Bab 29

3.4K 370 10
                                    


"Pril aku mohon."Ali kembali mengiba dengan kasar Prilly menghentakkan lengannya dari genggaman Ali.

Hatinya sedikit ngilu ketika melihat tatapan kecewa Ali padanya tapi siapa yang perduli dia tidak berada dalam ikatan hubungan apapun dengan Ali. Dan dia yakin cepat atau lambat sedikit catat sedikit perasaannya pada Ali akan menguap dibawa angin.

Jadi dengan mengeraskan hati Prilly kembali melayangkan tatapan kebenciannya pada Ali. "Apa bokap lo melepaskan Ibu gue ketika dia memohon untuk dilepaskan?"Tanya Prilly dingin namun Ali bisa merasakan getaran luka dari setiap kata yang keluar dari mulut gadis itu.

Sekuat tenaga Prilly menahan getaran pada tubuhnya. Ibunya sudah menceritakan semuanya bagaimana ketakutannya beliau ketika Aji mencoba menyentuhnya. Pria brengsek itu berhasil meninggalkan trauma mendalam pada Ibunya.

"Dia -Aji- pria kejam Nak. Dia tetap memaksa ketika Ibu sudah menangis memohon untuk dilepaskan."

Prilly menelan ludah kasar ketika suara Ibunya kembali terngiang di telinganya. Ibunya sudah menceritakan semuanya padanya subuh itu dan Prilly sedikit bersyukur karena Aji tidak sampai menodai Ibunya meskipun rasa trauma yang ditinggalkan pria itu pada Ibunya tidak bisa dianggap remeh.

Ibunya akan menangis histeris jika sudah ada sesuatu tentang Aji terdengar di telinganya. Tubuh Ibunya akan bergetar karena ketakutan dan Prilly benar-benar membenci dirinya sendiri ketika dia baru mengetahui hal buruk yang dialami Ibunya.

"Prilly."Suara lirih pria di hadapannya kembali membawa Prilly pada kenyataan yang ada. Dengan teliti Prilly menyusuri garis wajah Ali dengan senyuman miris dia berkata. "Gue bisa gila kalau sampai memaafkan bokap lo."Katanya dengan suara terdengar bergetar.

Ali terpaku, "Gue nggak lagi mempermasalahkan masalah Bokap lo yang nipu Bokap gue habis-habisan karena bagi gue nggak semuanya tentang harta tapi ketika kehormatan Ibunya yang dipertaruhkan gue bersumpah akan membalas dia -Aji- yang berbuat keji itu dengan balasan setimpal."Wajah kaku Prilly menandakan kalau gadis itu bersungguh-sungguh dengan perkataannya.

Ali menghela nafas dengan kasar dia mengusap wajahnya. "Papa koma."Prilly sedikit terkejut dengan informasi yang baru saja dia dengar namun dengan cepat raut wajahnya kembali datar dan tak tersentuh.

Ali tersenyum miris matanya beralih menatap taplak meja yang entah kenapa terlihat begitu menarik perhatiannya. Ukiran benang emas yang di sulam dipinggir kain itu terlihat begitu indah Ali tahu ukiran indah itu tercipta bukan dengan proses mudah jika bisa dibandingkan ukiran indah itu sama halnya dengan apa yang dia perjuangkan sekarang. Tidak mudah namun dia yakin hasilnya akan seindah sulaman benang emas ini.

"Aku nggak tahu apa ini memang balasan untuk Papa atas apa yang sudah beliau lakukan dimasa lalu atau memang ini murni cobaan ujian buat aku dan Mama khususnya aku yang selama ini begitu lalai bahkan nyaris lupa pada Tuhanku sendiri."Ali berbicara begitu lirih sarat akan penyesalan dan kesedihan matanya masih berfokus pada taplak meja hingga dia tidak menyadari tatapan sendu yang Prilly sematkan padanya.

"Tapi terlepas dari itu semua sebagai seorang anak aku harus melakukan ini semua meskipun maaf dari kamu nggak mudah aku akan melakukan apapun untuk mendapatkan maaf itu karena..karena.."Ali menelan ludahnya dengan kasar. "Karena jika Tuhan menginginkan kepergian Papa aku ingin beliau pergi dengan damai tanpa hutang maaf dari orang-orang yang disakiti olehnya dulu."

Ali mengangkat wajahnya menatap Prilly dengan tatapan kosong penuh luka tapi begitu hampa hingga membuat Prilly tercekat.

"Dan katakan apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan maaf itu Prilly?"

**

Prilly masih duduk termenung di dalam ruangannya. Setelah setengah jam berlalu sejak Ali angkat kaki dari sana. Ali memilih mengundurkan diri setelah melihat keterdiaman Prilly yang tak kunjung memberikan respon atas apa yang dipertanyakan olehnya.

"Aku nggak akan nyerah sampai maaf itu aku dapatkan. Aku akan selalu berkeliaran di sisi kamu Prilly."

Prilly memejamkan matanya saat perkataan Ali sebelum melangkahkan kaki keluar dari ruangannya kembali terngiang di telinganya.

Mengusap wajahnya dengan kasar berkali-kali Prilly mengucapkan istighfar agar hatinya kembali tenang namun sepertinya untuk hari ini dia gagal menenangkan otak dan hatinya.

Kali ini bukan amarah yang meliputi jiwanya melainkan rasa gundah gelisah karena pendiriannya untuk tidak memberikan maaf pada Papa Ali mulai goyah.

"Ya Allah. Ampuni aku."Prilly mendesah frustasi. "Aku benar-benar tidak sanggup memberikan maafku pada pria yang sudah menyakiti keluargaku terlalu dalam. Maafkan atas dangkalnya imanku ya Allah."Prilly menitikan air matanya seiring ingatannya kembali terlempar pada masa lalu di mana Ayahnya yang menjadi guru ngaji dulu pernah berkata.

"Jangan sempit kan hatimu dengan dendam Nak. Maafkan jika memang ada orang lain yang menyakiti kita. Ingat satu hal Nak, Allah saja maha pemaaf. Allah yang memiliki kuasa atas seluruh isi dunia saja memaafkan kesalahan-kesalahan hambanya lalu apa hak kita yang hanya seorang hamba hina merasa tinggi hati dan enggan memaafkan ketika ada orang yang menyakiti kita datang dan mengakui kesalahannya."

"Tapi rasanya begitu sakit Ayah. Hiks.."Prilly sudah terisak-isak sambil memegang dadanya.

Dia berbicara seolah sedang mengadukan semua rasa sakitnya pada sang Ayah lebih tepatnya pada kenangan sang Ayah yang masih berada di dalam otaknya.

"Sakit memang Nak tapi ingat satu hal betapa Allah memberikan kemuliaan bagi hamba-hambanya yang memiliki hati lapang. Allah yang akan membalas kecurangan orang lain pada kita bukan hak kita untuk menghakimi sesama manusia Nak karena apa? Karena belum tentu kita lebih baik dari mereka yang sudah berbuat dosa."

"Ayah.. Hiksss.. Hikss.. Ayah Prilly kangen.. Hiksss.."Tangis Prilly semakin kencang seiring kenangan bersama sang Ayah terus berkelibat di dalam otaknya.

Ali segera melajukan mobilnya kerumah sakit seperti orang kesetanan. Dia baru saja menerima telfon dari sang Mama kalau kondisi Papanya kembali memburuk.

"Ya Allah Papah."

Ali barusaja ingin menenangkan fikirannya setelah meninggalkan toko bunga Prilly namun urung karena telfon sang Ibu yang benar-benar membuat jantungnya seperti berhenti berdetak.

Ali tidak memperdulikan berbagai umpatan dan makian pengguna jalan yang ditujukan padanya karena mengendarai mobil secara ugal-ugalan.

"Papa Nak. Papa makin drop."

Satu kalimat disertai tangisan Ibunya mampu membuat Ali kehilangan kekuatan disetiap sendinya. Ada apa dengan Papanya? Bukankah Dokter mengatakan kondisi Papanya semakin membaik meskipun belum sadar dari komanya tapi kenapa sekarang seperti ini?

"Selamatkan Papa. Hamba mohon ya Allah, hamba mohon."Ali tidak bisa menahan satu tetes air mata yang muncul dari sudut matanya.

Dada Ali terasa sesak penolakan Prilly dan kondisi buruk Papanya benar-benar membuat seorang Ali Suryo menitikan airmata.

Rasanya sakit luar biasa.

*****

Warisan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang