Dari 15 Tahun yang lalu
Seperti tersambar petir disiang bolong atau dilempar bom secara tiba-tiba. Terkejut. Sangat terkejut. Ingin sekali dia berkata tidak percaya. Menyangkal sebuah fakta yang berhasil memukulnya hingga jatuh.
"Vi-Vika diculik Pah..."
Tidak ada yang keluar lagi dari bibir istrinya. Hanya itu. Dan mampu membuat dunianya runtuh. Ponsel tak bersalah miliknya menjadi korban. Setelah dia menerima panggilan dari Alina, ia melempar ponsel itu hingga membentur dinding.
Tanpa mengatakan apapun pada sekretarisnya, ia pergi dari kantor. Meninggalkan pekerjaannya. Mengabaikan panggilan sang sekretaris yang mengingatkan jika ada meeting dua jam lagi. Persetan dengan itu semua. Yang ada dalam kepalanya adalah bagaimana putrinya? Dimana putrinya? Siapa yang sudah berani menculik putrinya? Dan masih banyak lagi.
"Kenapa kamu nggak becus jagain anak sih?! Aku cuma tinggal beberapa hari aja, gimana bisa Vika diculik?!" teriakan penuh amarah tak bisa ia tahan lagi walaupun sang istri tengah menangis tersedu sekarang.
"Aku? Kamu nyalahin aku?!" pekik Alina tidak terima.
"Memang siapa lagi?! Kamu ibunya! Seharusnya kamu menjaga anak kamu!"
"Iya anak aku! Vika cuma anak aku! Anak aku yang diculik sama mantan kamu itu!"
Tubuh Rian menegang mendengar itu. Mantan. Mantan kekasihnya? Helena? Wanita itu yang menculik putrinya? Benar-benar wanita gila! Apa otak yang diberikan oleh Tuhan tidak pernah dipakai wanita itu? Jika memang masalah wanita itu dengan dirinya, dengan kedua orangtuanya kenapa putrinya yang menjadi sasaran?!
"Nyonya!"
Seorang pelayan yang tiba-tiba saja datang dengan nafas terengah membuat sepasang suami istri itu menoleh. Menatap bingung pelayan yang ditugaskan menjaga anak mereka.
"Den Regan sama Den Reza ngamuk Nyonya. Me- mereka..."
Belum sempat pelayan itu melanjutkan ucapannya, Alina sudah lebih dulu beranjak. Berlari menuju lantai dua, tempat dimana kamar kedua putranya. Sedangkan Rian memandang bingung kepergian istrinya. Otaknya masih belum bisa mencerna semua yang telah terjadi. Hanya dalam waktu sekejap bahkan tidak sampai satu hari, dunianya seakan dijungkir balikan. Berubah seratus persen.
Tak lama kemudian Rian menyusul. Melihat kondisi kedua putranya yang sedang ditenangkan oleh ibu juga beberapa pelayan. Mereka tengah mencoba menenangkan dua bocah yang kini mengamuk.
"Abang nggak bisa jaga adek! Abang salah! Abang harusnya jagain adek!" raungan itu terus saja keluar dari bibir Reza. Anak yang baru saja menginjak sekolah menengah pertama kini terlihat begitu frustasi. Menjambak rambutnya sendiri. Bahkan sesekali membenturkan kepalanya ke dinding. Mengabaikan orang-orang disekitarnya.
"Salah Kakak! Ini salah Kakak! Harusnya Kakak yang diculik bukan adek!" raungan dari Regan juga tak kalah kerasnya. Anak yang baru saja menginjak usia 7 tahun itu terlihat begitu kalut. Melemparkan semua barang disekitarnya. Tidak peduli hal itu bisa melukai orang lain. Malah dia seperti tidak menganggap orang disekitarnya.
Kaki Rian bergerak mendekati istrinya. Menarik tubuh istrinya yang terjatuh akibat dorongan kuat dari putra sulung mereka. Memeluk tubuh yang bergetar hebat sekarang. Menangis tersedu menumpahkan semua kesedihannya.
"Kita bawa mereka kerumah sakit." putus Rian.
Ayah dari tiga anak itu kembali terpukul setelah mengetahui kondisi kedua putranya. Walau begitu ia tetap mencoba menenangkan istrinya. Mengatakan jika semua akan baik-baik saja. Sebuah kata ajaib untuk menutupi ketidak mungkinan yang terjadi. Karena dia sendiri tidak yakin bahwa semua akan baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Life (#1 Wiratama's) [End]
General FictionWiratama Series 1. New Life 2. Nona Mantan 3. New Feeling Hidup tanpa tahu dunia membuatnya seperti mayat hidup. Bukan fisiknya yang terlihat mengenaskan, tetapi psikisnya. Seperti dongeng cerita seorang puteri yang dikurung dalam menara tinggi, beg...