"Kamu dari mana aja? Malam begini baru kembali. Jangan bilang kamu diam-diam bertemu Ali?"Prilly baru saja memasuki kamar inap Ibunya langsung dihadapkan dengan tuduhan Maryam.
"Aku dari toko Buk."Prilly kembali berbohong. Dia tidak ingin Ibunya tahu kalau seharian ini dia menghabiskan waktu di atas ranjang dengan tangan tertancap infus selain tidak ingin membuat Ibunya khawatir Prilly juga tidak ingin Ibunya tahu kalau dia menghabiskan waktu seharian ini dengan Ali.
"Itu tangan kamu kenapa?"Maryam melihat tangan putrinya diperban.
Prilly melihat tangan kanannya sekuat tenaga dia menahan senyum saat mengingat kembali kekonyolan Ali. Bagaimana mungkin pria itu memiliki ide untuk membalut telapak tangannya seperti terluka parah seperti ini.
"Kalau cuma dikasih perban diatas nanti Ibu tahu kalau kamu baru saja diinfus kan kata kamu Ibu nggak boleh tahu nah ini satu-satunya cara agar Ibu kamu nggak tahu."Ali menjelaskan sambil membalut tangan Prilly bahkan pria itu sampai memberi sedikit obat merah agar perban itu terlihat benar-benar seperti asli bukan rekayasa tangan jahilnya.
Ah mengingat senyuman manis Ali tiba-tiba Prilly jadi rindu prianya itu padahal mereka baru berpisah beberapa menit yang lalu.
"Kenapa melamun? Kamu tidak melakukan hal-hal aneh kan Prilly?"Maryam kembali berbicara dengan suara kerasnya.
Entah kenapa Prilly merasa Ibunya semakin hari semakin berubah tidak ada lagi tutur kata lembut yang menyapa telinganya seperti dulu karena sekarang setiap berbicara dengannya Maryam selalu keras bahkan cenderung kasar.
Menghela nafasnya Prilly memilih mengabaikan perubahan Ibunya mungkin Ibunya sedang dalam kondisi sakit makanya beliau seperti itu.
"Prilly capek Buk. Boleh Prilly istirahat? Besok pagi kita bicara lagi."Prilly berkata setengah memohon karena kondisi tubuhnya belum benar-benar pulih bahkan Ali berkali-kali mewanti-wanti dirinya untuk kembali memeriksa diri besok pagi dengan catatan Dokter yang harus dia temui hanya boleh dokter perempuan tidak boleh lelaki apalagi Dokter Bima.
Prilly heran sendiri kenapa Ali terlihat begitu anti dengan Dokter Bima bahkan menyebutkan nama Dokter itu saja kekasihnya itu sudah senewen sendiri.
"Ibu akan selalu mencerca kamu selama kamu masih berhubungan dengan anak pembunuh itu!"Maryam kembali memberi ultimatum kepada putrinya.
Prilly menganggukkan kepalanya saja dia sedang tidak ingin berdebat dengan Ibunya saat ini.
"Ya sudah Prilly tidur duluan ya Buk. Ibu jangan begadang lagi. Selamat malam Buk."
"Malam."sahut Maryam singkat.
Prilly menghela nafasnya sebelum beranjak menuju ranjang kosong di sudut kamar Ibunya. Prilly merebahkan tubuh lemahnya di sana, dengan posisi berbaring miring Prilly ingin segera tenggelam dalam mimpinya.
Berharap disana dialam mimpinya Ali akan datang dengan senyuman polosnya. Ah, dia benar-benar merindukan Ali saat ini.
**
Ali baru saja memarkirkan mobilnya di pelataran rumah sakit tempat Ayahnya di rawat. Melirik jam di pergelangan tangannya Ali menghela nafas ketika melihat waktu sudah menunjukkan pukul 10.
Prilly pasti sudah tidur, batinnya.
Ali sengaja menghabiskan waktu lebih lama dengan kekasihnya selain rindu dia juga tahu Prilly sedang dalam kondisi tertekan saat ini semua terlihat dari sikap Prilly yang lebih banyak melamun.
"Ah aku pengen lewatin semua waktu sama kamu Mas."Kata Prilly saat mereka akan berpisah karena Prilly harus kembali ke ruangan Ibunya dan Ali juga harus kembali ke rumah sakit sudah seharian dia meninggalkan Ibunya seorang diri disana.
Ali sengaja mengantar Prilly hanya sampai lift saja karena Prilly tidak yakin bisa menahan diri jika Ali sampai mengantar dirinya ke kamar Ibunya.
Prilly hanya ingin terus berada di dalam pelukan Ali.
Dan Ali pun begitu. Hanya saja waktu belum memihak pada mereka masih terlalu panjang jalan yang harus mereka lalu dan tentu saja semua itu tidak akan mudah.
Ali mengambil ponsel miliknya sebelum keluar dari mobil sambil berjalan menuju loby rumah sakit dia mengetikkan beberapa kata melalui pesan yang akan ia kirimkan untuk sang kekasih.
Setelah pesannya terkirim Ali segera mempercepat langkahnya menuju kamar inap sang Ayah.
Ali bersiul pelan mengusir kesunyian yang membuatnya jenuh. Sejak mengenal Prilly dia benar-benar membenci keheningan yang menyelimuti termasuk berada didalam lift dengan kesunyian yang membuatnya susah bernafas.
Katakan dia lebay tapi itulah yang dia rasakan tapi berbeda jika bersama Prilly jangankan 5 menit berbulan-bulan di dalam lift pun ia mau.
Ah kan membicarakan Prilly semakin membuat rindunya membuncah saja. Ali semakin tidak sabar untuk mempersunting Prilly menjadi istrinya.
Tring!
Pintu lift yang membawa Ali kelantai dimana Ayahnya berada terbuka dengan langkah tegap Ali berjalan menuju kamar sang Ayah. Namun langkah kakinya memelan saat melihat sosok Ibunya sedang duduk berbincang dengan seseorang berambut panjang yang membelakangi dirinya.
Ali mengernyit bingung saat melihat siapa yang datang menemui Ibunya. Dia tidak bisa melihat lebih selain rambut panjang lurus yang terurai lembut menutupi punggung wanita itu.
Ali meneruskan langkahnya sampai akhirnya dia berdiri tepat disamping kursi yang ditempati Ibunya bersama wanita berambut panjang yang membuat Ali penasaran.
"Loh Mas? Kamu kesini Nak?"Winda terlebih dahulu menyadari kedatangan Ali.
Wanita berambut panjang itu menoleh dan seketika mata Ali membulat saat melihat sosok itu.
Senyuman wanita itu membuat luka lama Ali kembali terkoyak. Sialan! Senyuman manis itu pernah menjadi salah satu senyuman favorit Ali dulu senyuman yang mampu membuat Ali candu.
Senyuman yang juga pernah mengukir luka begitu dalam di hatinya. Senyuman itu pernah menjadi miliknya lalu menghilang diiringi pengkhianatan yang di lakukan pemilik senyuman itu.
"Rola.."Tanpa sadar Ali menyebut nama wanita itu dengan begitu lirih.
Tidak! Tidak mungkin Rola disini mau apa lagi wanita itu menemuinya setelah bertahun-tahun meninggalkan dirinya setelah mempermalukan dirinya mencoreng harga dirinya karena perselingkuhan yang dilakukan wanita itu bersama Denis pria yang pernah menjadi sahabat dekatnya selain Rama.
"Ali.. Ali.."Rola beranjak dari duduknya tanpa tahu malu wanita itu tiba-tiba menubruk tubuh kekar Ali lalu membelit erat pemilik tubuh yang pernah begitu memujanya.
Ali masih terlalu kaget, dia shock hingga dia hanya mematung membiarkan Rola memeluk tubuhnya lalu menumpahkan tangisnya disana.
Ada apa ini?
Kenapa Rola muncul lagi di hadapannya?
Lalu kenapa jantungnya masih berdebar sama seperti dulu ketika Rola ada didekatnya.
Ya Tuhan ada apa ini?
*****
Bagi yang berminat pdf silahkan list ke WA saya 081321817808