"Sudah berapa hari kita tidak kesini?"
"Sekitar... Tiga hari?"
"Ah, kupikir baru kemarin ternyata sudah tiga hari. Waktu berjalan begitu cepat bukan?"
Tidak ada sahutan lain selain kekehan kecil dari Galih. Kedua pria dengan setelan jas rapi itu keluar dari mobil. Jika biasanya mereka menggunakan mobil biasa, kali ini mereka menggunakan mobil sport hitam metalik. Jika biasanya mereka akan langsung memarkirkan mobilnya di basement, kali ini berbeda. Dengan sengaja Reza menghentikan mobil di depan loby.
Bukan hanya satpam yang terkejut, pegawai lain pun sama. Melihat kedatangan kedua pria yang dikatakan akan mewarisi perusahaan besar ini bersama dengan saudara yang lain. Tetapi beberapa hari yang lalu seorang wanita mengambil alih. Tanpa keterangan apapun. Dan bos mereka dari keturunan Wiratama juga menghilang begitu saja.
"Ruangan Papah?" tanya Galih memastikan ketika lift sudah bergerak naik.
"Wanita itu bermimpi menguasai semuanya bukan?"
"Kupikir akan ada sedikit drama tadi. Seperti pelarangan masuk misalnya?"
Reza terkekeh pelan. "Kedatangan kita adalah kejutan. Lagipula wanitamu yang sudah mengurus."
"Wanitaku ya?" gumam Galih pelan seraya menganggukkan kepalanya.
Tidak ada percakapan lagi selagi menunggu lift khusus para petinggi ini terus bergerak. Galih terpaku pada sosoknya dalam pantulan cermin. Biasanya dia akan merasa biasa saja saat berada disini. Merasa jika dia juga bagian dari Wiratama. Namun kali ini berbeda. Dia merasa jika bukan tempatnya disini. Menghela nafas pelan, bukankah seharusnya ada kebaikan yang ia balas pada keluarga ini? Keluarga yang sudah merawatnya sedari kecil.
Berbeda dengan Reza yang kini terlihat tenang dengan sorot mata tajamnya. Kepalanya tengah memikirkan balasan apa yang harus ia berikan pada wanita sialan itu. Kematian terlalu mudah baginya. Jika ada yang lebih sulit, kenapa dipermudah? Bukankah itu prinsip orang Indonesia?
Ting!
Keduanya berjalan bersama tanpa menghiraukan beberapa orang yang tengah berjaga. Oh, jadi Helena memasang pengawal disini? Menggelikan.
"Siapa kalian?" tanya salah satu pria dengan seragam serba hitam. Tepat di depan pintu ruangan Rian keduanya dihentikan.
"Tentu saja pemilik tempat ini. Minggir!" tajam Reza.
Baru saja orang itu akan mengeluarkan suara, pintu dibelakangnya terbuka. Menampakan sosok gadis belia. Gadis yang seumuran dengan adik mereka. Yang sialannya menjadi satu-satunya teman si bungsu Wiratama. Jika saja mereka tahu dari awal siapa Rahel sebenarnya, sudah jelas mereka akan mendepak gadis itu sejak awal.
"Apa kabar Kak?" sapa Rahel dengan senyum ramahnya.
"Dimana ibumu?" tanya Reza tanpa berniat untuk membalas sapaan Rahel. Terlalu basa-basi. Dia tengah malas sekarang.
"Tentu saja di dalam." Rahel melangkah mundur sembari membuka pintu lebar-lebar. "Masuklah!"
Kedua pria itu saling melempar pandangan sebelum masuk kedalam sana. Ruangan yang masih terlihat sama. Hanya pemiliknya saja yang berbeda. Seharusnya Rian lah yang duduk disana. Bukan seorang wanita licik. Memang seberapa besar kemampuan wanita itu hingga ingin mengurus semua ini. Apa dia pikir mengurus sebuah perusahaan besar mudah? Semudah wanita itu menculik adik mereka dulu? Jika itu yang Helena pikirkan, maka pemikiran dangkalnya sangatlah salah.
"Ah, selamat datang Reza Wiratama dan Galih... Sanjaya." Senyum lebar terulas dibibir merah Helena. Wanita yang sepertinya tengah sibuk tadinya, kini mencondongkan badannya kedepan dengan kedua siku bertumpu pada meja dan kedua tangannya bertaut. "Ada apa sampai kalian repot-repot datang kesini? Mencari harta kalian yang tertinggal eh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
New Life (#1 Wiratama's) [End]
General FictionWiratama Series 1. New Life 2. Nona Mantan 3. New Feeling Hidup tanpa tahu dunia membuatnya seperti mayat hidup. Bukan fisiknya yang terlihat mengenaskan, tetapi psikisnya. Seperti dongeng cerita seorang puteri yang dikurung dalam menara tinggi, beg...