Suasana didalam ruangan meeting terlihat begitu tenang meskipun sedikit menegangkan ketika wajah Ali sebagai pemimpin terlihat begitu datar tak tersentuh."Berapa banyak anggaran yang diperlukan untuk proyek pembangunan apartemen ini?"Suara dingin Ali tiba-tiba memecahkan keheningan.
"Sekitar 500 milyar Pak."Jawab karyawan yang baru saja mempresentasikan proposal proyeknya.
Ali menaikkan sebelah alisnya menatap karyawan dari perusahaan yang ingin mengajukan kerjasama dengan perusahaannya sebentar sebelum memfokuskan tatapannya pada Denis selaku Direktur dari Agung Group, perusahaan keluarga Denis.
"Kau yakin proposal berisi sampah seperti ini yang kau ajukan padaku?"Tanya Ali dengan sebelah alis menukik tajam.
Denis terlihat mengepalkan tangannya, "Aku yakin proyek ini akan membawa keuntungan berkali-kali lipat untuk kita."
Ali melemparkan berkas di tangannya dengan kasar. "Jangan bermain-main denganku Denis! Trik kotormu terlalu mudah untuk ku baca. Sekarang pulanglah dan pikirkan lagi trik yang lebih menarik untuk menghancurkan aku!"Ali beranjak dari duduknya meninggalkan Denis dan karyawan yang lain yang menatap punggung Ali dengan berbagai macam ekspresi.
Rama membereskan semua kertas-kertas di hadapannya, sejak tahu perusahaan Ali akan bekerja sama dengan perusahaan Denis ia sudah yakin kerjasama itu tidak akan pernah terjadi dan benar saja bukan?
Entah Ali yang terlalu pandai membaca trik kampungan Denis atau Denis yang pada dasarnya adalah laki-laki bego sampai menjabat Direkturpun masih saja begok.
"Kau sanggup bersahabat dengan pria arogan seperti Ali itu?"Tiba-tiba Denis memusatkan perhatiannya pada Rama.
Rama menghentikan gerakan tangannya lalu menoleh menatap Denis yang tengah menyeringai mengejek padanya dengan alis terangkat. "Maksud lo?"
Denis berdecih dia masih tidak heran kalau Rama yang kurang ajar ini sanggup bertahan disisi Ali yang songong mereka cocok untuk bersahabat. Fikir Denis.
"Nggak nyangka hubungan persahabatan kalian bakal awet begini."Denis berkata sambil mengusap dagunya.
"Ya awet karena gue bukan lo!"Sahut Rama tanpa beban.
"Kenapa sama gue?"Tanya Denis bingung.
Rama kembali memusatkan perhatiannya pada Denis. "Karena lo pengkhianat dan gue nggak ada bakat jadi pengkhianat seperti lo!"Ketus Rama sambil beranjak dari kursinya.
Denis mengepalkan tangannya kuat-kuat jika tidak ada karyawannya dan beberapa karyawan Ali yang belum meninggalkan ruangan rapat mungkin Denis akan mengumpati Rama habis-habisan.
Bencong sialan!
**
Di rumah sakit, terlihat Prilly yang duduk bersimpuh di depan ruangan UGD. Dia masih menunggu kabar dari Dokter tentang kondisi Ibunya masih belum ada kejelasan.
Prilly tidak bisa menghentikan isak tangisnya sampai tiba-tiba tubuhnya dipeluk oleh seseorang. "Jangan menangis Om yakin Ibu kamu akan baik-baik saja."
Tangis Prilly semakin kencang, tubuhnya kini sepenuhnya bersandar pada Aji yang sudah kembali setelah luka di pelipisnya di tangani.
Winda berdiri tak jauh di belakang Aji. Melihat perhatian Aji pada Prilly entah kenapa dia merasa sudut hatinya tersentil entahlah dia seperti tidak rela melihat suaminya berbagi kasih sayang dengan orang lain.
Buru-buru Winda memejamkan matanya dia harus sadar dia harus tahu diri kalau penderitaan gadis yang berada dipelukan suaminya saat ini adalah kesalahan dari dirinya dan Aji.
Winda bisa merasakan sakit yang diderita Prilly dan Ibunya Maryam tapi dia tetap seorang Ibu yang mengupayakan segala kemudahan dan kemewahan untuk putranya meskipun caranya salah bahkan sangat keliru. Winda sadar dia juga turut mengambil peran dalam kehancuran keluarga Usman dulu.
Menghapus air matanya Winda berjalan mendekati suaminya yang sudah membawa Prilly duduk diatas kursi yang berada disana.
"Mas.."
Aji menoleh dan menatap istrinya, "Prilly kenalkan ini Tante Winda istri Om."
Prilly melepaskan pelukannya pada Aji lalu berbalik menatap Winda, ditengah isak tangisnya Prilly berusaha tersenyum. "Prilly Tante."Dia mengambil tangan Winda lalu menciumnya penuh hormat.
Seketika hati Winda berdesir, matanya ikut berkaca-kaca terlebih ketika Prilly menatap kearahnya dengan wajah bersimbah air mata.
"Sayang.."Winda segera membawa Prilly ke dalam pelukannya dan didada Winda tangis Prilly kembali pecah.
Prilly tidak mengenal Winda dan juga tidak mengenal siapa Aji hanya saja disaat seperti ini ia bersyukur dengan kehadiran pasangan suami istri ini yang memperkenalkan diri sebagai sahabat Ayahnya dulu, Prilly tidak terlalu memusingkan apa yang dikatakan Ibunya kalau Aji jahat atau apa yang terpenting dia ingin Ibunya sehat kembali dan jika Ibunya berkenan dia ingin tahu alasan dibalik tuduhan yang Ibunya sematkan pada Om Aji.
Prilly melepaskan pelukannya pada Winda, dengan penuh kasih sayang Winda menyeka air mata Prilly, "Anak cantik nggak boleh nangis ntar jelek."Kata Winda berusaha bercanda agar Prilly tersenyum dan berhasil Prilly menarik kedua sudut bibirnya menatap Winda penuh terima kasih. "Terima kasih Tante."
Winda mengangguk pelan dengan senyuman yang tak lepas dari wajahnya. "Sama-sama anak cantik."
Prilly tersenyum kali ini lebih lebar sebelum memiringkan badannya agar bisa melihat Aji yang tengah memperhatikan dirinya. "Terima kasih juga buat Om yang sudah menolong Ibu dan aku benar-benar minta maaf atas perbuatan Ibu pada Om."Prilly menundukkan kepalanya sebelum menatap Aji penuh ketulusan.
Aji tersenyum tangannya terangkat mengusap lembut kepala Prilly. "Tidak apa-apa Om pantas untuk mendapatkan ini bahkan lebih dari ini pun Om pantas mendapatkannya."Ujar Aji dengan begitu sendu.
Prilly mengernyit bingung sama sekali tidak mengerti maksud dari perkataan Aji barusan sedangkan Winda tersenyum sedih dia sangat mengerti perasaan Aji suaminya yang tengah digerogoti penyesalan karena saat ini dia juga sedang merasakan hal yang sama.
Suasana tiba-tiba menjadi hening tapi tidak berlangsung lama karena tiba-tiba pintu UGD terbuka lalu seorang dokter yang menangani Maryam tadi keluar dari sana.
Baik Prilly, Aji dan Winda mereka semua serempak bangun dari duduknya lalu bergegas menghampiri Dokter. "Bagaimana keadaan Ibu saya Dokter?"Tanya Prilly mewakili pertanyaan Aji dan Winda yang juga ingin tahu tentang kondisi Maryam.
Ditempat lain, Ali menghempaskan tubuhnya diatas kursi kebesarannya. Moodnya benar-benar buruk setelah keluar dari ruang rapat tadi.
Denis sialan!
Ali memejamkan matanya, dia masih belum bisa memaafkan Denis meskipun pria yang pernah menjadi sahabatnya itu datang dan meminta maaf padanya beberapa waktu lalu.
Ali sudah memaafkan Denis tapi dia tidak menyangka Denis masih berniat mempermainkan dirinya seperti ini. Bisnis sialan seperti apa yang Denis tawarkan padanya.
"500 milyar untuk pembangunan apartemen yang layak disebut rumah susun itu."Dengus Ali tak bisa menyembunyikan rasa kesalnya.
500 milyar bukan dana yang sedikit untuk Ali keluarkan demi membantu proyek yang tengah dikerjakan oleh perusahaan Denis hanya saja dia tidak menyangka apartemen mewah yang Denis katakan benar-benar tidak lebih baik dari deretan rumah susun.
Ali memejamkan matanya, sampai tiba-tiba dia tersentak kaget saat mengingat orang tuanya yang berada di rumah sakit. "Ya Tuhan Papa."
Ali segera beranjak dari kursinya lalu keluar menghampiri meja sekretarisnya. "Kosongkan jadwal saya hari ini jika ada sesuatu yang mendesak alihkan ke Pak Rama."
Ali segera beranjak menuju lift, dia harus segera tiba di rumah sakit. Dia benar-benar khawatir dengan kondisi Papanya sekaligus dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi hingga Papanya harus berakhir di rumah sakit seperti ini.
*****