"Kenapa Siska?"Prilly berbisik-bisik saat menerima telfon dari Siska. Dia baru saja berhasil memenangkan Ibunya dan Maryam baru saja tertidur.
Maryam benar-benar histeris jika sudah membahas tentang Aji dan masa lalu mereka dulu.
Prilly benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi di masa lalu sampai Ibunya terluka seperti ini. Prilly ikut menangis saat Ibunya memohon padanya untuk tidak bertemu lagi dengan Aji dan keluarganya.
Prilly tidak menolak tapi juga tidak mengiyakan permintaan Ibunya bukan apa-apa dia masih harus bertemu Aji karena dia ingin bertanya pada Aji apa yang sebenarnya terjadi pada masa lalu mereka -Ayah dan Ibunya-.
Prilly mengernyit bingung saat mendengar Siska mengatakan ada yang memborong bunga-bunga di toko mereka tapi dengan syarat Prilly sendiri yang harus melayani pembeli ini.
"Emang nggak bisa sama kamu aja Sis? Aku lagi jaga Ibu."
Prilly menggigit bibirnya dia sedikit gelisah mendengar perkataan Siska kalau dirinya tidak datang maka pembeli ini akan membatalkan orderannya. Berapa duit yang hilang itu?
Prilly memejamkan matanya bukan maksud dia membandingkan Ibunya dengan duit tapi dia memang sangat membutuhkan uang itu sekarang terlebih setelah satu minggu perawatan Ibunya dirumah sakit dan juga tempo pembayaran hutang Ayahnya hampir sampai waktu lagi.
Benar-benar dilema dirinya sekarang.
"Yaudah deh Sis. Bilang sama yang beli tunggu sebentar ya. Setengah jam lagi aku udah disana."
Prilly memutuskan sambungan telfon dengan Siska lalu mulai memutar otak memikirkan cara agar dirinya bisa ke toko tanpa mengkhawatirkan Ibunya yang ditinggal sendirian.
Prilly berjalan menuju pintu depan rumahnya. Dan matanya seketika berbinar saat melihat seorang wanita paruh baya duduk manis diteras rumahnya.
"Wak Minan?"
Wanita yang dipanggil Wak Minan itupun menoleh dan tersenyum pada Prilly. "Neng cantik."
Prilly tersenyum lebar dengan cepat dia memutari teras lalu berjalan menuju teras rumah Wak Minan yang berada disamping rumahnya.
"Wak kapan balik dari kampung?"Prilly memelul erat wanita paruh baya yang sudah dianggap saudaranya itu.
"Tadi malam Nak. Prilly sehat? Ibu kamu gimana? Kok nggak kelihatan dari pagi tadi."Wak Minan melepaskan pelukannya pada Prilly.
"Ibu sakit Wak dan sekarang Prilly ingin minta tolong sama Wak boleh?"
"Tentu saja Nak. Selama Wak bisa membantu pasti Wak selalu bantu kamu."Wak Minan menyentuh lembut kepala Prilly.
Prilly tersenyum lebar sambil memeluk Wak Minan. "Terima kasih Wak terima kasih."
Tiga puluh menit kemudian Prilly sudah tiba di depan toko bunganya. Setelah Wak Minan bersedia menemani Ibunya dia langsung bersiap-siap dan langsung bergerak menuju tokonya.
Prilly sengaja menggunakan ojek online dari pada motor matic miliknya lebih cepat dan lebih efisien.
"Ini Mas ambil aja kembaliannya. Terima kasih Mas."Prilly menyerahkan selembar uang 50ribu untuk tukang ojek yang mengantarnya tadi.
"Wah terima kasih banyak Mbak. Alhamdulillah, mudah rejekinya ya Mbak."seru tukang ojek senang.
"Amiin. Mari Mas."
Prilly berbalik dan melangkahkan kakinya menuju pintu toko di sedikit mengernyit saat melihat sebuah sedan hitam yang terparkir di depan tokonya sepertinya dia tidak asing dengan mobil ini.
Memilih abai Prilly melanjutkan langkahnya menuju pintu toko dan dia kembali dikejutkan dengan kehadiran pria yang merebut ciuman pertamanya.
"Ali.."
**
"Ali.."
Merasa namanya dipanggil Ali menoleh dan tersenyum ketika melihat Prilly berdiri di ambang pintu tokonya.
"Hai.."Sapa Ali canggung.
Prilly mengernyit bingung ketika melihat Ali menyapanya. "Eh..hai juga."balas Prilly tak kalah canggung.
Ali bergerak menuju Prilly dengan langkah kaku sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Aku kesini disuruh Mama."Katanya setelah berdiri di hadapan Prilly.
Prilly mengernyit heran maksudnya Tanta Winda yang menyuruh Ali kemari? Tapi kenapa?
"Mama pengen borong bunga untuk acara pesta putri temennya jadi yah aku yang diutuskan kemari."Ali benar-benar merasa canggung berdiri sedekat ini dengan Prilly.
Prilly sendiri tak jauh berbeda dengan Ali keduanya terlihat begitu canggung satu sama lain. Prilly berdehem pelan mengusir kekakuan di antara mereka.
"Yaudah kamu ehem maksudnya Tante Winda pengen bunga apa aja?"Prilly meletakkan tasnya diatas meja kasir yang berada disebelahnya.
"Biasanya kalau pesta pernikahan perlunya bunga apa aja?"Ali balik bertanya karena dia sendiri bingung bunga apa yang harus dipesan olehnya.
"Tergantung sih pengantinnya suka bunga apa?"Jawab Prilly sambil menyanggul rambutnya.
Ali menatap Prilly yang sedang mencepol rambutnya tanpa berkedip, lengan putih Prilly terlihat begitu menarik di matanya.
"Mama nggak mungkin jerumusin kamu Nak. Prilly adalah calon istri terbaik untuk kamu dan Mama yakin Prilly bisa bahagiain kamu."
Ali kembali mengingat pembicaraannya dengan sang Mama tadi pagi sampai akhirnya dia nekad melajukan mobilnya ke toko Prilly lalu merangkai kebohongan seperti ini.
Ali tidak mengerti kenapa dia bisa terpesona seperti ini padahal niatnya hanya untuk mempermainkan Prilly lalu merebut kembali 50% saham Suryo Group yang akan segera menjadi milik Prilly.
Ya Tuhan apa yang harus dia lakukan?
Prilly selesai mencepol rambutnya lalu beralih pada bunga-bunga yang tersusun disampingnya. "Bunga ini juga sering dipesan untuk pernikahan."Prilly menyentuh bunga kacapiring yang terlihat begitu cantik dengan kelopaknya yang warna putih.
Ali mengerjapkan matanya lalu memfokuskan tatapannya pada Prilly yang sedang menyentuh satu bunga yang jarang dilihat olehnya. Ayolah Ali tidak mungkin membuang-buang waktunya hanya untuk menghafal bunga-bunga yang menurutnya tidak begitu penting itu.
"Kenapa mereka -pengantin- memilih bunga itu?"Tanya Ali mengutarakan kebingungannya.
Prilly tersenyum menoleh dan menatap Ali begitu lembut hingga kembali membuat jantung Ali berdentum kuat. Gila! Kenapa jantungnya bergerak tidak normal seperti ini.
Prilly sendiri tidak menyangka bisa senyaman ini dekat dengan pria yang pernah begitu di benci olehnya. Prilly mengerjapkan matanya ketika bayangan 'ciuman' mereka terlintas di otaknya.
"Ekhem... Mungkin karena mereka tahu bunga ini salah satu bunga yang melambangkan kebahagiaan dan kesucian. Wanginya yang menenangkan juga sangat cocok untuk pernikahan atau dijadikan buket pengantin gitu."Jelas Prilly dengan diakhiri senyuman manisnya.
Ali sama sekali tidak menyimak apa yang dikatakan Prilly karena sejak tadi ia hanya memperhatikan gerak bibir Prilly dan juga senyuman gadis itu yang entah kenapa terlihat begitu memikat.
"Kalau misalnya kamu yang jadi pengantin kamu bakal milih bunga apa?"Tanya Ali yang sama sekali tidak nyambung dengan uraian cerita Prilly barusan.
Prilly mengernyit bingung, "Kenapa jadi aku?"
Ali bergerak berjalan mendekati Prilly tanpa melepaskan tatapannya dari Prilly. "Kalau misalnya ada yang melamar kamu bagaimana tanggapan kamu?"
Prilly terpaku dia tidak bisa melepaskan tatapannya dari gelapnya mata Ali yang begitu meneduhkan. Keduanya larut dalam tatapan mereka.
Ali berulang kali mengingatkan dirinya kalau ini hanya permainan. Tapi apakah dia sanggup menjalankan permainan ini?
*****