Tidak keluar dari kamar, tidak melakukan apapun. Revika hanya tiduran dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya. Dia tidak mau jika tiba-tiba ada orang masuk dan melihat kondisi tubuhnya. Luka sayatan di lehernya sulit untuk dia tutupi. Untuk yang di lengan, dia sudah menutupinya dengan baju lengan panjang.
Lagipula tubuhnya juga terasa lemas sekarang. Bukan, dia tidak sakit. Tapi dia tengah merenung sekarang. Mengingat kembali masa lalunya. Masa dimana hidupnya benar-benar suram. Melihat bintang pun dia tidak bisa.
Tadi seorang pelayan sudah memanggilnya untuk sarapan. Pintu kamarnya masih dia kunci. Entah kakaknya mencoba masuk atau tidak. Dia tidak peduli, dia hanya tidak mau anggota keluarganya melihatnya seperti ini.
Ingatan Revika jatuh pada saat pertama dia tahu, kalau dia bukanlah putri dari Helena. Ya, Helena. Wanita yang mengatakan jika dia adalah Mamah-nya.
"Jadi Vika bukan anak Mamah?" tanya Revika. Sepasang mata bulatnya menatap tak percaya pada wanita yang kini tengah menyeringai lebar. Terlihat sangat menakutkan.
"Mamah bohong kan?" tanya Revika lagi. Terpancar harapan dimatanya. Sangat berharap jika ibunya hanya tengah bercanda.
"Mana mungkin saya melahirkan anak lemah sepertimu?" bentuk jawaban Helena benar-benar menghancurkan hati Revika.
Kemarin dia baru saja berusia 13 tahun, dan sekarang dia mendapat hadiah dari Mamahnya, yaitu fakta bahwa dia bukanlah anak dari wanita itu. Jadi ini jawaban dari pertanyaannya selama ini. Pantas saja Helena kerap kali bertindak kasar padanya. Walau begitu sejak dulu dia terus saja sayang pada Mamahnya.
Saat dia masih anak-anak, dia tidak diijinkan bermain keluar. Ah tidak hanya dulu, sekarang pun sama. Lebih tepatnya, sejak dulu dia tidak diperbolehkan untuk keluar dari rumah tanpa seijin Mamahnya. Ada yang aneh juga, rumahnya selalu dijaga dengan ketat. Jika itu hanya untuk menjaganya agar tidak keluar rumah, dia rasa itu berlebihan. Tetapi dia tidak berani bertanya hal itu lagi pada Mamahnya. Cukup sekali saja, dia dikurung dikamar mandi seharian karena bertanya tentang orang-orang berbaju serba hitam disekitar rumah.
Semua perlakuan kasar Helena padanya selalu menimbulkan tanda tanya dikepalanya. Kenapa Mamahnya memberinya hukuman berat bahkan saat dia hanya melakukan kesalahan kecil? Pukulan sudah biasa didapatkannya sejak dia masih kecil. Saat dia menangis karena menginginkan sesuatu, maka tangan Helena akan mendarat ketubuhnya. Lalu dia akan diberikan sebuah obat penenang yang sampai sekarang menjadi candunya. Dia sendiri tidak tahu, kenapa dia diberi obat itu.
Dan sekarang terjawab sudah, kenapa sikap Helena sangat kasar padanya. Kenapa dia hanya sendiri dirumah ini bersama para pelayan juga penjaga diluar sana. Helena akan berkunjung sesekali itupun akan memarahinya padahal kesalahannya hanya kecil. Ah, diapun tidak lupa betapa marahnya Helena saat ia bertanya tentang keluarganya.
"Lalu siapa orangtuaku?" tanya Revika dengan suara bergetar.
Terlihat Helena menyunggingkan senyum iblisnya. Senyum yang selalu dilihatkannya saat dia akan memberi Revika hukuman. Saat kaki Helena melangkah, reflek Revika mundur.
"Akh!" pekik Revika ketika telapak kakinya menginjak sesuatu yang tajam. Dia lupa, tadi Helena melemparkan gelas hingga menabrak dinding dan pecah. Kini, dia menginjak pecahan itu.
Seringaian Helena semakin melebar. Hanya dengan satu dorongan, Revika sudah tersungkur dilantai. Tidak ada rasa kasihan sedikit pun saat melihat air mata Revika. Malah rasa bahagia semakin membuncah dihatinya. Terlebih saat tangan Revika ikut terluka karena mengenai pecahan gelas tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Life (#1 Wiratama's) [End]
General FictionWiratama Series 1. New Life 2. Nona Mantan 3. New Feeling Hidup tanpa tahu dunia membuatnya seperti mayat hidup. Bukan fisiknya yang terlihat mengenaskan, tetapi psikisnya. Seperti dongeng cerita seorang puteri yang dikurung dalam menara tinggi, beg...