Bab 32

3.4K 389 33
                                    


Prilly terus memikirkan perkataan Siska sepanjang perjalanan pulang menuju rumahnya.

"Mbak nggak ada kepuasan dalam keberhasilan jika itu dalam hal balas dendam. Percaya sama aku Mbak. Bukannya aku sok tahu atau sok mencampuri urusan pribadi Mbak hanya saja aku bisa melihat ketulusan Mas Ali sayang Mbak kan kalau ada orang yang tulus sama kita eh kita sia-siakan hanya karena dendam?"

Prilly memejamkan matanya sambil merebahkan kepalanya pada sandaran kursi di dalam taksi yang dia tumpangi. Entah kenapa hari ini tiba-tiba dia menyukai macet.

Suasana pagi dikota besar seperti kota kelahirannya memang seperti ini. Terlihat Ibu-ibu yang sibuk berbelanja dan juga bapak-bapak yang ikut berdesakan di jalanan untuk pergi bekerja.

"Macetnya parah ya Pak."Prilly membuka suara dengan supir taksi yang sepertinya sudah berusia lebih dari 50 tahun.

Supir taksi itu menoleh menatap Prilly sekilas sebelum mengangguk setuju. "Iya neng. Parah banget macet hari ini biasanya tidak separah ini."

"Iya Pak biasanya saya lewat jalan pintas kalau kerja cuma hari ini lembur saya Pak."Cerita Prilly ramah. Setidaknya berbicara dengan bapak ini sedikit lebih baik daripada duduk diam dan menggalau sendiri.

"Iya Neng. Anak bapak juga sering ngeluh kalau lagi macet begini."Senyum sendu bisa Prilly lihat di wajah tua supir itu.

"Saya juga begitu Pak. Kalau macet bawaannya ngeluh terus."Adu Prilly sedikit cemberut.

Pria paruh baya itu tertawa lepas sambil menoleh menatap Prilly kembali. "Macet memang nyebelin kan Neng? Begitulah kata almarhum putri bapak dulu."

Dan seketika wajah Prilly berubah, dia benar-benar terkejut. "Maaf Pak saya nggak bermaksud."

"Nggak apa-apa Neng. Nggak apa-apa lagian bapak yakin putri bapak sekarang udah bahagia terlebih setelah bapak memaafkan pembunuh putri bapak."

"Pembunuh?"ulang Prilly tak yakin.

Supir taksi itu menganggukkan kepalanya sambil melajukan mobilnya secara perlahan sebelum kembali berhenti. "Putri bapak dibunuh pacarnya karena hamil Neng."

Astagfirullah!

Prilly menutup mulutnya tanpa sadar. "Bapak dan istri sangat kecewa kala mengetahui hal itu tapi mau gimana lagi putri kami sudah terlebih dahulu dipanggil Tuhan rasanya tidak baik kalau kami masih memelihara dendam dan kekecewaan termasuk pada pelaku itu."Cerita supir taksi tanpa memperhatikan wajah Prilly yang mulai berubah.

"Bapak dan istri bisa memaafkan pelaku itu dengan begitu mudah?"Tanya Prilly setengah percaya.

Supir taksi itu tidak lagi menoleh hingga tidak melihat perubahan wajah penumpangnya.

"Tidak mudah memang pada awalnya Neng tapi setelah kami mencoba ternyata memaafkan itu rasanya jauh lebih baik dari pada memelihara kebencian apalagi sampai menaruh dendam Neng."Supir Taksi membelokkan mobilnya saat gang rumah Prilly sudah terlihat.

"Lagian kata istri bapak kita sebagai manusia hina penuh dosa tidak berhak menghukum sesama manusia Allah saja maha pencipta maha segalanya memaafkan hamba-nya yang berbuat dosa. Nah kita sebagai hamba apa tidak malu bersikap keras hati dengan mengutuk dan tidak mau memaafkan mereka yang menyakiti kita?"Supir Taksi memelankan laju mobilnya ketika melihat ada mobil lain yang berhenti di depan mobilnya.

"Dan jika ada diantara kita -manusia- yang berbuat curang atau menyakiti sesama biar Allah saja yang membalas toh keadilan cuma milik Allah bukan? Tidak ada yang adil didunia ini kecuali Allah bener nggak Neng?"Tanya Bapak supir yang seketika terkejut ketika melihat wajah Prilly bersimbah air mata.

"Ya Allah Neng! Kenapa menangis? Neng sakit?"Pria paruh baya itu terlihat begitu khawatir untung saja dia sudah menghentikan laju mobilnya.

Prilly menggelengkan kepalanya. "Saya tidak apa-apa Pak. Hanya saja saya merasa jahat dan malu karena memiliki sifat keras hati dengan sombongnya saya mengatakan tidak akan pernah memaafkan orang-orang yang sudah menyakiti keluarga saya padahal Allah saja pemilik hidup kita memberikan ampunan-nya pada hamba yang benar-benar ingin bertobat dan mengakui kesalahannya."Prilly berkata disela tangisnya.

Prilly menundukkan kepalanya sebelum isak tangisnya terdengar begitu pilu.

**

Ali merasakan kedua lututnya bergetar setelah sejak kemarin dia berdiri di sana. Tepatnya di depan rumah Prilly namun sayangnya sampai pagi ini dia belum melihat gadis itu hanya Maryam sang Ibu yang terus mengusirnya dari sini.

Ali keras kepala.

Memang. Jika dengan kekeraspalaannya bisa membuat Prilly luluh dan melihat kesungguhan hatinya.

Drrtt.. Drrtt..

Dengan lemah Ali merogoh saku celananya lalu mengeluarkan benda pipih yang sedari tadi bergetar ingin diperhatikan.

"Halo."Sapa Ali tanpa melihat siapa yang menghubunginya.

"Jangan bilang lo masih berdiri di depan rumah Prilly?"

Ah ternyata si bencong Rama.

"Masih. Kenapa?"Ali sedang malas meladeni kehebohan Rama.

Sejak memutuskan untuk melakukan tindakan gila -setidaknya menurut Rama apa yang dilakukan Ali adalah tindakan gila tapi Ali tetap melakukannya- sahabat bencongnya itu sudah heboh sendiri pertama melarang setelahnya malah memaksa Ali.

"Hitung-hitung pembuktian cinta."

Begitu kata Rama padanya dan sekarang Rama kembali melakukan kehebohan.

"Gila ya, Cinta bisa buat lo bertindak senekad itu. Benar-benar bahaya sekali Cintanya Mas Ali qaqa."

Ali menghela nafas panjang ketika mendengar kikikan Rama diseberang sana. "Mending lo tutup telfonnya Ram. Gue lagi malas main sama lo!"

"Hatiku terluka dengan perkataanmu Mas. Dede atit ati!"

"Mampus aja lo sekalian!"Maki Ali yang tentu saja dibalas derai tawa oleh Rama.

Benar-benar teman durhaka si Rama itu! Lihat saja dia begitu bahagia melihat Ali menderita begini.

Tanpa mendengar balasan dari Rama, Ali segera memutuskan sambungan telfon. Walaupun menyebalkan Rama sangat kompeten ketika ditugaskan untuk melakukan sesuatu hasilnya pasti tidak mengecewakan.

Dan ngomong-ngomong surat pemindahan saham yang diperintahkan Ali sudah selesai dikerjakan dalam waktu satu hari. Benar-benar berguna tuh Rama bencong!

Ali memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Tiba-tiba kepalanya terasa pusing bahkan tubuh Ali nyaris terjerembab ke tanah jika kakinya tidak benar-benar menopang tubuhnya.

"Efek nggak makan memang benar-benar mengerikan."desahnya sambil memijit pelipisnya.

Ali tidak menyentuh makanan sejak semalam dia benar-benar total dalam upaya meminta maaf. Berdiri semalaman pun di depan rumah Prilly dia lakukan asalkan Prilly memberikan maafnya untuk keluarga Ali yang sudah berdosa pada keluarga Prilly.

Ali membalikkan tubuhnya ketika mendengar suara pagar di belakangnya terbuka namun belum sempat dia melihat siapa yang datang tiba-tiba pandangannya berubah muram dan tanpa bisa di cegah tubuh Ali melemah hingga dia tersungkur di tanah.

Hal terakhir yang dia lihat adalah seseorang berlari menuju kearahnya namun belum sempat dia melihat orang itu kegelapan terlebih dahulu menjemputnya.

Ah, sayang sekali.

*****

Warisan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang