'¤| Bab 62☆

14 3 2
                                    

Beberapa jam berlalu, meninggalkan ia dan Reyhan. Vahri pergi ijin keluar karena ia tiba-tiba menginginkan sesuatu dan pulang untuk mandi diikuti Aland tadi sore.

Sekarang sudah malam.

Setelah Raya menangis dan melampiaskan segala keluh kesahnya di depan ketiga kakaknya, mereka menghiburnya. Mereka sadar jika Raya benar-benar sendirian jadi mereka akan menjadi lebih berani ke depannya untuk berbicara dengan Raya. Sebagai adiknya.

Reyhan menatap Raya yang kakinya sudah turun dari atas brankar, perempuan itu juga sudah duduk baru ingin berdiri.

"Mau ngapain?" tanya laki-laki itu.

Raya menoleh ke arah Reyhan.

"Ke kamar mandi," jawab Raya singkat.

Reyhan menghela napas, mungkin memang benar sifat Raya dingin seperti dirinya. Namun ia baru tahu jika sifat dingin itu semenyebalkan ini. Ia jadi merasa bersalah sudah membuat Vahri kesal dengan sikapnya.

"Sini, Abang bantu."

Tadi saat mereka menghabiskan waktu bersama, mereka juga kembali memulai perkenalan. Reyhan ingin dipanggil Abang oleh Raya, Vahri ingin dipanggil kakak, dan Aland akan dipanggil mas oleh Raya.

Hm, Raya sendiri hanya mengangguk-anggukan kepalanya membiarkan ketiga kakaknya melakukan segala keinginan mereka. Raya tahu itu adalah salah satu bentuk kepedulian dari mereka.

Reyhan memapah Raya pelan-pelan menuju kamar mandi. Laki-laki itu juga ikut masuk ke dalam kamar mandi karena memastikan Raya berdiri dengan baik. Infus yang ada di tangan adiknya juga ia letakan dengan baik agar tidak menyulitkan adiknya.

"Kalau butuh apa-apa, panggil!"

Raya mengangguk.

"Makasih, Bang," ucap Raya kepada Reyhan yang menutup pintu.

Raya mulai melakukan ritualnya yaitu buang air kecil. Setelah selesai ia bangkit dan membuka laci yang tersedia di dalam kamar mandi itu dan mengambil salep.

Perempuan itu menghela napas.

"Repot juga," Raya bergumam pelan. Ia baru mengetahui sesulit ini jika memakai salep.

Kemarin-kemarin ia tidak memakai salep karena sudah di oleskan oleh perawat, dan sekarang adalah jadwalnya. Sebenarnya bisa saja ia meminta bantuan suster namun Raya tidak enak.

Sedangkan dibalik pintu, Reyhan menatap pintu kamar mandi dengan sedikit khawatir, tadi ia mendengar suara air yang mengalir dan siraman air yang tandanya adiknya sedang buang air. Tapi setelah lima menit berlalu, ruang kamar mandi itu sepi tidak ada suara membuat kepala Reyhan mulai berpikir macam-macam.

"Ra ... udah belum?" tanya Reyhan membuat Raya berhenti mengkhayal.

Perempuan itu berdehem untuk menetralkan suaranya, sudah saatnya ia meminta tolong seseorang. Reyhan tidak mungkin melakukan sesuatu yang buruk untuknya, kan?

"Bang ...."

Mendengar suara Raya yang ragu, Reyhan membuka pintu kamar mandi dan melihat adiknya sedang berdiri di depan wastafel dengan wajah bingung dan ... sulit diartikan.

"Kenapa?" tanya Reyhan mendekati adiknya.

"Bantu Raya oles salepnya," cicit Raya. Nyali Raya seketika ciut saat bersama Reyhan, entah kenapa. Mungkin rasa takut saat dulu masih terbayang-bayang dipikirannya.

Reyhan mengangguk lalu menatap Raya.

"Buka kerudungnya, enggak apa-apa. Kita mahram ini," jawab Reyhan menenangkan Raya.

AnggaRaya [ON GOING - SLOW UPDATE - REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang