.Prolog.

92.3K 4.5K 27
                                    

Suara bedebum pintu yang dibuka kasar menginterupsi gadis yang tengah duduk di depan kanvas dengan tangan yang sibuk menari disana. Gadis itu berjengit karena suara keras tadi. Beruntung dia tidak memiliki riwayat penyakit jantung, mungkin dia akan langsung masuk rumah sakit karena jantungan.

"Ikut dengan kami!" perintah salah satu dari empat pria yang masuk ke kamar bernuansa putih itu dengan kasar.

Gadis bersurai hitam yang dibiarkan tergerai itupun menatap bingung empat orang berpakaian serba hitam. "Kemana?" tanyanya.

"Berjalan sendiri atau kami seret?" alih-alih menjawab, pria itu malah melemparkan pertanyaan.

Sontak gadis itu berdiri. Dia tidak ingin mendapat hadiah hari ini. Tubuhnya bahkan masih terasa sakit sekarang. Dia masih ingin hidup, setidaknya sampai ia bisa melihat bintang secara langsung. Ya, dia sangat ingin melihat bintang yang bersinar di langit malam.

"Gadis pintar, sekarang cepat ikut kami!" perintah pria itu lagi. Dia berjalan beriringan dengan salah satu rekannya. Diikuti gadis bersurai hitam itu dibelakangnya, lalu terakhir ada dua orang yang berjalan beriringan. Seolah menjaga jika gadis bersurai hitam itu berniat untuk kabur.

Gadis itu hanya diam dan menurut saat disuruh untuk masuk kedalam mobil. Tanpa ada yang membuka suara, mobil itu berjalan meninggalkan pelataran rumah besar yang selama ini mengurungnya.

Meski ada perasaan tidak enak, dia tetap merasa senang karena akhirnya ia bisa merasakan sengatan sinar matahari saat berjalan akan masuk ke mobil tadi. Meski hanya sesaat karena setelah itu dia masuk ke dalam mobil yang sangat tertutup. Mobil ini seakan dimodifikasi seperti sekian rupa agar tidak sulit saat membawanya.

"Baik Nyonya."

Samar-samar dia mendengar suara yang berasal dari sang pengemudi. Telinganya ia tajamkan untuk mencuri dengar percakapan dua orang yang duduk didepan. Sedangkan di sebelahnya ada dua orang yang duduk mengapitnya.

"Sekitar setengah kilo meter mereka ada dibelakang kami."

"Saya pastikan mereka tidak akan mendapatkannya."

"Ya."

Entah apa percakapan dua orang berseberangan itu, karena yang hanya ia dengar itu saja. Di kepalanya mulai bermunculan pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya pusing sendiri. Tapi dari semua pertanyaan di kepalanya, satu yang penting saat ini. Mau dibawa kemana dia sekarang?

Cittt

Brak!

Suara mencekam disusul dengan dorongan keras membuat semua orang yang ada di mobil terdorong ke depan. Alhasil mereka bagian depan mereka, kecuali gadis yang sedari tadi sibuk dengan pikirannya sendiri. Posisinya yang berada ditengah membuat dia terjungkal ke depan tanpa ada penghalang.

"Akh!" pekiknya merasakan wajahnya menghantam sesuatu yang keras. Namanya apa? Ia saja tidak tahu. Yang ia ketahui ia menghantam sesuatu yang berada ditengah antara kursi penumpang dan kemudi di depan. Untuk nama bagiannya tidak ia ketahui.

"Duduk dengan benar!" bentak pria yang duduk disebelah kanannya. Tangan kekar itu menarik paksa lengan kecil miliknya. Membuat tubuhnya tertarik kebelakang hingga menghantam sandaran kursi.

"Sial!" umpat orang yang berada dibalik kemudi. "Kau! Jaga dia, jangan sampai keluar." perintahnya menunjuk pria yang duduk disebelah gadis tawanan.

Ketiga pria itu turun. Di depannya, sudah berdiri banyak orang. Hampir ada dua puluh orang berpakaian serba hitam. Lalu lima orang dengan setelan kemeja. Bisa dilihat jika lima orang tadi adalah bosnya.

"Dimana putriku?" tanya seorang pria paruh baya dengan setelan kemeja putih. Matanya menatap tajam tiga orang yang berada di depannya.

"Siapa yang kau maksud putrimu?" balas seorang pria yang tadi mengemudikan mobil.

"Tidak perlu banyak bicara, cepat katakan DIMANA PUTRIKU?!" teriaknya emosi.

"Santailah Tuan Wiratama. Jangan sampai kau terkena penyakit jantung setelah ini."

"Tutup mulutmu!" desis seorang pria yang berdiri di sebelah pria paruh baya tadi. Wajahnya masih muda, tetapi terlihat dewasa dengan setelan kemeja berwarna navy.

"Jangan merasa menang karena kami kalah jumlah Tuan. Lihatlah keatas."

Sontak semua orang menatap keatas. Tanpa mereka ketahui, sudah ada dua helikopter yang terbang diatas mereka, mengelilingi. Jika dilihat dengan jeli, ada dua orang di masing-masing helikopter yang memegang senapan, siap menembak siapapun.

"Bedebah!"

Setelah diberi kode, dua puluh orang menyerang tiga orang tadi. Kalah jumlah sebenarnya, tetapi bantuan dari atas sangatlah membantu. Karena detik berikutnya, terdengar suara tembakan memekam telinga. Membuat semua orang berlomba untuk menghindar. Beberapa dari mereka juga ada yang mencoba untuk menembak orang yang berada di dalam helikopter.

Tanpa mereka sadari, seorang pria berjalan mengendap mendekati mobil Van hitam. Dia membuka pintu dengan mudah karena tak terkunci. Bibirnya tersungging melihat dua orang yang berada di dalam mobil.

"Membusuklah dineraka." desis pria berkemeja hitam itu tajam. Sebelum pria didepannya mengeluarkan suara, dia sudah menarik pelatuk senapannya. Membuat timah panas masuk kedalam tubuh pria dihadapannya.

Berbeda dengan pria yang kini tersenyum puas melihat kematian pria di depannya, seorang perempuan memekik keras. Perempuan itu menatap nyalang juga takut pada pria yang kini masih memegang revolvernya.

"Si-siapa kamu?" cicitnya takut seraya mundur sampai tubuhnya menabrak pintu yang tertutup. Tangannya masih membekap mulutnya, tubuhnya gemetar melihat kejadian tadi. Tepat di depan matanya, ia melihat sendiri bagaimana orang itu membunuh tadi.

"Kemarilah." ucap pria itu. Tatapannya sudah tidak seperti tadi lagi. Matanya menatap sendu pada perempuan yang bersingut menjauh darinya. Menatap takut pada dirinya.

"Kamu... Pembunuh." ucap perempuan itu, semakin mencoba untuk menjauh.

Pria itu diam mendengar ucapannya tadi. Dadanya terasa sesak melihat perempuan di hadapannya ini.

"Dengar... Kamu akan aman denganku. Ikutlah denganku, disini berbahaya."

"Enggak! Aku nggak mau mati. Kamu pembunuh!" racau perempuan itu dengan tubuh gemetar.

"Kamu akan aman. Ikutlah denganku."

"Bohong! Kamu pembunuh! Pembunuh! Pergi!" teriaknya diiringi dengan isakannya. Tubuhnya semakin gemetar takut.

"Dengar..."

"Pergi!"

"Aku tidak-"

"Pergi! Hiks... Vika mau pulang."

"Percayalah padaku. Ayo pulang ber-"

"Bohong! Kamu bohong! Semua orang bohong! Pergi! Pergi kamu-"

"Revika!" bentak pria itu. Matanya berkilat, menatap tajam perempuan di depannya. "Dengar... Aku kakakmu, Reza."

🍁🍁🍁🍁

To be continue

Hello guys! Kembali lagi dengan cerita baru abal-abal saya. Padahal cerita lain belum ada yang kelar. Doain semoga kelar ya! Semoga cerita ini juga bisa sampai tamat dan dinikmati oleh kalian semua. Aamiin.

Cerita ini bukan cerita action ya, bukan cerita romance, bukan cerita teenfic (meski ada unsurnya), mungkin bakal ada percintaannya tapi dikit. Pokoknya ini cerita campuran lah. Karena cerita ini menceritakan tentang keluarga Wiratama.

Semoga kalian suka dengan cerita abal-abal saya ini. Jangan lupa tinggalkan jejak guys! Dukungan kalian sangat berpengaruh buat saya.

New Life (#1 Wiratama's) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang