'¤| Bab 44☆

41 10 0
                                    

Jam menunjukan pukul 10.15 WIB, pertanda bel masuk sudah berbunyi 25 menit yang lalu.

Raya memegang penanya dengan kencang, melampiaskan kekesalannya karena ia sedari tadi selalu gagal menghitung dalam perhitungan hasil dari sebuah rumus baru - lebih tepatnya materi yang baru dipelajari hari ini.

Entahlah, akhir-akhir ini Raya selalu tidak bisa fokus dan cenderung memikirkan hal-hal yang menurutnya tidak penting untuk dipikirkan.

"Pengenku siji, nyanding kowe selawase," lirihan yang keluar dari mulut Naila membuat seluruh penghuni kelas terdiam. (Pengenku satu, bersamamu selamanya)

"Ora ono wong liyo, sing iso misahke ...." lanjut Alya. (Enggak ada orang lain, yang bisa memisahkan)

"Cukup sliramu, gawe atiku tenang ...." lanjut Alya dan Naila sambil memasang wajah seakan-akan sangat menghayati makna lirik lagu tersebut. (Hanya dirimu, bikin hatiku tenang)

"Ora bakal ilang, mergo kowe sing tak sayang," Rusmiati melanjutkan lirik selanjutnya dengan melirik Naila dan Alya. (Enggak akan hilang, hanya kamu yang aku sayang)

Lantunan lagu Aku Tenang yang keluar dari mulut tiga serangkai itu membuat seluruh penghuni kelas menoleh, bahkan Raya menatap miris ketiganya.

"Pancen kabeh salahku, mbuka ati nggo sliramu," lirih Raya. (Tentu semua salahku, membuka hati untuk kamu)

"Sek jelas-jelas raiso nompo, pengarepanku," (Yang jelas-jelas tak bisa menerima, keinginanku)

"Yen pancen kowe raiso, nompo opo anane tak pileh lungo wae," (Jika kamu tidak bisa, menerima apa adanya aku memilih pergi saja)

"Arep segedene opo, aku merjuangke," (Mau sebesar apa, aku perjuangkan,)

"Trisnoku dinggo kowe, mung tok sepeleke," (Cintaku untuk dirimu, hanya di sepelekan)

"Mungkin hanya dalam mimpi, ku dapat memiliki dirimu sepenuh hati," Raya menatap Alya, Naila, Rusmi, Endang, Diva, dan Atun secara bergantian.

Lagu yang mereka nyanyikan memang tersirat seperti seseorang yang sangat bucin terhadap pasangannya. Nyatanya bagi Raya, Alya, Rusmi, dan Naila lagu itu memiliki makna tersirat bagi hubungan persahabatan mereka.

Raya menghela napas, mungkin ini memang takdir. Ia akan mengikuti jalan takdir, bagaimanapun nasib persahabatannya untuk ke depannya - ia tetap harus memperjuangkannya dari sekarang. Ia usahakan, mau bagaimanapun nanti hasilnya yang penting Raya sudah berusaha.

"Ra!" Suara panggilan dari seseorang membuat gadis itu membuyarkan lamunannya dan mendapati Irgi yabg berada dihadapannya dengan wajah datar.

Raya mengangkat sebelah alisnya, "Kumpul ke ruang OSIS," perintah Irgi membuat Raya menghela napas lantas mengangguk.

"Endang sama Naila?" tanyanya membuat Irgi menggeleng. "Inti aja. Anggota nanti kumpul pas pulang sekolah, biar kita langsung kasih hasil diskusi kita ke mereka. Nanti mereka tinggal koreksi di mana yang kurang," jelas Irgi membuat Raya mengangguk kembali.

"Oke," Gadis itu mengambil buku catatan OSIS dan pena serta double tip untuk mencatat segala poin saat mereka diskusi nanti.

Tanpa mempedulikan keadaan kelas yang hening, Raya dan Irgi pergi keluar kelas dengan wajah datar.

Naila menatap sengit kedua orang yang baru saja keluar kelas itu lantas menghampiri meja Endang dan bertanya, "Itu dua orang ngapain?"

Endang menggeleng, "Kumpul OSIS?" tanya Endang balik membuat Naila menggeleng. "Mana gua tau!"

AnggaRaya [ON GOING - SLOW UPDATE - REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang