Setelah berbincang-bincang dengan Pak Ustad di mushola Ali kembali melangkah menuju ruangan Papanya. Hatinya jauh lebih tenteram dan tenang sekarang. Dia tahu kalau selama ini dia lalai menjalankan ibadah hingga Allah memberinya ujian agar kembali ke jalan Allah.Ali mengusap wajahnya dengan kasar jika mengingat kembali rencana bodohnya dia benar-benar merasa malu. Bagaimana bisa hatinya sekikir itu sampai-sampai ingin menghancurkan orang lain hanya karena harta.
Dan sekarang dia sadar hikmah di balik semua ini adalah sadarnya dirinya kalau ternyata selama ini jalannya salah dia sudah jauh berbelok dari jalan Allah hingga Allah menegurnya seperti ini.
Ali mempercepat langkahnya dia sudah bertekad untuk mendapatkan maaf dari Prilly dan Ibunya agar jalan Papanya lebih mudah entah itu untuk kesembuhan atau-- Ali menelan ludah kasar- jika Allah berkehendak lain dia ingin jalan Papanya mudah tanpa ada sangkut pautnya dengan maaf dari keluarga Prilly.
Ali benar-benar akan melakukan segala cara untuk mendapatkan maaf itu tapi jika Allah mengizinkan dia ingin Papanya sehat seperti semula. Dia masih belum membahagiakan orang tuanya, selama ini dia yang terus menerima kebahagiaan dari orang tuanya.
Dan jika Ayahnya sembuh Ali berjanji akan melakukan apapun untuk kebahagiaan orang tuanya. Apapun.
"Mama."Ali menyapa Ibunya setelah tiba didepan ruangan Aji.
Winda menoleh dan menatap putranya dengan sayu."Sudah solat Nak?"Ali mengangguk pelan. "Mama kenapa? Wajah Mama kok pucat gini?"Ali mengusap lembut wajah wanita kecintaannya.
Winda menggelengkan kepalanya, "Mama baik-baik aja Mas cuma agak pusing aja."Winda tidak mengatakan apapun perihal beban dikepalanya ketika Prilly menolak panggilan telfon darinya.
Winda sudah menduga tapi tetap saja dia tidak ingin Prilly membencinya apalagi Ali terlebih dengan rencana perjodohan mereka. Winda sangat menyayangi Prilly dan dia sudah menaruh harapan besar dengan mencita-citakan Prilly sebagai menantu idamannya.
Jika Prilly membenci mereka seperti ini maka harapan itu sudah pasti menjadi angan semata dan dia tidak ingin itu terjadi. Tapi apa yang harus dia lakukan?
"Mama lagi mikirin apa sih sebenernya? Cerita sama Mas? Apa ini tentang kondisi Papa?"Ali masih terus membujuk Ibunya.
"Tentang Papa sudah pasti Nak. Sekarang Mama lagi mikirin rencana perjodohan kamu dengan Prilly."Winda terlihat sedih ketika menyebut nama Prilly.
Dulu mungkin hanya Winda yang begitu menginginkan perjodohan ini terlaksana tapi sekarang entah kenapa jauh di dalam lubuk hatinya Ali seperti menginginkan perjodohan ini terlaksana juga.
"Mama harus sabar kalau Prilly memang ditakdirkan Allah menjadi tulang rusuk Mas sesulit apapun jalannya suatu saat nanti pasti kami akan bertemu di pelaminan."Ali menyunggingkan senyumannya ketika Winda menatapnya dengan tatapan tidak percaya.
"Baru solat subuh berjamaah kamu sudah sebijak ini Mas? Mama minta mulai sekarang jangan lagi lalaikan ibadah kamu Sayang."Winda mengusap lembut pipi putranya.
"Insya Allah Mah. Doain Mas terus ya! Supaya Mas terus istiqamah dalam memperbaiki diri."
"Amiin ya Allah."jawab Winda.
Ali juga ikut mengaminkan perkataannya didalam hati.
Ali masih bercengkrama dengan Ibunya sampai mereka tak sadar kalau jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi.
"Kamu pulang gih sayang. Harus kerja juga kan?"Winda memaksa Ali pulang. "Kalaupun nggak ke kantor kamu harus istirahat Nak."tambahnya lagi. Ali tersenyum lembut, "Mama yang harus pulang istirahat biar Mas yang jaga Papa disini."