kaget, "Bunda?"
"Kamu kenapa sayang? Sakit?" tanya Airin pada Ara yang hanya di balas dengan gelengan kepala.
"Trus kenapa? Jam segini kamu udah pulang. Ada masalah? Coba cerita ke Bunda" ucap Airin lembut kepada Ara.
Ara kemudian dengan cepat memeluk Airin dan menangis di sana. Di hatinya banyak sekali tersimpan rasa sakit namun mulutnya serasa hanya ingin bungkam. Bercerita kepada wanita yang melahirkannya pun serasa tidak bisa.
Airin yang melihat Ara menangis pun, ikut sedih walaupun tidak tahu apa yang menjadi permasalahan kesediahan Ara.
"Bunda ga tau apa yang bikin kamu nangis kayak gini. Tapi Bunda mohon bilang sama Bunda kamu kenapa?" mohon Bunda.
"Hari ini pertemuan keluarga Geovan dan Armawidjaya kan Bun?" Ara malah bertanya.
"Iya, kenapa?" tanya Airin kepada Ara dan Ara hanya diam.
"Bunda tadi lagi nyuapin Fira makan kan? Sebaiknya Bunda lanjutin aja kegiatan Bunda tadi, aku gapapa Bunda ga usah khawatir" ucap Ara kepada sang Bunda yang membuat hati Airin mencelos mendengarnya, Ia merasa Ara tengah kecewa pada dirinya. Putrinya itu enggan untuk bercerita kepadanya.
"Sepertinya sekarang ini Bunda ngerasa gagal jadi seorang Ibu yang adil. Kamu ga mau bercerita tentang keluh kesah kamu ke Bunda dan malah menyuruh Bunda untuk menyuapi Fira. Bunda rasa kamu menganggap Bunda sebagai orang baru yang belum tau apa pun tentang kamu, saat kamu nangis Bunda ga tau sebabnya--"
"Bunda adalah Ibu terhebat buat aku, kakak dan abang. Bunda ga usah merasa gagal karena memang aku di sini yang salah, aku bukannya ga mau cerita sama Bunda tapi aku rasa ceritaku ke Bunda akan jadi sia-sia"
"Please nak, cerita sama Bunda. Apa yang kamu mau dari Bunda, Bunda Insyaallah kabulin"
"Bunda becanda?" tanya Ara dengan nada tak percaya.
"Engga sayang, Bunda pengen kamu merengek ke Bunda. Bunda rindu tangisan manja kamu nak"
"Kalau aku minta, tolong batalin perjodohan Fira dan cucu Geovan gimana?"
"Maksud kamu?"
"Aku ingin tolong batalin perjodohan ini antara Fira dan Cucu Geovan, Bun"
"Tapi kenapa?"
"Karena cucu Geovan ad--"
"Bundaa, di panggil Ayah di ruang kerja Ayah" ucap Arka memanggil dan menyampaikan suruhan Ayahnya kepada sang Bunda yang membuat Ara menutup mulutnya tidak melanjutkan jawaban atas pertanyaan Airin tadi.
"Bunda mending langsung samperin Ayah" suruh Ara.
"Kamu belum selesai cerita permintaan kamu sama Bunda, tolong sel--"
"Ga usah di pikirin, Bun. Permintaan aku tadi bukan apa-apa" ucap Ara yang langsung mengajak sang Bunda untuk keluar dari kamarnya menyusul Arka. Setelahnya, Ara memasuki kamar mandi untuk bersih-bersih.
Terimakasih sudah membaca
Jangan lupa tekan bintang yaaa💚
KAMU SEDANG MEMBACA
My Name is SYANARA (COMPLETED)
Teen Fiction"Kamu ga akan pernah pergi, rumah kamu di sini kamu harus bareng terus sama Bunda" ucap Airin menahan putri bungsunya. "Maaf Bun, Ara pengen cari kebahagian Ara dan kebahagian itu ga Ara dapet di sini" ucap Ara sembari melepaskan tangan Airin yang m...