Setengah jam lalu Revika sudah membuka matanya. Kondisinya yang stabil membuat keluarganya diizinkan untuk masuk kedalam ruangan. Berbeda dari sebelumnya, Revika kini benar-benar menjadi pendiam. Hanya terdiam dengan tatapan kosong. Menjawab ucapan orang-orang seadanya. Seperti mengangguk dan menggelengkan kepala.
"Vik, nonton idola kamu yuk? Yang kata kamu ganteng itu. Siapa ya namanya? Tae..."
Hampir saja Gava menjerit senang ketika adiknya mau menatapnya. Walau hanya sebentar. Tidak sampai dua puluh detik. Lalu kembali memalingkan wajahnya. Seakan tidak ingin diganggu.
"Rahel kesini boleh nggak?" lagi Gava mencoba menarik perhatian adiknya. Sangat sulit membuat adiknya ini mengeluarkan suara. Berbagai cara sudah ia lakukan namun hasilnya nihil.
Sama seperti sebelumnya, Revika hanya menggeleng saja sebagai jawaban. Lalu kembali menatap kosong dinding kamar. Menghela nafas, Gava berjalan gontai menuju sofa. Tubuhnya ia hempaskan di sofa, duduk disebelah Abangnya, Gibran.
"Galih mana?" tanya Reza yang tidak melihat sosok Galih sejak tadi. Saking kalutnya ia dengan kondisi adiknya sampai melupakan salah satu saudaranya.
"Kak Galih..." Gava menggantungkan ucapannya. Benar juga, dimana kakaknya yang satu itu? Dia kembali memutar ulang ingatannya. Malam ketika Revika drop mereka semua langsung bergegas membawa si bungsu kerumah sakit. Ah, ia ingat dengan jelas, bahwa dia hampir ketinggalan semalam. Untung saja Regan membawa mobil sendiri, jadilah ia menyusul bersama Regan.
"Dirumah?" tanya Gibran yang juga bingung. Semalam ia sibuk menenangkan ibunya. Apalagi Ayahnya ada urusan mendadak, jadilah ia menemani ibunya sepanjang malam. Membujuk wanita yang telah melahirkannya itu agar mau istirahat. "Tapi tadi gue nggak liat." ia kembali bergumam. Pagi tadi dia pulang untuk mengantarkan kedua ibunya bersama Regan.
Ada banyak keanehan yang baru ia rasakan sekarang. Galih yang tidak muncul padahal adik mereka sampai di rawat. Lalu Mamah Papahnya yang terlihat berselisih paham. Papahnya pun pagi ini tidak terlihat. Ketika dia bertanya pada Regan, anak itu tidak menyahut sama sekali. Dan sikap Regan yang pendiam sangatlah bukan Regan. Ada apa dengan keluarganya?
"Hpnya-"
Brak!
Suara pintu terbuka secara kasar mengagetkan semua orang. Bahkan Revika yang sedari tadi tengah melamun ikut terkejut. Matanya langsung mengarah pada sosok yang muncul dibalik pintu. Sosok yang tengah menjadi perbincangan tadi. Galih berdiri disana dengan tampang lelahnya. Seperti tidak tidur semalaman.
"Papah dimana?" tanya Galih to the point. Bahkan ia tidak repot-repot untuk menanyakan keadaan adiknya.
"Papah?" bingung Gava.
"Nggak tahu." jawab Gibran.
Menghela nafas, Galih meraup wajahnya. Terlihat jelas jika pria itu tengah frustasi. Pandangan matanya beralih menatap sosok yang juga tengah menatapnya yang kini tengah terbaring di ranjang rumah sakit. Perlahan dia mendekati adik kecilnya itu.
"Maaf Kakak baru dateng, kamu nggak pa-pa?" tanyanya lembut sembari mengusap pipi adiknya.
Tidak ada jawaban seperti yang lalu-lalu. Tapi siapa sangka jika adik mereka akan bergerak? Revika terlihat berusaha mendudukkan tubuhnya yang langsung Galih bantu dengan sigap. Kedua tangannya mencengkram erat bahu adiknya yang terasa begitu rapuh.
Satu tangan Revika bergerak menyentuh tangan Kakaknya yang bertengger di bahu kirinya. Tidak hanya menyentuh, melainkan menggenggam. Yang langsung dibalas genggaman erat oleh kakaknya itu.
"Nyanyi," lirih Revika. Begitu pelan hingga hanya Galih yang dapat mendengarnya.
"Nyanyi?" dahi Galih berkerut. Menatap bingung adiknya. "Kamu mau Kakak nyanyiin?" tanyanya mencoba menebak maksud ucapan adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Life (#1 Wiratama's) [End]
General FictionWiratama Series 1. New Life 2. Nona Mantan 3. New Feeling Hidup tanpa tahu dunia membuatnya seperti mayat hidup. Bukan fisiknya yang terlihat mengenaskan, tetapi psikisnya. Seperti dongeng cerita seorang puteri yang dikurung dalam menara tinggi, beg...