Usai sarapan, hampir semua anggota keluarganya pergi. Tidak banyak yang Revika tahu, kata ibunya mereka semua ada urusan masing-masing. Bahkan Gava saja pergi, tapi sebelum itu kakak termudanya itu menjanjikan akan membawanya pergi setelah pulang nanti. Tapi kapan pulangnya?
Jadi disinilah Revika sekarang, duduk diam di gazebo, memandang taman yang nampak asri dilagi hari. Disebelahnya ada sebuah novel yang belum selesai dibacanya kemarin. Sengaja ia bawa untuk membunuh rasa bosan. Tidak ada yang bisa dia lakukan, karena ia sendiri bingung mau melakukan apa.
Padahal tadi dia sudah akan melihat juga belajar cara memasak, tapi belum juga ia menyentuh pisau, Ayahnya sudah melarang terlebih dahulu. Kemudian disusul Reza juga Galih yang mendukung keputusan ayahnya agar tidak memasak. Katanya berbahaya. Padahal kan biasa saja, malah terlihat asik. Tapi sayang ia tidak bisa merasakan hal itu.
"Lebih baik kamu baca novel atau nonton tv daripada masak."
Itulah ucapan kakak tertuanya sebelum pergi ketempat yang disebut 'kantor'. Dia tidak tahu apa itu kantor, apa itu tempat dimana kakaknya itu bekerja? Mungkin dia bisa menanyakannya nanti. Bisa jugakan dia minta diajak kesana? Hitung-hitung agar dia tahu dunia luar. Tapi jika itu memang tempat kakaknya bekerja, bukankah dia hanya akan mengganggu saja? Ah, mungkin dia harus mengurungkan niatnya itu.
Ada rasa iri dihati Revika melihat banyaknya tumbuhan di taman. Mereka hidup bersama, mereka tidak merasakan kesepian, mereka selalu memiliki teman, bahkan saat malam datangpun mereka tidak perlu takut, karena mereka tidak pernah sendiri. Tidak sepertinya, dia ingat dengan jelas bagaimana kehidupannya dulu. Selalu sendiri dalam ruangan minim penerangan saat malam.
Menghela nafas pelan, Revika menidurkan tubuhnya dengan kaki yang menggantung kebawah. Matanya menatap langit-langit gazebo. Ingatannya akan kehidupannya dulu membuat dia kembali melihat kembali bagaimana keadaannya dulu.
Gadis kecil tanpa tahu apapun, hidup sendirian dalam ruangan yang disebutkan oleh orang itu sebagai kamar. Hanya ada satu ranjang kecil juga lemari. Terdapat jendela tetapi tidak bisa dibuka. Beberapa lubang kecil diatas yang membuat ruangan tidak begitu pengap. Tetapi tetap saja terasa panas. Terlebih saat siang hari. Bisa dibayangkan bagaimana panasnya bukan?
"Revika?!"
Panggilan setengah berteriak membuat Revika terperanjat. Tubuhnya segera ia dudukan. Kepalanya menoleh ke sumber suara, disana sang Bunda juga Mamahnya berdiri berdampingan dengan wajah panik. Ada apa dengan mereka?
"Kamu ngapain disini sayang?" tanya Bundanya, wajahnya sudah mulai rileks. Tidak seperti tadi yang cemas.
"Baca buku." jawab Revika seraya mengambil buku disebelahnya, menunjukan pada Bundanya.
"Mamah pikir kamu dikamar, ternyata disini." ujar Mamahnya seraya berjalan menujunya. Tanpa memberitahu, wanita itu memeluk putrinya erat. Seakan mereka akan berpisah lagi.
"Mamah khawatir pas nggak nemuin kamu di dalam rumah. Ternyata kamu disini," ucapnya setelah melepas pelukan mereka. "Suka baca novel?" tanyanya.
Revika mengangguk sebagai jawaban. Dia masih merasa terkejut dengan kemunculan tiba-tiba kedua ibunya. Juga pelukan erat dari Mamahnya, seakan mereka sudah berpisah cukup lama. Apa Mamahnya itu takut dia bilang kembali?
"Kamu juga suka baca buku non-fiksi nggak?" tanya Farah seraya mengusap kepala putri tunggal keluarga Wiratama itu.
"Buku non-fiksi? Buku apa itu Bun?" bingung Revika. Baru kali ini dia mendengar kata non-fiksi. Apa itu termasuk judul cerita?
"Buku yang kamu baca itu buku fiksi, yang berisi karangan dari penulis."
"Jadi buku non-fiksi itu yang berisi kenyataan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
New Life (#1 Wiratama's) [End]
General FictionWiratama Series 1. New Life 2. Nona Mantan 3. New Feeling Hidup tanpa tahu dunia membuatnya seperti mayat hidup. Bukan fisiknya yang terlihat mengenaskan, tetapi psikisnya. Seperti dongeng cerita seorang puteri yang dikurung dalam menara tinggi, beg...