Bab 20

3.3K 334 13
                                    


"Ji bagaimana kalau nanti putra-putri kita ketika mereka dewasa nanti kita jodohkan saja."Cetus Usman tiba-tiba hingga mengundang tawa Aji dan yang lainnya.

Sore itu mereka, Aji dan Winda, Usman dan Maryam serta Arlan dan istrinya. Mereka tengah bersantai sambil melihat putra putri mereka berlarian mengelilingi taman.

"Kasihan anak gue dong kalau anak-anak kalian di jodohin."Kata Arlan dengan ekpresi wajah nelangsa.

Kembali derai tawa terdengar, "Tenang aja nanti gue sama Winda buat anak lagi kali ini cewek nanti kita jodohin sama Rama."Aji berkata sambil memeluk bahu istrinya.

"Boleh juga tuh! Tapi yang cantik kayak Prilly ya suka gue cewek mirip boneka begitu."Istri Arlan ikut menimbrung pembicaraan.

Derai tawa dan candaan mengudara sampai akhirnya keegoisan dan ketamakan hati Aji merusak semuanya. Nafsu dunia yang tidak dapat ditahan nyaris membuatnya menodai istri sahabatnya sendiri hingga akhir dari semua cerita adalah kesengsaraan Usman dan keluarganya hingga sahabat Aji itu menutup mata berpulang ke rahmatullah meninggalkan istri dan anaknya untuk selama-lamanya dan semua itu karena kejahatan Aji.

Semua hancur Arlan memilih pergi meninggalkan Aji dalam kesenangan sesaatnya hingga bertahun-tahun Aji hidup dalam gelimangan harta hasil dari kecurangan pada Usman, sahabatnya.

Aji memejamkan matanya ketika kilasan-kilasan masa lalu terputar di otaknya bagaikan kaset rusak. Dadanya berdenyut nyeri menanggung beban penyesalan yang mungkin akan ia bawa sampai ke liang lahatnya nanti.

"Mana Prilly Mah?"Aji menoleh menatap istrinya. "Lagi di jemput sama Ali Pah. Sabar ya mungkin mereka ke jebak macet."Winda mengusap lembut lengan suaminya.

Aji secara tiba-tiba ingin bertemu Prilly entah apa yang ingin di katakan oleh pria itu namun ketika melihat kondisi Aji yang semakin melemah akhirnya Winda menghubungi Prilly memang tidak di angkat oleh gadis itu hingga Ali berinisiatif menghubungi Prilly menggunakan ponsel nya dan syukurlah akhirnya gadis itu menerima panggilan dari Ali.

Dan sekarang baik Winda maupun Aji sama-sama tengah menunggu kedatangan Ali dan Prilly.

"Mama ingat nggak dulu saat pertama kali Papa nyatain Cinta sama Mama."Tiba-tiba Aji mengenang masa lalu mereka.

Winda menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca. "Tentu. Dulu Papah benar-benar gentle ketika nembak dan lamar Mama."Winda mengecup lembut punggung tangan suaminya.

Aji menatap Winda dengan tatapan teduh penuh cinta serta rasa bersalah, dia sempat mengkhianati cinta mereka meskipun tidak bermain gila di belakang Winda tapi hatinya sempat mendua karena perlahan dia membiarkan Maryam menyusup masuk kesana.

"Maafin Papa Mah."ujar Aji tiba-tiba.

Winda mengernyit bingung, "Maaf untuk apa Sayang?"Winda mengusap lembut dahi suaminya.

Menatap dalam wajah istrinya dada Aji semakin sesak tanpa bisa di tahan air mata Aji menetes. "Papah pernah mendua Mah."

Sontak usapan Winda di kepala Aji terhenti setelah mendengar apa yang dikatakan Aji."Maksud Papa gimana? Jangan bercanda Pah."Winda berusaha tersenyum geli.

"Papah pernah mencintai wanita lain selain Mama."

Dan Boomm!!

Winda kembali merasakan kehancuran yang terasa lebih menyakitkan ketimbang vonis Dokter terhadap suaminya.

"Pa..pa bohong! Mama nggak bisa Papa bohongin. Udah ah jangan ngelawak!"Winda berusaha tertawa yang terdengar begitu sumbang ditelinganya.

Aji berusaha menggengam tangan istrinya namun dengan cepat Winda menarik lepas tangannya. "Maafin Papa."Ucap Aji sendu.

Winda menatap kosong suaminya tetes demi tetes air matanya mulai jatuh. "Si..siapa?"Tanyanya terbata.

"Si..siapa wanita itu?"Ulang Winda lagi.

Aji menatap istrinya penuh rasa bersalah, luka menganga di mata Winda mengoyak jantungnya dia tidak ingin Winda terluka tapi dia juga tidak bisa menutupi lagi kebejatannya dulu.

"Maryam."

Winda sontak berdiri menatap Aji penuh luka. "Enggak. Nggak mungkin!"Winda bergerak menjauh dengan kepala menggelengkan kepalanya sebelum tangisnya pecah dan dia terduduk lemas di sudut ruangan.

"Ya Allah kenapa rasanya sesakit ini.."

**

Ali dan Prilly kembali terjebak dalam keheningan serta padatnya jalanan hingga membuat mobil Ali merayap di tengah kemacetan kota.

"Mau tengah malam masih aja macet."Keluh Ali pada dirinya sendiri namun ternyata Prilly bisa mendengarnya. "Mungkin ada kecelakaan atau apa didepan Mas."sahut Prilly sambil menggerakkan kepalanya menatap kedepan.

Ali seketika menoleh entah kenapa dia selalu suka ketika Prilly memanggil dirinya 'Mas'. Sebenarnya ada dengan dirinya? Ali benar-benar bingung bahkan dia masih belum mengerti kenapa tiba-tiba dia dan Prilly menjadi dekat layaknya teman bahkan ketika mereka berinteraksi benar-benar tidak ada kecanggungan yang berarti.

"Kenapa? Kok liatnya gitu banget?"Prilly merasa risih diperhatikan oleh Ali seintens ini.

Ali mengerjap lalu menggelengkan kepalanya. "Enggak biasa aja."Jawabnya sambil mengalihkan pandangannya ke depan.

Kembali keheningan menyelimuti mereka. Prilly mengetuk-ngetuk jarinya sambil menoleh ke kanan sedangkan Ali terlihat memfokuskan matanya ke depan meskipun sesekali matanya kedapatan melirik Prilly yang terlihat begitu asik dengan pandangan di luar mobil.

Tak selang berapa lama tiba-tiba hujan deras mengguyur padatnya jalanan kota.

"Yah hujan."Kata Prilly sambil bergerak membenarkan posisi duduknya. "Kenapa emangnya kok hujan kan kita di mobil nggak basah juga kan?"Ali berbicara sambil menjalankan mobilnya yang bergerak hanya beberapa meter saja.

Ali kembali menarik rem tangan lalu memfokuskan dirinya pada Prilly. "Ya kita memang nggak basah karena di mobil tapi pengedara motor di luar sana pasti basah kuyup deh. Nah tuh liat mana ada balitanya lagi. Kasihan sekali."Prilly menunjuk seorang pengendara motor yang berusaha menyalip di sisi kanan mobil Ali dengan membonceng istri dan anaknya yang masih kecil.

Ali menoleh dan menatap pengendara yang baru saja ditunjuk oleh Prilly. Ali bisa melihat balita yang dimaksud Prilly terlihat menggigil karena kedinginan akibat curah hujan yang turun begitu deras.

"Kasihan sekali dedeknya pasti dingin banget tuh."Prilly menatap iba balita yang dipeluk erat oleh Ibunya yang juga terlihat basah kuyup.

Ali menoleh dan menatap Prilly yang tengah menatap pengendara itu dengan tatapan iba, pancaran teduh di mata Prilly terlihat begitu tulus dan Ali yakin gadis ini benar-benar memiliki ketulusan hati tanpa di buat-buat.

Lalu sanggupkah Ali menyakiti gadis setulus ini hanya karena keegoisan dan juga keserakahannya?

Apa benar kata Rama karma akan datang menghantui dirinya jika dia benar-benar menyakiti Prilly?

Prilly tidak bersalah dan Ali tahu itu tapi tetap saja dia tidak bisa membiarkan Prilly menguasai atau memiliki sesuatu yang seharusnya menjadi miliknya.

Tidak. Ali akan tetap menjalankan rencananya apapun yang terjadi Ali tidak akan membiarkan Prilly mengambil haknya.

Tidak akan pernah.

*****


Warisan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang