Bab 25

3.2K 347 17
                                    


Prilly dan Ali saling adu tatap tidak ada satupun diantara mereka yang terlihat akan mengalah. Prilly mengepalkan tangannya kuat-kuat, dadanya masih berdetak kencang saat otaknya memutar layaknya kaset kusut tentang cerita Aji yang hampir memperkosa Ibunya.

Dimana dia saat kejadian laknat itu terjadi? Dimana Ayahnya? Siapa yang menolong ibunya kala itu? Atau jangan-jangan tangan bajingan itu sampai menyentuh lebih tubuh Ibunya?

Prilly menggelengkan kepalanya berkali-kali dia tidak boleh membayangkan hal itu, jantungnya tidak akan sanggup berdetak lagi dia takut mati dalam kesesakan dadanya.

Ali memperhatikan setiap perubahan diwajah Prilly. Menghela nafas dia sebenarnya tidak ingin bersitegang dengan Prilly hanya saja dia tidak bisa terima ketika Prilly menghina Papanya meskipun tidak ada yang salah dari setiap kata cacian yang keluar dari mulut gadis itu.

"Pergi! Dan katakan pada pria itu."Prilly menelan ludah susah payah dia tidak ingin lagi menyebut nama pria yang sudah melukai Ibunya itu. "Katakan padanya sampai matipun aku tidak akan pernah memaafkan kesalahannya!"Sambung Prilly tegas.

"Jangan begini Prilly! Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan termasuk papaku."Ali kembali berusaha membela Ayahnya.

Prilly mendengus jijik, "Dikatakan begitu baik oleh putra pembunuh."Ejeknya kembali membuat Ali meradang.

"Jangan mengelak Li! Terima kenyataan kalau bokap lo memang pembunuh! Bokap lo pria bejat!"Tambah Prilly lagi.

Prilly benar-benar tidak gentar dengan tatapan tajam yang dilayangkan Ali padanya. "Jangan sok merasa korban disini karena sesungguhnya korban adalah Ibu gue. Karena kelicikan bokap lo Ibu gue harus kehilangan suaminya dan gue harus kehilangan Ayah gue. Dan lebih bajingannya lagi bokap lagi tega hampir menodai nyokap gue. Kalau keadaan kita balik apa lo mampu mengampuni Ayah gue yang coba perkosa Ibu lo?!"

Ali terdiam.

Prilly kembali menyunggingkan seringainya. "Sampai kapanpun tidak ada anak yang bisa nerima orang tuanya dilecehkan termasuk gue."Prilly beranjak dari posisinya dengan cepat dia mencabut infus yang terpasang di tangannya.

"Kamu mau ngapain?"Tanya Ali panik.

"Pulang! Gue nggak bisa berada satu ruangan dengan orang-orang yang udah hancurin keluarga gue."sindir Prilly sambil menjauhkan diri ketika Ali ingin menyentuhnya.

Ali memundurkan langkahnya dia menghela nafas berkali-kali demi Tuhan niatnya adalah menyakiti Prilly tapi kenapa sekarang malah dirinya yang terasa begitu tersakiti dengan sikap cuek Prilly.

Ali tidak suka tatapan kebencian yang dilayangkan Prilly padanya.

Dia tidak suka ketika Prilly berubah ketus seperti ini.

Ada apa ini? Kenapa semua berbanding jauh dengan rencananya.?

Ali membiarkan Prilly menurunkan kakinya lalu menginjak lantai, Ali tahu kondisi Prilly masih lemah tapi gadis keras kepala itu terus memaksakan diri agar terlihat kuat.

"Nggak perlu lo antar! Gue bisa pulang sendiri."Prilly berkata terlebih dahulu sebelum Ali membuka mulut dan mengutarakan niatnya yang ingin mengantarkan Prilly pulang.

"Satu lagi."Prilly menghentikan langkahnya tanpa berbalik menghadap Ali yang menatap sendu punggung mungil Prilly.

"Semoga Tuhan memberikan balasan setimpal untuk keluarga lo! Semoga Tuhan menggantikan air mata Ibu gue dengan kebahagiaan dan kebahagiaan keluarga lo akan berganti dengan penderitaan."Perkataan Prilly layaknya sumpah yang membuat Ali mematung tubuhnya bergetar tanpa diminta.

Jauh didalam lubuk hatinya dia takut perkataan yang baru saja Prilly keluarkan dikabulkan oleh Tuhan bukankah setiap perkataan itu doa dan doa orang terzalimi lebih cepat dikabulkan Tuhan?

Dan Ali sadar kalau Prilly adalah orang yang telah dizalimi oleh Papanya.

Prilly melangkahkan kakinya meninggalkan Ali yang masih mematung di tempatnya.

**

Prilly tidak bisa menghentikan isak tangisnya sepanjang perjalanan menuju rumahnya. Prilly pulang dengan menggunakan taksi meskipun jam sudah menunjukkan pukul 3 dini hari tapi Prilly sama sekali tidak merasa takut atau apa.

Hatinya sudah merasa kebas sejak mendengarkan pengakuan Aji tadi. Supir taksi hanya bisa melihat gadis yang menumpangi mobilnya terus menangis di belakang.

'Mungkin ada saudara atau orang dekatnya yang meninggal.'fikir supir itu.

Prilly menghela nafas berkali-kali untuk mengurangi rasa sesak di dadanya. Dia mengigit kuat-kuat bibir bawahnya ketika mengingat kembali bagaimana kasarnya dia berucap pada Ali.

Jika di pikirkan lagi sebenarnya Ali tidak bersalah disini kesalahan murni dari Aji, Ayahnya. Tapi entah kenapa Prilly benar-benar tidak bisa menahan diri untuk tidak memaki Ali.

"Maafin aku Mas."bisiknya sendu sebelum kembali terisak-isak.

Prilly sudah tidak terlalu memusingkan lagi bagaimana jika Ibunya tahu kedatangannya dia memang berniat untuk menceritakan semuanya pada sang Ibu. Ini sudah bersalah membohongi Ibunya dengan terus berhubungan dengan keluarga Aji padahal Ibunya sudah mewanti-wanti agar dia menjauhi keluarga kaya itu supaya hatinya tak sakit dan sekarang dia menerima balasan karena sudah melanggar larangan Ibunya.

Mengingat Ibunya kembali tangis Prilly pecah. Kenapa semua jadi seperti ini? Kenapa disaat dia dan Ali mulai dekat satu sama lain Tuhan memberi mereka cobaan seberat ini?

Prilly tidak tahu harus melakukan apalagi karena semua perlakuan orang tua Ali pada orang tuanya tidak mungkin dia maafkan dengan mudah atau mungkin sampai matipun dia tidak akan bisa memaafkan Aji.

"Neng sudah sampai."

Suara supir taksi mengagetkan Prilly hingga dengan cepat ia mengusap wajahnya. "Ah ya Pak. Ini Pak."Prilly menyodorkan beberapa lembar uang berwarna merah.

"Ambil aja kembaliannya Pak."Ucap Prilly sebelum membuka pintu mobil dan turun dari sana. "Terima kasih banyak Neng. Terima kasih."

"Sama-sama Pak."Prilly menutup pintu mobil lalu beranjak menuju pagar rumahnya.

Samar-samar dia mendengar suara orang mengaji yang dia tahu berasal dari mesjid yang terletak lumayan jauh dari rumahnya. Prilly menghela nafas ketika melihat jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul 4 pagi.

Sudah masuk waktu subuh ternyata.

Prilly membuka perlahan pintu rumahnya, berusaha seminimal mungkin agar tidak menimbulkan suara supaya Ibunya tidak terbangun dia sedikit bersyukur karena lampu utama rumahnya masih padam itu tandanya Ibunya belum bangun.

Tapi tumben sekali jam segini Ibunya belum bangun, fikirnya sambil membuka sepatu miliknya.

Prilly baru akan beranjak ingin ke kamarnya saat tiba-tiba ruang tamunya berubah terang seketika tubuh Prilly menegang apalagi ketika matanya menangkap sosok Ibu yang tengah bersidekap memandang tajam kearahnya.

"Bisa kamu jelaskan semua ini pada Ibu Nak?"

Deg!

Dan tanpa menunggu lagi Prilly segera berlari menyongsong Ibunya. "Maafin Prilly Buk. Maafin Prilly."Isaknya kembali.

Maryam yang sudah akan memarahi putrinya seketika membalas pelukan putrinya. "Ssst..tenanglah Nak! Ada ibu disini."Pelukannya semakin mengerat seiring isak tangis Prilly yang semakin menyayat hati.

Prilly menenggelamkan wajahnya di dada sang Ibu dan berjanji mulai saat ini dia tidak akan lagi membohongi sang Ibu dia akan melakukan apapun yang diinginkan Ibunya termasuk mengenyahkan Ali anak dari pembunuh Ayahnya.

"Maaf.."

*****

Warisan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang