New Life || 26. Bully

23.9K 1.6K 29
                                    

Selamat malam Minggu semua! Lagi pada ngapain nih? Sama kah dengan saya yang lagi rebahan sambil main hp?

Sesuai janjiku tadi pagi, juga sama salah satu dari kalian yang komen pas itu, hari ini aku double up. Jadi.... Karena hari ini udah double up, mungkin bakal up lagi Sabtu depan. Kalau ide lancar sih mungkin lebih cepet.

Happy reading!

*******

Malamnya Revika turun untuk makan malam. Sudah beberapa kali dia berpura-pura tidur saat kakak-kakaknya datang ke kamarnya tadi. Tidak mau membuat semua keluarganya khawatir, makanya sekarang dia turun. Menyapa semua orang dengan wajah cerianya kemudian mencium mereka satu persatu. Ternyata semua orang sudah ada disana, jadilah dia menjadi yang terakhir datang.

"Kenapa dari pagi nggak keluar sayang?" tanya Gifri setelah mendapat ciuman di pipi dari putri tunggalnya.

Bingung akan menjawab apa, Revika hanya bisa menundukkan kepalanya. Apa alasan yang akan diberikan pada semua orang? Dia sakit? Mereka tidak bodoh. Pasti akan tahu jika dia berbohong. Mengatakan yang sejujurnya jika dia tengah menyembunyikan lukanya? Lalu untuk apa dia mengurung diri dikamar tadi?

Merasa putrinya bingung akan menjawab apa, Farah memberi kode pada suaminya agar diam. Sebagai seorang ibu, walaupun bukan kandung, dia tahu jika Revika kini tengah menyembunyikan sesuatu dari semua orang. Alina pun merasakan hal yang sama. Hanya saja mereka berdua tidak menanyakannya pada Revika. Yah, untuk saat ini setidaknya belum, mungkin nanti mereka akan bertanya saat mood Revika membaik.

"Vika masih pengin ikut kelas dance?" tanya Rian mengetahui situasi yang kurang mengenakkan.

Kepala Revika perlahan terangkat, menatap Papahnya yang juga menatapnya. Ada rasa ragu untuk dia menjawab pertanyaan tadi. Dilihatnya para saudaranya yang duduk diam dikursi masing-masing. Mereka pun kini menatapnya, ah tidak, semua orang kini menatapnya, menunggu jawabannya.

"Jawab sesuai hati kamu sayang." Alina mengusap kepala putrinya sayang. Untuk kali ini,  Revika memang duduk disebelahnya. Dia yang meminta tadi, agar kursi yang biasa diisi oleh Reza dikosongi untuk tempat Revika nanti.

"Mmm," perlu waktu bagi Revika memutuskan. Ingin menjawab iya, tapi takut membuat semua saudaranya marah. Apalagi sebelumnya mereka semua menolak memberinya ijin untuk ikut kelas dance. Dengan berbagai alasan yang membuat dirinya ciut. "Nggak usah Pah." putusnya.

Senyum manis dia sunggingkan saat Papahnya menatap heran pada dirinya. Seakan bertanyalah lewat tatapan mata apakah dia serius. Memang dia ingin ikut kelas dance, tapi setelah dipikir lagi, dia pun tidak terlalu sangat ingin juga. Kebiasaan buruknya memang. Saat dia menginginkan sesuatu dan tidak dituruti maka dia bisa hilang kendali. Setelah itu, dia menjadi kurang tertarik akan hal yang ia inginkan sebelumnya. Dia sendiri pun tidak tahu kenapa begitu.

"Kenapa Ngel?" tanya Gibran bingung. Dalam hati dia menebak, jika alasan adiknya mengatakan tidak karena semua saudaranya.

"Nggak pa-pa."

Menghela nafas, Regan menyahut, "Biasanya cewek kalau bilang gitu aslinya ada apa-apa."

"Nah iya!" timpal Gava setuju. Berseru dengan semangatnya.

"Kayak udah pengalaman aja." Galih menoyor kepala adiknya tanpa kasihan.

"Sok-sok-an kayak pernah deket sama cewek." tambah Regan mencibir.

"Emang ada yang mau sama kamu?" dengan wajah tak berdosanya Gibran bertanya.

Wajah Gava muram, dengan gerakan dramatis dan ekspresi dibuat-buat, Gava mengangkat kedua tangannya. Membuat pose berdo'a. Kepalanya sedikit dia tengadahkan, dan memasang wajah semenyedihkan mungkin.

New Life (#1 Wiratama's) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang