Sepulang dari acara jalan-jalannya bersama Kakaknya, senyum tidak pernah luntur dari bibir gadis berusia 16 tahun itu. Ketika sampai di rumah, langsung saja dia turun dan berlari menuju kakak termudanya yang tengah menyiram tanaman di depan rumah. Tumben memang, biasanya Pak Maman yang mengerjakan itu. Mungkin kakaknya ingin merawat bunga-bunga kesayangan bundanya? Bisa jadi.
"Kak Gava!" panggil Revika setengah berteriak. Kakinya berlari kecil sembari menggenggam benda pipih pemberian dari kakak tertuanya. Sebelumnya Reza sendiri yang bilang untuk meminta Gava membuat ponsel Revika ini ada musiknya. Makanya Revika semangat menghampiri kakaknya itu.
"Eh dek?" bingung Gava saat tiba-tiba saja tubuhnya diterjang sang adik. Sejak kapan adiknya jadi agresif begini? Tapi tak apa, jarang sekali adiknya ini memeluknya seperti sekarang.
"Lihat!" Revika mengangkat ponselnya. Memperlihatkan benda pipih berwarna merah itu pada kakaknya.
"Hp? Punya kamu?"
Revika mengangguk semangat. Tentu saja dia sangat semangat, karena dia teramat senang sekarang. Sudah lama dia penasaran dengan benda bernama ponsel ini. Yang bisa membuat orang mengobrol meski dipisahkan oleh jarak. Bisa untuk mendengarkan musik. Juga hal-hal lainnya. Ah, dia sangat penasaran dengan benda ini. Tetapi, dia belum bisa menggunakannya.
"Dibeliin Kak Reza?" lagi-lagi Revika menjawab dengan anggukan. "Kok yang biasa sih dek? Minta yang mahal dong!" kekeh Gava. Dia tidak mengerti kenapa kakaknya membelikan ponsel untuk Revika yang biasa-biasa saja.
"Kenapa? Ini bagus kok! Vika pilih sendiri tadi."
Terjawab sudah pertanyaan Gava tadi. Pantas saja, mana mungkin Reza bisa menolak keinginan sang adik. Mungkin nanti dia bisa mengajari adiknya agar selera terhadap barang lebih tinggi.
"Kata Kak Reza, Kak Gava bisa isiin lagu di hp Vika. Isiin ya?" pinta Revika dengan senyum manisnya. Tak perlu memasang ekspresi begitu Gava pun akan menuruti, apalagi dengan wajah manis itu? Mana mungkin Gava bisa menolak.
"Bentar ya? Mau lanjutin nyiram bunganya Bunda." ujar Gava yang diangguki oleh adiknya.
Revika menyingkir dari hadapan kakaknya. Memberi ruang bagi Gava untuk menyelesaikan pekerjaannya. Kalau dilihat, cara kakaknya ini menyiram sangat jauh dari Pak Maman. Kakaknya hanya berdiri dan menyiram dari kejauhan. Berjalan semaunya saja. Entah semua pohon akan terkena air atau tidak. Sangat tidak adil, pikir Vika. Kan kasian pohon yang tidak mendapat jatah minum.
"Kakak kok tumben nyiramin bunga?" tanya Revika menyuarakan kebingungannya.
Terlihat Gava salah tingkah sendiri. Cowok itu terlihat berpikir keras untuk menjawab pertanyaan sang adik. "Mmm, Kakak-"
"Dihukum sama Mamah dia." ujar seseorang yang memotong ucapan Gava.
Mata Gava menatap sinis orang yang tiba-tiba datang tanpa diundang itu. Regan. Kakak paling menyebalkan menurutnya. Pria yang kadang seperti preman tetapi memiliki senyum manis itu sering kali meledek semua saudaranya. Makanya, bagi Gava, Reganlah yang paling menyebalkan.
"Kok gitu Kak?"
"Abis mecahin guci kesayangan Bunda. Mamah bilang tadi sama Bunda, makanya dihukum." jawab Regsan kemudian mengacak puncak kepala adiknya. "Habis darimana kamu?"
"Jalan-jalan sama Kak Reza. Ke taman... Taman apa ya tadi?" Revika terlihat seperti mengingat-ingat nama tempat yang baru saja dia kunjungi tadi.
"Taman safari!" celetuk Gava asal. Tangannya masih sibuk menyirami anak-anak bundanya.
"Itumah habitat lo!" Regan menoyor kepala adik sepupunya itu penuh cinta. Membuat sang empunya kepala mengadu tidak terima.
"Habitat gue habitat lo juga!" balas Gava tidak terima.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Life (#1 Wiratama's) [End]
General FictionWiratama Series 1. New Life 2. Nona Mantan 3. New Feeling Hidup tanpa tahu dunia membuatnya seperti mayat hidup. Bukan fisiknya yang terlihat mengenaskan, tetapi psikisnya. Seperti dongeng cerita seorang puteri yang dikurung dalam menara tinggi, beg...