New Life || 13. Trauma [Revisi]

35.1K 2.3K 41
                                    

Sudah dua hari sejak kejadian yang membuat Alina sampai nekat masuk kedalam air demi putrinya. Untuk keadaan Alina, wanita itu sudah membaik. Sebelum pulih pun dia sudah memaksa untuk menemui putrinya, belum lega rasanya jika dia belum melihat kondisi putrinya dengan mata kepalanya sendiri. Beruntung sang suami mau mengerti, dia diberi izin untuk kerumah sakit tetapi sebentar. Dengan ancaman dia pun akan dirawat jika memaksa ingin bertemu dengan Revika lama-lama.

Dua hari berlalu namun hanya sekali Alina bertemu dengan putrinya. Sekarang dia hanya bisa menunggu dirumah kedatangan putrinya. Selalu berdo'a untuk kesembuhan putrinya.

Rasa khawatir menyelubungi semua anggota keluarga kecuali Alina juga Revika tentunya. Alina sendiri tidak diberi tahu kondisi terkini putrinya. Tidak ada yang memberi tahu bahwa Revika trauma setelah kejadian itu. Tidur gadis 16 tahun itu selalu tidak nyenyak. Ditengah malam dia sering terjaga. Tidurnya gelisah seakan dia tengah bermimpi buruk.

Seperti malam ini, malam ketiga Revika ada dirumah sakit. Malam ini semua saudaranya ada disini. Sedangkan para orangtua pulang untuk beristirahat. Mereka semua terjaga dengan Revika yang ada dalam dekapan Galih. Memang sudah tidak menangis seperti tadi, tetapi mata gadis itu tak kunjung terpejam.

"Kamu nggak ngantuk?" tanya Galih. Bukannya dia merasa lelah menjaga sang adik, hanya saja dia khawatir dengan kesehatan adiknya yang sering kekurangan tidur. Adiknya berkata, mimpi buruk selalu datang ketika dia memejamkan mata. Oleh karena itu adiknya enggan untuk memejamkan mata.

Kepala Revika menggeleng pelan. Posisinya dalam dekapan sang kakak, dia yakin jika kakaknya itu bisa merasakan pergerakannya. Kedua tangannya melingkari perut kakaknya, sedangkan dia bersandar di dada sang kakak. Nyaman, tapi tidak membuatnya tertidur.

"Kamu butuh istirahat sayang." ucap Galih mencoba membujuk. Tangannya senantiasa mengusap kepala adiknya, mungkin saja hal tersebut bisa mendatangkan rasa kantuk.

Lagi-lagi hanya gelengan yang menjadi jawaban Revika. Menghela nafas, Galih menatap keempat saudaranya. "Kalian tidur aja, biar aku yang jagain adek." ujarnya. Melihat wajah lelah para saudaranya membuat dia merasa kasihan. Dia tahu, kegiatan mereka padat ditambah harus menjaga sang adik. Bukan berarti menjaga adik sebagai beban, tetapi mereka tetap butuh istirahat.

"Nggak lah kak, kasian masa melek sendirian." ucap Gava. Ditangannya sudah ada benda pipih yang selalu menemaninya. Mungkin dengan ini dia bisa menahan kantuk. "Lagian besok kan libur, gapapa lah begadang." lanjutnya seraya meluruskan kakinya.

"Kalian berdua tidur, besok ada janji sama dosbing kan?" tembak Reza sebelum kedua adiknya membuka mulut.

Baru aja mau bikin alesan. Gerutu Regan dalam hati. Menuruti ucapan sang kakak tertua, pria itu kembali merebahkan tubuhnya. Begitupun dengan Gibran. Bedanya lelaki itu mengambil ponsel adiknya terlebih dahulu. "Lo begadang juga gada gunanya. Mending tidur aja." ucapnya kemudian mematikan ponsel adiknya.

"Elah!" erang Gava kesal tetapi menurut juga. Dia ikut merebahkan tubuhnya di kasur lantai. Yah, untuk kedua kalinya mereka tidur di kasur lantai. Hanya Regan, Gibran, dan Gava. Karena Reza ada di sofa sedangkan Galih satu ranjang dengan si bungsu. Tak apa, yang penting mereka bisa menemani adik mereka.

"Nggak tidur kamu Za?" tanya Galih melihat Reza sudah fokus dengan laptop. Mau dimana pun pria itu pasti membawa laptopnya.

"Nanti." jawab Reza tanpa mengalihkan fokusnya.

"Kamu nggak tiduran aja?" tanya Galih pada adiknya. Akibat terbangun tadi, kini mereka duduk dengan Galih menyandar pada kepala ranjang sedangkan adiknya menyandar padanya.

Seperti sebelumnya, Revika hanya menggeleng. Meski begitu Galih merasa senang. Setidaknya adiknya mau merespon ucapannya. Tak seperti saat awal adiknya trauma. Ucapan siapapun tak akan di respon olehnya.

New Life (#1 Wiratama's) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang