'¤| Bab 64☆

10 3 2
                                    

HappyReading♡.

Angga memegang telepon genggam miliknya dengan keras, mungkin sebentar lagi ponsel itu akan hancur di genggaman Angga.

Laki-laki itu sudah kembali ke markas Unifoce dan mengajak anggotanya berdiskusi bahkan Ahsan dan Herlin ada di sana, Aland yang memerintahkan kedua aset negara itu untuk membantu Angga. Karena Aland sudah mempunyai koneksi tersendiri. Walaupun Aland tahu kalau Angga mampu, namun Aland tidak ingin mengambil risiko.

"Udah berhasil lo lacak keberadaannya?" tanya Angga kepada Ahsan.

Ahsan mengangguk menjawab pertanyaan Angga. Mereka sedang dalam posisi mencari keberadaan Raya dari jam tangan yang dipakai. Dan akhirnya jam tangan itu sudah memberikan informasi keberadaan perempuan itu.

"Titiknya ada di sini," Ahsan menunjuk ke sebuah titik yang tidak jelas di peta dalam laptop miliknya. Lalui ia mengetik sebuah kode dan alamat serta letak posisi Raya sudah tercantum.

"Keren, San!" kagum Chandra melihat kecepatan informasi dan apa yang dilakukan Ahsan.

Ahsan tersenyum.

"Gue sih mau belajar tentang begituan. Ajarin, San," pinta Putra tanpa pikir panjang membuat Chiko yang ada di sebelah laki-laki itu menggeplak kepalanya.

"Lo kira Ahsan kayak gitu cuma buat main? Dia kerja," kesal laki-laki berkulit putih itu.

Chandra terbahak melihatnya, mampus suruh siapa banyak gaya.

"Lagian siapa yang bilang Ahsan lagi maling sendal di musola?" dengus Putra.

Juan yang sudah merasa kesal mendengar dan melihat tingkah Putra langsung memukul bahu pria itu.

"Ahsan itu kerja, dia belajar kayak gitu udah keharusannya. Lo jangan ganggu orang, Put. Ahsan juga pasti belajarnya enggak semudah itu," jelas Alfin yang mulai kasihan melihat Putra ternistakan.

"Nanti kalau gua enggak sibuk, gua ajarin Put," ucap Ahsan membuat Putra tersenyum sombong karena sudah diperbolehkan oleh pemiliknya.

"Orang kek gini jangan dialemin, San. Kebiasaan ntar," cibir Chandra.

"Sirik aja ketek kuda," balas Putra.

"Udah!" Angga memutus perdebatan itu, kepalanya sudah pusing dengan menghilangnya Raya dan teman-temannya malah berdebat hal yang tidak penting.

Memperkeruh suasana, saja.

"Gas jangan?" tanya Irgi yang sejak tadi diam, laki-laki itu tengah duduk dengan tidak sabaran ingin membantai orang yang berani menculik sekretaris kelasnya itu.

Angga menyalakan ponselnya untuk mengabari Aland bagaimana rencana selanjutnya, entahlah semakin ke sini Angga tidak bisa bergerak sendiri karena masalah ini bercampur dengan urusan Aland dan keluarganya.

"Kita bertujuh cukup, kan buat ke sana?" Chandra bertanya.

Angga mengangkat pandangannya mendengar pertanyaan Chandra.

"Dikira lawan Blood Diamond semudah itu," cibir Chiko mendengarnya.

"Jangan! Blood Diamond bukan geng gampangan, gue kabar-kabar dulu sama bang Aland," ujar Angga mengalihkan atensi semua orang kecuali Ahsan dan Herlin yang masih fokus dengan kegiatan mereka.

"Lo kenapa, sih Ngga? Dari kemarin dikit-dikit bang Aland, sebentar-sebentar bang Aland. Lo udah enggak punya rasa kepemimpinan?" cerocos Putra dengan kesal, ia sedikit marah mendengar jika keputusan Angga harus selalu menunggu jawaban dari Aland. Itu akan memperlambat investigasi dan eksekusi, keburu mati orang yang jadi tawanan.

AnggaRaya [ON GOING - SLOW UPDATE - REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang