Bab 33

3.5K 398 19
                                    


Prilly benar-benar tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya ketika mendengar suara benda jatuh dan matanya membulat seketika saat melihat Ali terjerembab di hadapannya.

"Ya Allah Mas Ali!!"Teriaknya sambil berlari menuju kearah Ali yang sudah tidak sadarkan diri.

Prilly melemparkan tasnya begitu saja lalu menarik kepala Ali kedalam pangkuannya. "Ya Allah Mas! Mas bangun! Mas Ali buka mata kamu!"Prilly menepuk-nepuk pipi Ali berusaha menyadarkan pria itu namun nihil tubuh Ali tidak merespon apapun.

Jantung Prilly berdetak begitu kencang tubuhnya menggigil ketakutan saat merasakan suhu tubuh Ali begitu panas, wajah tampan itu benar-benar pucat bibir Ali bergetar sangking panasnya suhu tubuh pria itu.

"Ibu! Ibu tolong!"Prilly berteriak memanggil Ibunya sebelum membawa tubuh Ali kedalam dekapannya.

Prilly sudah duduk di tanah sambil memeluk erat tubuh Ali. Tanpa Prilly sadari air matanya mulai menetes membasahi pipi Ali yang pucat.

"Ibuk hiks! Tolong buk! Tolong! SIAPAPUN TOLONG SAYA!!"Prilly berteriak kencang disela tangisnya ketika tidak ada seorangpun yang keluar menolongnya.

"Mas bangun! Mas jangan gini dong! Aku takut."Tanpa sadar Prilly merengek ditengah tangisnya yang berderai.

Berkali-kali ia tepuk pipi Ali namun pria itu tetap saja tidak meresponnya. Tubuh Ali mulai bergetar didalam dekapan Prilly mulutnya mulai meracau. "Dingin..di..dingin.."Racau Ali dengan mata terpejam rapat.

Prilly mendekap erat tubuh Ali berusaha menyalurkan kehangatan tubuhnya pada Ali. Suhu tubuh Ali semakin panas dan Prilly benar-benar benci ketika tidak ada satu orangpun dari tetangganya yang keluar ketika dia sudah berteriak seperti tadi.

Prilly nyaris kembali berteriak sampai pintu rumahnya terbuka dan dia melihat Ibunya di sana. "Buk tolongin aku Buk! Tolong telfon ambulans Ali butuh bantuan kita."Prilly sudah tidak memikirkan apapun lagi bahkan jika Ibunya histeris setelah ini.

Ali benar-benar butuh pertolongan medis suhu tubuh pria ini benar-benar panas dan kondisinya sangat mengkhawatirkan. Untung saja Ibunya segera masuk ke dalam sepertinya beliau sedang menghubungi dokter.

"Sabar Mas. Sabar sebentar lagi mereka akan datang dan nolongin Mas."bisik Prilly kembali mendekap erat tubuh Ali.

Melihat Ali seperti ini dendam dan sakit hatinya menguap entah kemana. Dia memang masih belum tahu apa tujuan Ali datang kerumahnya pagi-pagi begini tapi dia yakin ini adalah salah satu bentuk ketulusan Ali dalam mendapatkan maaf darinya.

"Aku bakalan maafin Mas. Aku janji bakalan maafin Mas tapi kamu harus baik-baik saja Mas. Kamu harus janji setelah ini jangan bikin aku takut lagi dengan kondisi kamu yang kayak gini. Aku mohon."

**

Prilly menunggui Ali diperiksa dengan berjalan mondar-mandir di depan UGD. Ali sudah tiba dirumah sakit sejak setengah jam yang lalu setelah ambulans datang Ali memang langsung dilarikan ke rumah sakit.

"Duduklah Nak. Ali akan baik-baik saja."Maryam kembali menegur putrinya entah untuk ke berapa kalinya.

Prilly sudah begitu sejak Ali di dorong ke dalam ruangan sana dan sampai sekarang Dokter belum ada yang keluar dan hal itu semakin menambah kekhawatiran Prilly.

"Ali baik-baik aja kan Buk?"Tanya Prilly tanpa menoleh pada Ibunya, saat ini fokus Prilly benar-benar tertuju pada Ali hingga dia terlihat seperti orang linglung karena rasa cemas yang berlebih.

"Tentu Nak. Ali akan baik-baik saja. Tenanglah dan sekarang duduklah Nak. Ibu pusing lihat kamu mondar-mandir terus dari tadi."Maryam memijit pelipisnya sebentar, dia tidak berbohong ketika mengatakan pusing barusan.

Prilly segera menduduki kursi disamping Ibunya. Dia memeluk sebentar Ibunya sebelum kembali bergerak gelisah kali ini kedua kakinya yang dia mainkan. Maryam menatap putrinya intens entah kenapa melihat kekhawatiran Prilly saat ini otak Maryam jadi mencetuskan satu pemikiran.

Dan semoga saja pikirannya itu salah. Tidak! Itu tidak boleh terjadi.

Maryam mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia menolong putra dari Aji hanya karena kasihan. Benar hanya karena kasihan bukan iba atau apa karena dia sudah memutuskan setelah ini dia tidak ingin lagi berhubungan dengan keluarga jahat itu.

"Buk sebenarnya sejak kapan Ali ada dirumah kita?"Tanya Prilly tiba-tiba dia sengaja tidak memanggil Ali dengan sebutan Mas karena tidak ingin Ibunya salah paham.

"Sejak kemarin."Jawab Maryam santai.

Prilly seketika membulatkan matanya. "Kapan Buk? Kemarin?"Ulangnya lagi ingin memastikan.

Maryam kembali menganggukkan kepalanya. "Ibu udah usir dia. Eh dianya ngeyel dan memilih bertahan semalaman di halaman rumah kita."Maryam menjelaskan tanpa bersalah. "Lagian wajar sih kalau sampai dia kritis begini siapa suruh sok jadi pahlawan dengan bertindak diluar nalar seperti itu."sambung Maryam lagi.

"Ya Allah Buk. Kenapa Ibu biarin Ali semalaman diluar Buk? Dingin Buk, udara malam tentu nggak baik untuk kesehatan Ali apalagi semalam kan ada hujan lagi Buk mana deras pula."omel Prilly tanpa sadar.

Maryam mengerjapkan matanya beberapa kali. Mana dia tahu semalam ada hujan orang tidurnya nyenyak sekali tapi kenapa Prilly bisa semarah ini hanya karena hal sepele seperti ini?

"Kamu sadarkan siapa yang sedang kamu khawatirkan saat ini?"Maryam mulai berbicara serius dengan putrinya.

Prilly menghela nafasnya, tubuhnya sudah sangat lelah karena bekerja semalaman ditambah dengan rasa khawatirnya pada Ali membuat kepalanya benar-benar tidak bisa berfikir secara jernih.

"Aku capek Buk. Maaf udah ngomong nggak jelas tadi."Prilly memilih mengalah dia tidak ingin Ibunya histeris jika dia ikut meladeni sang Ibu. Prilly sangat tahu kemana arah pembicaraan sang Ibu jadi dia memilih aman dengan pura-pura memejamkan mata sambil menyenderkan kepalanya di dinding rumah sakit.

"Dia anak pembunuh Ayah kamu Prilly ingat itu!"

"Jangan bahas itu disini Buk. Nanti kita bahas di rumah saja."jawab Prilly tenang.

"Nggak bisa!"Maryam kontan beranjak dari duduknya lalu menatap nyalang pada Prilly. "Jangan hanya karena Ali sakit kamu bisa melupakan kejahatan Papanya! Ingat Prilly Ayah kamu mati karena perbuatan jahat Papa Ali!"Maryam berbicara dengan suara cukup keras.

Prilly membuka matanya. "Buk Ayah meninggal karena kehendak Allah bukan salah siapa-siapa. Lagian yang jahat Papanya Ali kan bukan Ali?"Ujar Prilly berusaha menjelaskan pada Ibunya.

Jujur saja melihat kondisi Ali tadi Prilly semakin yakin perasaannya pada Ali bukannya memudar malah semakin mengakar. Dia nyaris mati ketika melihat tubuh Ali tergeletak tak berdaya terlebih ketika Ali terus meracau ditengah kondisinya yang benar-benar mengkhawatirkan.

Tidak! Prilly buru-buru menggelengkan kepalanya dia tidak ingin mengingat hal itu lagi. Ali akan baik-baik saja dia yakin.

"Ibu benar-benar akan memusuhimu jika kamu berhubungan dengan keluarga Suryo itu Prilly!"

Prilly menatap Ibunya tak percaya. "Buk istighfar Buk! Istighfar! Kita sedang dalam kondisi tidak baik untuk membicarakan hal itu. Jadi Prilly mohon! Tenanglah Buk. Ini rumah sakit tolong jangan berteriak Buk."

"Ibu nggak perduli! Yang terpenting kamu jauhi keluarga Suryo!"Maryam bergerak mendekati putrinya lalu menarik lengan Prilly. "Sekarang kita pulang! Ayok pulang!"Maryam mulai menarik-narik lengan Prilly.

"Ibu tenang dulu jangan seperti ini Buk."

"Nggak! Ibu nggak akan tenang sebelum pria jahat itu mati!"Teriak Maryam kalap.

Maryam mulai berteriak histeris sambil memaki-maki Aji hingga membuat dua orang perawat datang menolong Prilly yang terlihat kewalahan menenangkan Ibunya.

Maryam terpaksa harus di bius karena tidak bisa di tenangkan. Tubuh Prilly perlahan merosot ketika Maryam sudah dibawa oleh perawat ke ruang lain setelah tak sadarkan diri karena pengaruh obat bius.

Prilly meremas rambutnya lalu menariknya kasar ketika otaknya mulai buntu untuk berfikir.

"Ya Allah apa yang harus aku lakukan?"

*****

Warisan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang