Waktu makan malam biasanya dilakukan tepat waktu, tapi tidak dengan hari ini. Masih ada satu anggota keluarga yang belum hadir disana. Membuat semua orang minus Reza dan Galih bingung. Biasanya si bungsu akan datang lebih cepat dari kakak mereka.
"Biar Galih panggil Adek," ujar Galih memecah keheningan kemudian beranjak. Gava sudah akan ikut, tapi dilarang oleh kakak tertuanya.
Galih mengetuk pintu kamar adik bungsunya, tidak ada jawaban. Menghela nafas, tangannya memutar kenop pintu. Perlahan dia membuka pintu. Untuk kedua kalinya ia menghela nafas. Sosok adiknya tengah bergelung di ranjang luas itu. Menyembunyikan wajah menggemaskan itu di bantal.
Wanita sialan!
Pasti karena wanita tidak tahu diri itu adiknya sampai begini. Walaupun sudah memberi pelajaran pada wanita yang membuat adik begini, tetap saja masih ada rasa belum puas pada dirinya. Sebelum melihat senyum adiknya, mungkin hatinya belum merasa puas.
"Sayang...." panggilnya lembut. Kakinya melangkah mendekati ranjang adiknya. Melihat tidak ada pergerakan pada adiknya, dia mengguncang pelan bahu sang adik.
"Vika..."
Ah, ternyata adiknya itu tertidur. Samar dia mendengar erangan kesal sang adik. Jadi dia telah menganggu tidur adiknya? Tak apalah. Daripada sang adik melewatkan makan malam.
"Makan yuk?" ajaknya. Tubuhnya sudah ia dudukkan di bibir ranjang. Masih dengan tangan yang bertengger di bahu sang adik.
"Makan ya sayang?" tanyanya setelah adiknya membalikkan tubuh. Terlihat menggemaskan wajah baru bangun itu dengan mata masih belum terbuka.
"Hmm?" gumam Revika sedikit mengintip. "Nggak usah makan ya? Vika nggak laper." lanjutnya sedikit bergumam. Matanya saja masih enggan dia buka.
"Nanti sakit."
Kepala Revika menggeleng pelan. Posisi tubuhnya ia ubah menjadi menghadap sang kakak. Telapak tangan Kakaknya ia tarik kemudian dijadikan bantalan sisi wajahnya. Begini saja, dia sudah merasa nyaman.
"Ngantuk banget?" tanya Galih dengan kekehan geli melihat tingkah adiknya. Ingin rasanya ia ikut tidur saja dan mendekap tubuh mungil itu. "Mmm, gimana kalau kita makan diluar?" tanyanya mencoba menarik perhatian.
Benar saja, kepala adiknya itu bergerak. Sepasang mata jernih itu terlihat berbinar. "Ayo!" seru Revika semangat. Begitu semangat untuk ukuran orang baru bangun tidur. Bahkan gadis itu sudah mendudukkan tubuhnya. "Eh tapi... Emang boleh? Dirumah juga ada makanan." nada murung tidak bisa ia sembunyikan dengan baik.
"Emang siapa yang bakal larang kamu?" Galih beranjak dari duduknya. "Siap-siap sana, Kakak tunggu dibawah." ujarnya yang dibalas anggukan semangat oleh adiknya. Senyum pun ikut terukir di bibirnya melihat wajah senang adiknya.
"Mm, Kak..." panggil Revika pelan. Matanya menatap ragu sang kakak yang juga tengah menatapnya dengan tatapan bertanya. "Itu... Perginya cuma berdua ya?" pintanya ragu.
Dahi Galih berkerut, memasang raut bingung walaupun hanya sebentar. Setelahnya dia mengangguk, mengiyakan permintaan adik bungsunya. Tanpa diduga, adiknya berlari kearahnya kemudian mencium pipi kirinya. Meneriakan kata terimakasih sebelum berlalu ke kamar mandi.
Ada yang aneh dengan dirinya. Matanya terus terpaku pada pintu kamar mandi yang tertutup sekarang. Menghalangi pandangannya untuk melihat sang adik. Telapak tangannya meraba dada kirinya.
Ini salah.
*****
Galih sudah meminta ijin pada semua keluarganya. Para orangtua awalnya melarang, begitupun dengan kakak berbeda orangtuanya. Tapi dia berhasil membujuk dengan alasan Revika yang menginginkan. Padahal tadi dia yang menawarkan. Maafkan kakakmu ini dek.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Life (#1 Wiratama's) [End]
Aktuelle LiteraturWiratama Series 1. New Life 2. Nona Mantan 3. New Feeling Hidup tanpa tahu dunia membuatnya seperti mayat hidup. Bukan fisiknya yang terlihat mengenaskan, tetapi psikisnya. Seperti dongeng cerita seorang puteri yang dikurung dalam menara tinggi, beg...