New Life || 03. Abang [Revisi]

51.1K 3.4K 29
                                    

Setelah lama berbincang dengan kakaknya, Regan, Revika pamit kembali ke kamar untuk mandi. Berkeliling rumah ternyata membuat tubuhnya sedikit lengket.

Aneh kembali menyergapnya saat ia masuk kedalam kamar mandi. Banyak benda yang membuatnya bingung. Tidak ada bak mandi seperti di kamar mandi lamanya. Tidak ada kloset tempat dimana dia biasa berjongkok. Ah, kenapa semua ini malah membingungkan.

Kaki Revika berjalan memasuki kamar mandi. Melihat-lihat isi dari ruangan bernuansa putih itu. Ia benar-benar bingung dengan semua ini. Biasanya saat ia mandi, ia hanya akan bertemu dengan bak mandi dan gayung. Sabun, shampo, dan sikat gigi dia tahu, tapi yang lain? Benda macam apa itu?

"Kenapa di dalam cerita nggak dijelaskan gimana isi kamar mandi?" tanya Revika bingung. Dalam cerita-cerita yang dibacanya, tidak ada keterangan di dalam kamar mandi. Biasanya sang tokoh akan mandi lalu selesai di bagian selanjutnya. Jika saja diterangkan bagaimana kegunaan semua benda ini, pasti dia tidak akan bingung.

"Akh!" pekik Revika kaget saat tiba-tiba saja air mengguyur kepalanya setelah ia memutar sebuah benda, entah apa namanya ia tidak tahu.

"Astaga! Gimana caranya biar airnya berhenti keluar?" tanyanya bingung setelah mundur agar terhindar dari benda yang ia pikir seperti pancuran. Benda itu terus saja mengeluarkan air. Bagaimana cara menghentikannya?

"Jadi dengan air ini aku mandi?" lagi-lagi dia hanya bisa bermonolog. "Yah, daripada airnya habis dan aku belum mandi."

Sebelum memulai ritual mandinya, Revika menutup pintu terlebih dahulu. Beruntung sudah ada handuk tersampir didalam kamar mandi yang luas ini. Hanya untuk mandi saja seluas ini? Tidak heran kenapa kamarnya sangatlah luas. Ada benda lain juga di sebelah handuk yang tersampir, entah apa itu. Tak mau ambil pusing, Revika segera memulai ritual mandinya dibawah air mancur yang terus saja mengeluarkan air.

🍁🍁🍁🍁

"Gibran?"

Pria yang merasa namanya tersebut, menolehkan kepalanya ke sumber suara. Bibirnya tertarik, membentuk senyum manis saat melihat wanita yang menyandang gelar terpenting hidupnya. Siapa lagi kalau bukan sang bunda?

Tanpa banyak bicara, Gibran beranjak dari duduknya. Pria berusia 21 tahun itu segera memeluk tubuh ibunya. Sudah hampir 3 bulan ia tidak bertemu dengan sang ibu. Membuatnya merasa rindu pada ibunya.

"Bagus ya, udah tiga bulan baru pulang." omel Farah setelah melepas pelukannya bersama sang anak. Tak lupa tangan kanannya sudah bertengger di telinga putranya. "Masih inget jalan pulang kamu?" lanjutnya merasa kesal. Bagaimana tidak? Anaknya ini jarang sekali pulang. Sekalinya pulang juga akan sibuk dengan urusannya sendiri.

"Maaf bunda." ucap Gibran dengan wajah dibuat memelas, tetapi gagal total. Garis wajahnya itu menurun dari sang bunda, terlihat jutek saat diam tapi manis saat tersenyum. Hanya saja, sifatnya menurun dari sang ayah, pendiam, jadilah sosok berwajah jutek dengan sifat pendiam yang terkesan dingin.

"Nggak kangen apa kamu sama Bunda?"

"Kangen lah Bun... Udah dong Bun, sakit." telinganya terasa akan putus karena terus ditarik oleh ibunya sendiri.

"Bohong! Kamu pulang juga buat nemuin adik kamu kan?"

"Iya." jawab Gibran spontan. "Sama nemuin Bunda juga tentunya." lanjutnya setelah mendapat delikan maut dari sang bunda.

Farah melepaskan jeweran ditelinga anaknya. Membuat para penonton, orang-orang yang tadi tengah duduk bersama putranya bersorak kecewa. "Kamu bakal tetep dirumah?"

New Life (#1 Wiratama's) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang