New Life || 49. Rahel

21K 1.5K 121
                                    

Semuanya masih sama. Tidak ada yang berubah. Bahkan foto-foto keluarga mereka juga masih terpajang seperti semula. Rasanya seperti baru pulang dari liburan. Senyum dibibir Alina dan Farah terus mengembang sejak pertama menginjakkan kaki di rumah ini. Padahal hanya empat hari mereka tidak tinggal dirumah besar ini, keduanya sudah merasakan rindu. Mungkin karena sudah terbiasa menghabiskan waktu bersama disini. Karena disini mereka tidak merasa kesepian.

"Vika ke kamar ya Mah?" ijin Revika. Sebenarnya tidak ada gunanya juga dia meminta ijin. Karena belum Alina menjawab, kakinya sudah melangkah menuju lantai atas dimana kamarnya berada.

Semua orang saling melempar pandang. Sudahkah mereka mengatakan jika mereka membenci si bungsu yang pendiam? Mereka tidak suka dengan sisi pendiam Revika. Tidak suka ketika gadis belia itu memilih memendam semuanya sendiri. Apa gunanya mereka sebagai keluarga jika tidak bisa membantu sama sekali?

"Gava nyusul adek," entah itu sebuah ucapan pamit atau sebuah pernyataan. Cowok yang sebentar lagi akan masuk ke perguruan tinggi kini sudah pergi untuk menyusul adiknya. Tidak ada yang melarang. Karena mereka tahu, selisih umur kedua anak bungsu itu bisa membuat mereka seperti seorang teman. Semoga saja Gava bisa menghibur Revika. Setidaknya mengembalikan senyum diwajah manis gadis itu.

"Reza, Galih! Keruangan Papah!" titah Rian. Kedua putranya itu sudah berhasil memberinya kejutan. Bertindak sendiri tanpa mengatakan apapun padanya maupun Gifri. "Kamu juga," tambahnya menunjuk sang adik.

Selepas kepergian keempat pria itu, Alina menyuruh kedua putranya yang lain untuk beristirahat. Sedangkan dirinya bersama Farah berakhir di dapur. Kembalinya mereka kerumah besar juga kabar tertangkapnya Helena patut untuk dirayakan bukan? Berhubung sebentar lagi Alina bersama putrinya akan pergi, ah tidak lupa juga dengan Gava, jadi hari-hari sebelum mereka berangkat rumah ini harus terasa begitu hangat bukan?

"Dek?" panggil Gava di depan pintu kamar adiknya. Bisa saja dia langsung masuk sekarang, tetapi dia tahu jika adiknya memiliki privasi. Dilihat dari wajah adiknya saja sudah terbaca jika suasana hati adiknya itu tidak menentu. Bisa saja ketika dia menerobos masuk malah membuat adiknya marah. Ayolah, mau semanis apapun orang pasti memiliki sisi dimana mereka akan marah. Hal itupun berlaku bagi adiknya.

"Bentar Kak!"

Gava mengangguk sebagai balasan. Konyol memang dia melakukan hal itu karena sudah jelas adiknya tidak bisa melihatnya. Tak lama kemudian suara pintu terbuka membuat kepalanya yang semula menunduk kini terangkat. Matanya menangkap sosok adiknya yang sudah berganti pakaian mengenakan piyama dengan gambar Doraemon. Begitu menggemaskan adiknya ini! Untung saudara kan? Mungkin kalau tidak sudah dia ajak kencan dari dulu. Ok, buang pikiran yang mulai kemana-mana itu.

"Boleh Kakak masuk?"

Walaupun tidak menjawab, tetapi bahasa tubuh Revika sudah mengijinkannya. "Minggu depan kita berangkat," ucapnya kemudian duduk di ranjang adiknya. Begitu dengan Revika. Keduanya duduk berhadapan sekarang.

"Cepet," ucap Revika teramat pelan layaknya gumaman. Mata Revika yang tadinya menatap kuku-kuku jarinya kini beralih menatap kakaknya. "Kita bakal jarang pulang kan?" tanyanya membuat Gava kelimpungan. Mau menjawab apa dia? Karena dia sendiri pun tidak tahu.

"Fokus kita kesana itu buat kamu Dek. Kalau nanti kamu kangen sama yang lain, kamu bisa minta mereka yang nemuin kamu. Jadi jangan khawatir okay?"

Revika hanya bergumam sebagai jawaban. Gadis itu menatap kakaknya lekat. Ada keraguan baginya. Seakan ingin menanyakan sesuatu. "Kak..."

"Ada apa?"

"Vika mau tanya, jawab jujur ya?"

Dahi Gava berkerut mendengarnya, walau begitu dia mengangguk setuju. "Tanya apa?"

New Life (#1 Wiratama's) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang