Bab 8

3.3K 341 7
                                    


Prilly masih bertanya-tanya siapa pria paruh baya yang datang dengan stelan lengkap khas pekerja kantoran pagi-pagi menyambangi rumahnya. Namun dia tidak langsung mencerca orang itu karena rasanya tidak sopan dia seperti itu mungkin saja Bapak ini adalah teman almarhum Ayahnya kan?

Prilly mempersilahkan pria tadi itu untuk duduk di kursi yang ada di teras mungil rumahnya. "Sebentar ya Pak. Saya panggilkan Ibu dulu."Prilly ingin masuk namun pria itu menahan langkah Prilly, "Nggak apa-apa Nak. Om cuma ingin bicara dengan kamu."Kata pria itu membuat dahi Prilly kembali mengernyit.

Prilly tetap memilih diam dan mendudukan dirinya di kursi sebelah kiri pria paruh baya itu. "Perkenalkan nama Om Aji. Kamu Prilly kan?"Aji menyapa ramah putri almarhum sahabatnya.

Dulu ketika mereka masih bersama-sama, bersahabat layaknya kepompong mereka pernah bergurau dengan mengatakan akan menjodohkan anak-anak mereka nanti termasuk anaknya Arlan.

Ketika itu mereka sama-sama baru menikahi wanita yang mereka pacari sejak sekolah menengah atas dan disana pula tercetus ide untuk melakukan kerja sama yang berakhir dengan pengkhianatan Aji pada almarhum sahabatnya Usman.

Arlan yang saat itu masih berjuang membangun karirnya untuk menjadi pengacara handal dia hanya memberikan modal dan tidak tahu menahu perihal kecurangan Aji kala itu sampai akhirnya semua terbongkar bahkan Arlan sempat memutuskan kerjasama mereka namun tidak dengan Usman, pria itu yang benar-benar dirugikan oleh Aji.

Usman menanamkan begitu banyak modal dan berakhir dengan terlilit hutang akibat dari kecurangan Aji hingga akhirnya Usman menutup mata membawa semua kekecewaan pada sahabat karibnya itu.

Arlan meninggalkan Indonesia dan memilih memulai hidup barunya setelah dia diterima di salah satu universitas ternama di Australia begitupula dengan Aji yang terlihat begitu menikmati hidupnya tanpa rasa bersalah sama sekali.

Bahkan pria kejam itu sempat melakukan tindakan kotor dengan hampir menodai istri sahabatnya sendiri.

Aji benar-benar bajingan!

Dan Aji benar-benar terlambat menyadari kesalahannya dia terlalu terlena dengan kejayaan yang dia raih bahkan bertahun-tahun dia hidup dalam limpahan harta serta sukses menjadi pengusaha padahal modal yang dia gunakan untuk kesuksesan adalah hasil dari mengelabui sahabatnya sendiri.

Kejam? Memang.

Biadap? Jelas.

Dan sekarang Aji benar-benar menyesali kesalahannya tapi sayangnya Maryam sudah terlalu membenci hingga muak bahkan untuk menatapnya saja wanita itu tidak sudi.

Terlalu banyak luka dan derita yang Maryam dapatkan akibat keegoisan Aji yang tega merusak kebahagiaan keluarga lain demi mensejahterakan keluarganya.

"Om.."

Aji mengerjap pelan tanpa sadar setetes air mata jatuh dari mata sayunya. Prilly terkejut bukan main saat melihat pria berwajah tegas di hadapannya ini menitikkan air mata.

"Om kenapa?"Prilly tiba-tiba menjadi panik bukan apa-apa dia takut kalau sampai terjadi sesuatu pada pria ini.

Aji mengusap air matanya lalu mengangsurkan senyuman meskipun terlihat seperti dipaksakan ditengah kekalutan hatinya, jiwanya tengah digerogoti oleh penyesalan.

"Om tidak apa-apa hanya melihatmu Om seperti melihat sahabat Om almarhum Ayah kamu."Aji yakin di alam sana Usman sedang mengutuknya habis-habisan setelah apa yang dia lakukan pada sahabatnya masih berani-beraninya dia mengakui diri sebagai sahabat Usman.

Prilly tersenyum lembut, senyuman yang kata Ibunya sangat mirip dengan almarhum sang Ayah. "Banyak yang bilang kalau aku memang lebih mirip sama Ayah dari pada Ibu, Om."

Aji menganggukkan kepalanya pertanda setuju. "Memang senyuman kamu sama-sama teduh dan menenangkan seperti Usman."Jiwa Aji benar-benar terguncang oleh penyesalan, melihat senyuman Prilly sama seperti ketika melihat senyuman almarhum sahabatnya.

Usman, bersediakah kau memaafkan kesalahanku?

Aji nyaris menitikkan air matanya kembali sampai pintu rumah Prilly terbuka dan memperlihatkan Maryam yang keluar dan langsung memasang wajah bencinya ketika melihat Aji disana.

"Apa yang kau lakukan di rumahku bajingan?!"Maryam tidak bisa menahan emosinya jika sudah berkaitan dengan Aji.

Prilly terkejut bukan main ketika mendengar Ibunya mengumpat kasar seperti ini. Seumur hidupnya belum pernah sekalipun dia melihat Ibunya semarah dan sekasar ini.

"Buk tenang Buk! Ini Om Aji teman Ayah."Prilly menenangkan Ibunya yang terus berteriak memaki Aji dengan bahasa-bahasa kasar.

Aji diam menatap Maryam yang histeris dengan pandangan bersalah. Dia yang menjadi penyebab semua ini dia yang menjadi muara dari semua penderitaan yang dialami Maryam dan keluarganya.

"Di bukan teman Ayah! Dia pembunuh! Dia yang bunuh Ayah kamu!"Teriak Maryam sambil melepaskan pelukan Prilly pada tubuhnya.

Prilly seketika mematung, dia masih belum bisa mencerna apa yang baru saja di katakan oleh Ibunya. Pembunuh? Siapa yang membunuh? Bukankah Ayahnya meninggal karena sakit jantung bukan dibunuh?

Belum sempat Prilly menghilangkan kekagetannya tiba-tiba suara pecahan terdengar dan kembali menyentak kesadaran Prilly.

Prangg!!!

Mata Prilly terbelalak sempurna ketika Maryam, Ibunya melemparkan vas bunga yang ada di atas meja kearah Aji. Semua terjadi begitu cepat yang sampai Prilly belum bisa memastikan apakah yang berbuat anarkis barusan adalah Ibunya.

"IBUK APA YANG IBU LAKUKAN?"Prilly tanpa sadar berteriak ketika melihat tubuh Aji terjatuh dengan rembesan darah mengalir di pelipis pria itu.

Maryam berdiri dengan tubuh bergetar, matanya terlihat seperti mencari-cari sesuatu Maryam terlihat seperti orang linglung. Prilly segera membantu Aji yang terlihat begitu kesakitan.

"Om.. Om nggak apa-apa? Ya Allah darahnya keluar banyak sekali."Prilly mulai menangis antara ketakutan dan kekhawatirannya yang menjadi satu.

Aji meringis pelan, "Ti..tidak Om tidak apa-apa."Aji berusaha tersenyum pada Prilly meskipun kepalanya terasa sakit luar biasa.

Prilly ingin menyeka darah Aji sampai tiba-tiba tangannya di tarik oleh sang Ibu. "Jangan bantu dia! Biarkan dia mati! Dia pembunuh! Dia penjahat!!"Maryam berteriak kalap sambil menarik Prilly menjauhi Aji yang berusaha untuk bangkit.

Prilly menahan lengannya yang diseret sang Ibu. "Ibu kenapa? Ibu kenapa jadi begini Buk? Tindakan Ibu tadi benar-benar tidak bisa dimaafkan Buk. Bagaimana kalau Om Aji sampai kenapa-napa di tangan Ibu. Ibu mau masuk penjara?"Prilly berbicara dengan lembut dia tahu ditengah kekalutan Ibunya tidak bisa dibentak dan Prilly benar-benar menyesal membentak Ibunya seperti tadi.

Tapi Demi Tuhan, Prilly benar-benar tidak bermaksud dia hanya shock melihat apa yang dilakukan Ibunya.

Maryam menggelengkan kepalanya, "Ibu nggak akan masuk penjara! Ibu malah menyelamatkan kita semua dari manusia jahat ini."Maryam menunjuk kearah Aji yang sudah berdiri meskipun harus bertumpu pada meja kecil diteras.

Prilly benar-benar iba melihat kondisi Aji namun dia tidak bisa berbuat banyak dia takut Ibunya semakin anarkis.

"Maafkan aku Maryam."Ujar Aji sendu bahkan Prilly bisa melihat tatapan sendu yang di arahkan Aji pada Ibunya.

Prilly meringis pelan ketika melihat rembesan darah yang mengalir hampir menutupi sebagian dari wajah Aji.

Maryam menoleh dan menatap nyalang pada Aji. "TIDAK AKAN PERNAH! AKU TIDAK AKAN PERNAH MEMAAFKAN PEMBUNUH DAN PEMERK--"Tiba-tiba teriakan Maryam menghilang seiring dengan tubuhnya merosot jatuh ke lantai.

Prilly dan Aji terkejut bukan main saat Maryam kehilangan kesadarannya. Aji segera membopong Maryam menuju mobilnya disusul Prilly yang sudah menangis karena ketakutan.

*****

Warisan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang