Ara pulang sekolah dengan wajah yang bisa dibilang cukup ceria sebab kejadian tadi saat ditaman bersama dengan Alvino, disana Ia begitu senang karena bisa mengobrol banyak dengan Alvino. Entah mengapa Alvino ingin dengan dirinya. Bukankah banyak wanita yang lebih daripada dirinya. Ahh entahlah Ara hanya menjalani takdir Tuhan.
Jam pulang sekolah sebenarnya jam 14.45 namun saat sampai dirumah jam menunjukan pukul 15.30 karena saat diperjalanan Ara mampir kebeberapa tempat seperti ketaman dan juga rumah singgah milik seseorang yang kenal dengan Ara 2 tahun yang lalu.
Ketika Ara membuka pintu utama, Ia langsung melihat tatapan tajam dari Ayahnya.
"Darimana kamu? Tidak tau aturan jam pulang? Mau jadi anak yang ga bener? Sekalian ga usah pulang" ucap Keenan dengan tegas.
"Yang jadi ga bener kan aku bukan Ayah" ucap Ara sambil berjalan meneruskan langkahnya. Saat baru beberapa langkah, Ara bertemu dengan Airin.
"Sayang,kamu baru pulang? Darimana aja?" tanya lemah lembut Airin.
"Kenapa? Mau marahin juga? Maaf aku capek dengerin omongan Ayah dan Bunda yang ga ada masukannya sama sekali" jawab Ara.
"Bukan gitu nak, bunda hanya tanya. Kamu udah makan?" Airin berkata dengan nada tak enak hati. Ara salah paham lagi atas niat baik yang akan dilakukannya.
"Peduli apa!" jawab Ara lalu langsung meninggalkan Airin yang masih mematung itu.
Airin dan Keenan hanya bisa sabar menatap sikap Ara yang tidak peduli dengan omongan mereka.
Ara masuk kedalam kamarnya, membuka sepatu, menaruh tas dan langsung merebahkan tubuhnya diatas tempat tidurnya. Ia merasa bersalah dengan sikap yang Ia tunjukan kepada Ayah dan Bundanya. Namun, bagaimana lagi Ara merasa mereka pantas mendapat perlakuan Ara yang seperti itu karena kesalahan mereka yang lebih membuatnya sakit hati, terpuruk bahkan tak sesenang para saudaranya.
Ara terus memikirkan semua yang terjadi tadi sambil menutup matanya, dan tanpa sadar ia terlelap begitu saja.
***
Ara bangun dari tidurnya dan tak terasa sudah pukul 9 malam. Ia tertidur cukup lama saking lelahnya. Bahkan ketika Airin membangunkan Ara untuk makan malam, Ara tak mendengar apapun. Ara langsung bergegas bersih-bersih, setelah semuanya rapi Ara keluar kamar karena merasa tenggorokannya kering.
"Ara" panggil Keenan yang kebetulan bertemu dengan Ara di tangga, mungkin Ayah udah dari kamar Fira, dia kan anak kesayangan batin Ara sambil tersenyum sinis.
Ara hanya menengok kebelakang dan berdehem untuk menjawab panggilan Ayahnya itu.
"Ayah mau tanya, Ayah tau dari temannya Fira kalo kamu mendorong Fira, betul?" Keenan bertanya dengan santai. Ara hanya diam.
"Kenapa kamu kasar? Ayah ga pernah ajarin kasar sama orang lain apalagi Fira kakak kembar kamu" Ara tersenyum sinis dan masih diam.
"Kenapa Ra? Kamu buat Ayah kecewa" Keenan berkata seolah Ara berbuat kesalahan yang sangat fatal.
"Fira ganggu aku" jawab Ara santai.
"Tapi apa perlu kamu harus mendorongnya?" Keenan berucap dengan emosi yang siap memuncak namun Ia berusaha menahannya.
"Apa masalahnya Fira bil-"
"Anak kesayangan Ayah ngadu? Iya? Kenapa? Dia ngadu apa sama Ayah? Atau dia berusaha melebihkan kejadian tadi disekolah iya?" tanya Ara memotong ucapan Keenan.
"Fira bukan orang yang seperti itu Ara" jawab tegas Keenan.
"Lalu orang yang seperti apa? Ayah hanya peduli dengan Fira. Membela Fira tanpa tau masalah yang terjadi. Seberapa besar kecewa Ayah sama aku, aku lebih kecewa sama Ayah. Ayah selalu bilang sama aku akan adil. Tapi apa? Memangnya hanya berada di satu pihak dan menyalahkan pihak lain itu suatu keadilan iya? Ayah melihat Fira hanya dari kebaikannya aja sedangkan aku? Ayah hanya lihat kejelekan aku" jawab Ara dan kemudian turun kebawah untuk mengambil air, meninggalkan Keenan yang diam mungkin sedang memikirkan perkataan putrinya itu.
Terimakasih sudah membaca
Jangan lupa tekan bintang💓
KAMU SEDANG MEMBACA
My Name is SYANARA (COMPLETED)
Teen Fiction"Kamu ga akan pernah pergi, rumah kamu di sini kamu harus bareng terus sama Bunda" ucap Airin menahan putri bungsunya. "Maaf Bun, Ara pengen cari kebahagian Ara dan kebahagian itu ga Ara dapet di sini" ucap Ara sembari melepaskan tangan Airin yang m...