Bab 7

3.3K 362 5
                                    


Prilly menyusun piring-piring kotor di atas wastafel kecil yang ada di dapur minimalisnya. "Biarkan saja Nak biar nanti Ibu yang cuci kamu istirahat saja."Kata Maryam pada putrinya.

Prilly menoleh dan menatap Ibunya dengan lembut, "Enggak apa-apa Buk. Aku masih kuat kok tenaga aku masih tersisa beberapa persen lagi."Cengirnya membuat Maryam tertawa pelan.

"Kamu ini ada-ada saja."Maryam menarik kursi meja makan lalu mendudukkan dirinya di sana sambil menemani putrinya yang tengah mencuci piring Maryam mulai bertanya-tanya seputaran kegiatan Prilly hari ini.

"Alhamdulillah Buk. Toko kita semakin ramai bahkan beberapa hari ini kita nerima pesanan dalam jumlah yang lumayan banget Buk."Cerita Prilly sambil membilas piring-piringnya.

"Alhamdulillah Nak. Ibu senang dengarnya. Ibu selalu berdoa agar usaha kamu bisa semakin maju dan berkembang supaya putri Ibu bisa jadi pengusaha sukses nantinya seperti cita-cita Ayah."Maryam menelan ludah ketika kepalanya tiba-tiba terlintas wajah suaminya.

Prilly menoleh dan dia sudah sangat hafal ketika membahas perihal sang Ayah, Ibunya pasti berubah murung seperti sekarang.

"Buk. Kita nggak boleh sedih terus menerus kita harus melanjutkan hidup dan bikin Ayah bangga disana."Prilly membilas tangannya yang di penuhi busa sabun.

"Kamu benar Nak."Angguk Maryam lesu.

Dia tidak ingin mengenang almarhum suaminya dengan air mata hanya saja kisah yang di tinggalkan suaminya benar-benar mengoyak jantungnya. Suaminya meninggal setelah pontang-panting mencari pinjaman hingga berakhir dengan mengikat perjanjian dengan rentenir yang nyatanya tidak mampu menutupi hutang suami nya hingga berimbas pada Putri kecilnya.

Maryam selalu merasa sesak ketika melihat Prilly di usia mudanya harus banting tulang bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka sekaligus membayar hutang-hutang yang ditinggalkan almarhum suaminya.

Dan jika sudah seperti ini kebencian Maryam pada Aji Suryo semakin bertambah. Pria jahat yang berkedok sahabat itu tega mengkhianati suaminya hingga dia dan putrinya harus kehilangan laki-laki yang sangat mereka cintai.

Suaminya, ya Tuhan hati Maryam terasa remuk jika mengingat kembali bagaimana wajah lelah dan air mata yang diam-diam menetes di wajah teduh suaminya. Semasa hidupnya Usman tidak mau membebani istri dan anaknya hingga diam-diam dia akan menangis sendirian hingga akhirnya Maryam mengetahui apa yang berusaha disembunyikan suaminya.

"Buk."

Maryam tersentak kaget saat Prilly tiba-tiba menggenggam tangannya dengan cepat Maryam mengusap wajahnya yang entah sejak kapan sudah basah dengan air matanya.

"I..iya Sayang. Kamu udah selesai cuci piringnya Nak?"Maryam berusaha tersenyum lebar meskipun dia tahu Prilly tidak dapat ditipu dengan senyumannya.

"Buk, jangan menangis. Aku tahu Ibu merindukan Ayah tapi Buk yang Ayah perlukan adalah doa kita bukan air mata. Ayah akan tersiksa disana jika Ibu terus-terusan mengenang Ayah dengan uraian air mata seperti ini."Prilly menyeka lembut lelehan air mata Ibunya.

Bukannya berhenti air mata Maryam justru mengalir semakin deras. "Ibu..ibu hanya rindu Ayah Nak. Ibu rindu."Dan tangis Maryam kembali pecah.

Prilly ikut menitikan airmata sambil membawa sang Ibu ke dalam pelukannya."Sama Buk. Aku juga sangat merindukan Ayah. Sangat."bisik Prilly bertepatan dengan setetes air mata jatuh di pipinya.

Kedua wanita berbeda generasi itu saling berpelukan saling menguatkan menyalurkan perasaan rindu yang mereka tuju pada satu orang pria yang sudah bersatu dengan tanah meninggalkan sejuta kenangan yang akan dibawa mati oleh istri dan putri cantiknya.

"Ayah harus bahagia disana. Aku dan Ibu juga akan berbahagia di sini. Kami sayang Ayah. Kami sangat mencintai Ayah, tunggu kami disana ya Yah.'

**

Setelah usai isak tangis di meja makan tadi, Prilly dan Maryam sama-sama memasuki kamar masing-masing dengan perasaan sedikit lebih tenang walaupun rindu akan sosok yang sudah tiada masih begitu lekat menggengam jiwa mereka.

Prilly rindu Ayahnya, cinta pertama dalam hidupnya.

Maryam rindu suaminya, cinta terakhirnya sampai ajal menjemput.

Prilly merebahkan tubuhnya di atas ranjang kecil miliknya. Hari ini dia sedikit lelah karena toko bunganya diserbu oleh pelanggan yang memesan buket dalam jumlah besar.

Meskipun lelah Prilly sangat bersyukur akan rejeki yang Tuhan berikan padanya hari ini jika seperti ini terus Prilly yakin tidak sampai tahun depan hutang almarhum Ayahnya bisa dia lunasi.

Memejamkan matanya Prilly mulai membayangkan masa-masa indahnya dulu bersama Ibu dan Ayahnya. Prilly yang begitu dimanja, begitu di sayang sampai tiba-tiba bayangan pria yang di tindih olehnya tadi pagi melintas hingga membuat Prilly tersentak kaget dan langsung membuka matanya.

Prilly mengerjap pelan, bukannya hilang bayangan dirinya menindih pria tadi pagi lalu tubrukan bibir mereka tak dapat dielakkan semakin terputar di dalam kepalanya.

"Apaan sih nih otak isinya kotor mulu!"Prilly memukul pelan kepalanya.

Sejak kejadian itu kepalanya memang sering bahkan terlalu sering mengulang-ulang kejadian naas itu. "Ck! Itu hanya kecelakaan ya, jadi otak stop mikirin hal itu. Mengerti?"Prilly berbicara sendiri sambil mengusap-usap kepalanya.

Setelah merasa tenang Prilly kembali merebahkan tubuhnya dan memejamkan mata kembali, dia merafalkan doa agar terhindar dari mimpu buruk Berharap Tuhan selalu melindungi sepanjang tidurnya.

Keesokan harinya seperti biasa Prilly mulai memasukkan stok bunga yang akan dia bawa ke toko ke dalam keranjang bunga miliknya. Prilly bersenandung pelan di teras samping rumahnya yang memang dia peruntukan untuk menampung stok berbagai macam bunga yang dia jual di toko.

Dirimu.. Kini berubah di mataku..
Ku tak mengerti dengan semua alasanmu..
Dahulu kamu yang selalu menjaga
kau selalu ada tanpa aku harus meminta..

Dan sampai kini aku tak bisa
berada jauh darimu dan ku selalu mengerti akan dirimu..

Ku kini berusaha untuk menjaga hatimu tapi kau tak mengerti aku..
tak ada lagi kenangan indah sewaktu dulu dan semuanya kini telah berubah..

Prilly terus menyenandungkan lagu yang entah kenapa begitu melekat di hatinya. Suara halus dan lembutnya membuat setiap bait lagu yang keluar dari mulutnya terdengar begitu enak di telinga siapa saja yang mendengar.

Termasuk seseorang yang sejak tadi berdiri di belakangnya terlihat begitu menikmati senandung lagu dari gadis mungil berambut panjang ini.

Prilly tersentak kaget saat mendengar suara orang bertepuk tangan di belakangnya. Dengan cepat dia berbalik dan dahinya sedikit mengernyit karena melihat pria paruh baya mungkin sebaya Ayahnya berdiri tak jauh dari tempatnya berjongkok.

"Maaf cari siapa ya Om?"Tanyanya sopan sambil mengelap tangannya yang sedikit kotor pada kain yang terletak tak jauh darinya.

Pria paruh baya yang ditaksir Prilly sebaya dengan almarhum Ayahnya tersenyum begitu hangat padanya. "Om cari Ibu kamu, ada?"

*****

Warisan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang