Raya memegang bahunya yang kebas dan memijatnya dengan pelan, perempuan itu mendudukan dirinya di atas kursi Cafe tempatnya bekerja karena waktu sudah sangat larut.
Ia mendapati Dina yang tengah mengelap atasan meja dengan sebuah kain agar bersih.
Gadis itu menghela napas, mengingat ucapan Mentari tadi yang memintanya untuk menemuinya di ruang manager.
Ia masih ingat bahwa Mentari memintanya untuk mengundurkan diri dari Cafe ini karena permasalahan kemarin.
Iya, kemarin. Masih ingat saat Dina menanyakan tentang gaji dan bonusnya?
Flashback on.
Dina menghampiri Raya yang baru saja turun dari unggakan tangga terakhir sembari tersenyum menggoda, "Cie dapat gajian!"
Raya mengelak malu-malu, "Apa, sih Mba!"
Dina tertawa, "Semangat kerjanya, Ra. Biar kamu bisa ambil alih posisi Mba Mentari."
"Raya enggak minat lho Mba," ucap Raya.
"Lho, kenapa?"
"Takut enggak bisa emban tugasnya," cicit Raya membuat Dina tertawa lalu menjawil hidung Raya.
"Mbok kamu toh udah mantep jadi manager Cafe, rezeki jangan ditolak!"
Raya tertawa garing, "Iya, Mba. Raya usahain biar bisa ganti posisi mba Mentari biar mba Mentari bisa ambil alih perusahaan butiknya lagi."
Flashback off.
Dina mengirim rekaman tentang percakapan Dina dengan Raya. Yang membuat Raya ingin membanting tubuh Dina ditempat adalah Dina memotong ucapannya dibagian akhir, membuat Raya seakan-akan ingin memiliki Cafe ini seutuhnya dengan cara licik. Ditambah pula, ada yang memberi tahu Mentari tentang masalah ia dituduh mengambil uang kas OSIS di sekolah membuat Mentari murka.
Secepatnya, Mentari meminta Raya bekerja hari ini dan menginginkan Raya berhenti bekerja hari ini selepas pulang kerja.
Raya sudah memohon agar ia tidak di pecat, tetapi apalah daya. Nasi sudah menjadi bubur, nyatanya manusia lebih percaya dengan ucapan dari apa yang dilihat. Begitupun, orang lain lebih percaya apa yang dia lihat dan dengar daripada bukti yang sebenarnya.
Raya menghela napas, kalau gue udah enggak bisa bekerja di Cafe mba Mentari, gue kerja di mana?
Gadis itu menatap Dina kembali, ia tidak sama sekali dendam dengan perempuan berwajah padang itu. Ia hanya merasa sangat dikhianati, ia pikir Dina adalah orang yang baik.
Mengapa Dina bisa bersikap seperti itu? Apa kesalahan Raya terhadap Dina.
Raya bangkit dari duduknya dan mengganti pakaiannya untuk segera pulang dari Cafe ini. Seharian berurusan dengan Dina menguras tenaga Raya.
"Kenapa orang baik selalu ditimpa musibah sedangkan orang jahat selalu menempati kebahagiaan?" celetuk Dina yang juga mengganti baju di ruang ganti, lebih tepatnya Dina berada di sebelah ruang ganti yang dipakai Raya.
Raya mendengarkan, ia tak menjawab. Cukup diam, ia akan paham. Karena semesta pasti akan memberikan kebenaran.
"Karena kecurangan selalu memberikan kenikmatan daripada kejujuran yang kenyataannya semu," Dina menjawab pertanyaannya sendiri.
"Ada teman dibalik selimut, Raya. Lo harusnya bisa melihat kalau enggak semua orang baik, termasuk gue," lanjut Dina.
Mengetahui tidak ada balasan, Dina tersenyum kemenangan. "Lo pasti tahu siapa yang jadi dalangnya dari semua ini." Lalu perempuan itu pergi meninggalkan Raya sendirian di ruang ganti.
KAMU SEDANG MEMBACA
AnggaRaya [ON GOING - SLOW UPDATE - REVISI]
Teen FictionRaya membulatkan matanya. Horror, "Apasi! Cepetan turun." Angga yang tak kuasa melihat wajah Raya yang memerahpun melepaskan tawanya. "Kenapa sih, lo?" Raya menatap aneh Angga yang tiba-tiba tertawa lebar. "Muka lo, lucu!" Raya yang kesal, berlalu m...