'¤| Bab 41☆

51 12 3
                                    

Kebohongan itu hanya
sementara. Tidak kekal sifatnya,
namun orang yang memegang
teguh sifat itu pasti pedih dalam
kesengsaraannya.

-Rusmiati Putri-

"Terima kasih Anak-anak. Ibu pergi dulu, jangan berisik. Assalamualaikum!" pamit Bu Nisa selaku guru bahasa Indonesia.

Sontak kelas XI MAIPS 2 langsung mengangkat kepala dan memberikan jempolnya, "Siap, Bu. Wa'alaikumussalam!"

Raya memegang buku sejarah yang baru saja ia keluarkan dari dalam tasnya dengan malas.

Herlin yang berada di samping Raya mengernyit, "Ngapa lu, Ra?"

"Biasa," jawab Raya singkat sembari mengedikkan bahu.

"Biasa apaan dulu?" tanya Herlin lagi.

"Enggak tahu. Males bahas gua," ucap Raya lalu menelungkupkan kepalanya di atas meja.

Herlin mendengus lalu mendudukkan dirinya, bosan sekali rasanya.

Mau mengajak Raya bermain, tapi sepertinya gadis itu terlalu lelah sehingga tak membiarkan Herlin mengajaknya bermain.

"Lin!"

Herlin menoleh saat ada yang memanggil namanya, Rusmi.

"Raya kenapa?" tanya Rusmi membuat Herlin mengangkat bahu acuh. "Enggak tahu, gue tanya enggak dijawab."

Rusmi mengangguk, "Yaudah. Lo kalau bosan main aja sama kita di belakang," ucap Rusmi membuat Herlin mengangkat jempolnya.

Rusmi berniat berjalan ke belakang tetapi ia tak sengaja menyandung kaki meja sehingga menimbulkan suara yang keras.

Brak!

Raya mengangkat pandangannya, ia menemukan sosok Rusmi yang sedang mengangkat kakinya, kesakitan.

Ia berdecih, "Makanya jangan sok-sok an nendang meja."

Rusmi mendelik, "Sok tahu lo!"

Raya menggelengkan kepalanya, tak ingin melanjutkan perdebatan.

Rusmi tersenyum miring, "Ra, main hayo ke belakang sama anak-anak."

"Enggak. Lo aja sono," ucap Raya sembari memejamkan matanya.

"Tapi gue mau nya ngajak lu," goda Rusmi yang terdengar seperti paksaan di telinga Raya.

Raya membuka matanya tajam, "Lo kalau cuma mau bikin gua marah mending pergi, Mi."

Rusmi mengedikkan bahunya acuh, "Tapi gua maksa lo buat ke belakang. Lo jarang main sama kita-kita, ke mana aja sih lo?"

"Bacot," Raya memejamkan matanya seraya meresapi kepalanya yang terasa pening.

Rusmi menatap sinis Raya, "Harusnya lo tahu tempat, Ra."

Raya bangkit dari duduknya lalu menggebrak meja.

Brak!

"Lo kalau mau bacot bisa nanti, enggak?"

"Ucapan lo bikin kepala gua pusing tahu, enggak?!" Raya menatap Rusmi dengan pandangan berapi-api sedangkan teman satu kelas sudah menatap takut-takut mereka dengan suasana mengheningkan cipta.

"LO NYA AJA YANG BAPERAN! Gue ngomong biasa aja. Lo nya aja yang anggap lebih! Atau emang kenyataannya lo menjauh, kan dari kita?!" teriak Rusmi tak mau kalah menatap Raya dengan pandangan sayu.

Raya menatap tak percaya Rusmi, sejak kapan Rusmi membalas ucapannya?

"APA?!"

"Lo enggak tahu apa-apa, Mi. Mending lo cukup diam aja," ucap Raya tenang tak ingin membalas marah.

AnggaRaya [ON GOING - SLOW UPDATE - REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang