Bab 14

3.3K 348 12
                                    


Ali terlihat sedang begitu fokus pada hamparan kertas yang bertebaran diatas meja kerjanya. Hari ini dia harus memeriksa semua berkas tentang proyek pembangunan hotel disalah satu lahan keluarga Suryo sebelum bergerak meninjau langsung pembangunan hotel tersebut yang bisa di katakan sudah rampung.

Tiba-tiba gerakan lincah jarinya yang memegang pulpen terhenti bertepatan dengan ponselnya yang meraung meminta perhatian. Menghela nafas Ali meraih ponselnya tanpa melihat dia sudah tahu siapa yang menghubungi dirinya.

"Apa lagi sih Mamaku sayang?"Ali mengapit ponselnya dengan bahu sebelum kembali memfokuskan diri pada kertas-kertas berharga miliknya.

"Kamu kenapa sih Mas? Setujuin aja kenapa usulan Mama?"

Memejamkan matanya Ali kembali menghela nafas, dengan gerakan malas Ali meletakkan pulpennya lalu memegang ponsel miliknya dan beranjak dari kursi berjalan pelan menuju jendela besar yang berada di sisi kanannya.

Ali tidak langsung memberikan tanggapan dia memilih diam dengan ponsel tertempel ditelinga, matanya terlihat menelusuri deretan mobil yang berjejeran di jalanan di bawah sana.

"Halo Mas? Mas? Mas kamu lagi sih heuh? Mama lagi ngomong juga."

Ali tersenyum tipis saat mendengar rentetan kata berisi omelan sang Ibu. "Mas dengar kok Mah."

"Lah terus kok dengar Mama ngomong kenapa Mas diam aja?"

Memijit pelipisnya yang tiba-tiba sakit Ali lagi-lagi kembali menghela nafasnya. Entah apa yang merasuki Ibunya sampai tiba-tiba begitu berambisi menuntut dirinya seperti ini.

"Tuhkan kamu diam lagi! Memang nggak sayang kamu Mas sama Mama. Cukup tahu aja."

Ali terkekeh kecil dia sudah bisa membayangkan bagaimana imutnya sang Mama ketika merajuk seperti ini.

"Mah tolong dong jangan paksa Mas untuk melakukan hal-hal konyol seperti itu."Ali benar-benar frustasi menghadapi keteguhan mamanya.

"Apanya sih Mas yang konyol? Mama suruh kamu nikah loh bukan terjun payung."

Ali meringis pelan, "Iya tapi menurut Mas itu konyol Mamah. Lagian Mamah mau nikahin Mas sama siapa coba? Mama kan tahu Mas nggak punya pacar."Ali berharap Ibunya sedikit luluh dan bisa membiarkannya bernafas lega sejenak.

"Masalah itu kamu nggak usah khawatir. Mamah tahu kok kamu jomblo jadi Mama sudah menyiapkan semuanya termasuk calon untuk kamu. Tenang aja Mas selama ada Mama kamu terima beres aja."

Ali benar-benar kehabisan kata-kata setelah diberondong rentetan kata dari Ibunya. Dia seperti tidak memiliki kenyamanan hidup lagi sejak satu minggu yang lalu yang entah kesambet apa tiba-tiba Ibunya meminta tidak lebih tepatnya memerintahkan dirinya untuk segera menikah dan bisa kalian bayangkan bagaimana frustasinya Ali saat ini?

"Kenapa diam? Diam itu tandanya setuju loh Mas. Okedeh fix bulan depan dapat menantu. Oke ya Mas. Bye sayangnya Mama. Mmuuaach."

Tut...

Seiring putusnya sambungan telfon Ali memejamkan matanya lalu menyenderkan kepalanya pada kaca jendelanya mulutnya terlihat komat-kamit membaca istigfar mengingatkan dirinya kalau wanita menyebalkan yang baru saja menjatuhkan 'vonis mati' padanya adalah wanita yang paling dicintai olehnya.

"Ya Allah maafin Ali. Tapi minta Papa nikah lagi dosa nggak sih?"

**

Sudah satu minggu Prilly menyerahkan toko bunganya pada Siska dan Fadli karena dia masih belum bisa meninggalkan Ibunya sendirian meskipun Maryam sudah berkali-kali menyuruh putrinya untuk ke toko.

"Pergilah Nak. Kasihan Siksa sendirian kerjanya di toko."

"Enggak apa-apa Buk, kata Siska belakangan ini pesanannya nggak terlalu banyak juga jadi masih amanlah."Kata Prilly sambil mengangsurkan satu sendok bubur pada Ibunya.

Maryam membuka mulutnya lalu melahap bubur kacang ijo yang dibuat oleh putrinya. "Enak Sayang. Masakan kamu makin enak aja."Maryam mengusap lembut kepala putrinya.

Prilly tersenyum lebar, "Beneran Buk? Wah nggak sia-sia aku belajar masak sampai ke iris jari-jari aku Buk."

"Sayang tidak ada namanya sia-sia atas apa yang di usahakan Nak. Contoh kamu, karena kamu gigih bekerja dan terus berjuang tanpa putus asa sekarang diusia kamu yang masih muda kamu sudah memiliki usaha sendiri kan."Maryam berkata tanpa menutupi rasa bangganya pada putri simata wayangnya.

Prilly tersenyum lembut menatap Ibunya penuh kasih. "Semua ini karena doa-doa Ibu juga. Aku sanggup bertahan karena dukungan dan cinta Ibu. Terima kasih sudah menjadi Ibu terbaik untuk aku Buk."Prilly meletakkan mangkuk buburnya lalu berlabuh memeluk erat tubuh lemah Maryam.

Maryam tidak bisa menahan rasa harunya dengan erat dia memeluk tubuh putrinya. "Sama-sama Sayang. Ibu juga sangat bersyukur Allah memberikan Ibu putri cantik berhati tulus seperti kamu Nak."

Prilly memejamkan matanya menikmati usapan lembut dikepala dan punggungnya. Dia selalu suka dan sangat menikmati waktu-waktu yang dia habiskan dalam dekapan sang Ibu.

Prilly sudah menyimpan mangkuk buburnya lalu kembali ke kamar sang Ibu. Maryam terlihat sedang berbaring namun tidak tidur. Prilly melirik jam yang menggantung di dinding kamar.

"Sudah jam 1 siang Buk. Sebaiknya Ibu istirahat biar cepat sehat lagi."Kata Prilly setelah mendudukan bokongnya di sisi ranjang  yang ditempati Maryam.

"Sebentar lagi Nak. Ada yang ingin Ibu bicarakan sama kamu."

Prilly membantu Ibunya ketika Maryam ingin duduk dengan menyenderkan tubuhnya pada ranjang. "Ibu ingin bicara apa?"Tanya Prilly setelah Maryam sudah nyaman dengan posisinya.

"Jujur sama Ibu sejak di rumah sakit sudah berapa kali kamu bertemu dengan Aji dan istrinya?"

Prilly bisa merasakan aura Ibunya berubah tatapan mata Ibunya tiba-tiba berubah tajam. "Kenapa Buk? Sebenarnya ada masalah apa antara Ibu dan Om Aji?"Prilly masih belum mendapatkan informasi apapun tentang masa lalu orang tuanya.

Maryam mendengus pelan sebelum membuang muka menatap hamparan taman kecil didepan rumahnya lewat jendela kamarnya. "Tidak ada apa-apa hanya saja Ibu minta sama kamu jangan lagi temui Aji atau siapapun yang berhubungan dengan pria sialan itu."

Prilly tidak bisa menutupi keterkejutannya saat mendengar Ibunya mengumpati Aji. "Ibu jangan begitu dong! Istighfar Ibu."Prilly memperingatkan Ibunya.

Maryam menoleh dan menatap Prilly tajam. "Dia memang pria sialan! Karena kelicikannya Ibu kehilangan suami Ibu dan kamu kehilangan ayah kamu!! DIA ITU PEMBUNUH PRILLY!! DIA PEMBUNUH AYAH KAMU!!"Maryam berteriak kalap membuat Prilly terkejut bukan main.

Prilly benar-benar shock. Dia tidak ingin percaya kalau Aji pria jahat tapi Ibunya tidak mungkin berbohong dan mengada-ada jika Aji pria jahat.

Sebenarnya ada apa ini? Seseorang tolong beritahu Prilly apa yang harus dia lakukan?

******

Warisan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang