Bab 41

3.2K 369 10
                                    

Ali benar-benar dibuat marah ketika menerima laporan dari Rama kalau salah seorang manager di perusahaannya melakukan korupsi secara besar-besaran.

"Cari dan seret pria sialan itu ke hadapanku secepatnya! Kalau tidak maka kalian yang akan menerima akibatnya! Mengerti?!"

"Mengerti Pak. Kami sangat mengerti."sahut beberapa orang staf dengan suara bergetar karena ketakutan pada Ali.

Ali benar-benar berubah layaknya monster saat ini, matanya yang merah menandakan kalau emosi pria itu benar-benar tidak stabil saat ini dan Ali bukanlah sosok pintar dalam mengendalikan emosinya.

Ali terlalu meledak-ledak apa lagi ketika kenyamanannya di usik seperti ini.

"Keluar kalian semua!"perintahnya yang tentu saja segera dilaksanakan oleh stafnya tanpa menunggu lebih lama.

Ali meraup pemasokan udara ke paru-parunya secara rakus. Dia butuh udara untuk menetralkan kinerja jantungnya yang berpacu dengan amarahnya. Ali benar-benar murka, dia tidak akan mengampuni siapapun yang berbuat curang padanya.

Terlebih Pak Jaya sosok manager yang melakukan tindakan korupsi itu bukanlah orang sembarangan pria itu adalah salah satu kepercayaan Papanya tapi kenapa Pak Jaya bisa melakukan hal serendah itu.

Ali bingung dengan kondisi saat ini terlebih dana yang dibawa kabur oleh Pak Jaya adalah dana dari proyek besar yang sedang dikerjakannya.

"Berapa total kerugian perusahaan saat ini Ram?"Tanya Ali dengan suara dinginnya.

"Hampir mencapai 700 milyar."

"Shit! Sialan! Pria tua sialan!!"Maki Ali bertubi-tubi jika Pak Jaya ada di hadapannya Ali jamin pria itu tidak akan selamat.

Rama menghembuskan nafasnya di sini dia juga merasa bersalah meskipun proyek ini ditangani langsung oleh Ali tapi menilik kembali bagaimana keadaan sahabatnya itu pasca sang Ayah jatuh sakit seharusnya dia bisa lebih memantau proyek ini.

"Maafin gue Li. Gue teledor hingga dana proyek ini bisa dibawa lari oleh tua bangka itu."Aku Rama tanpa menutupi penyesalannya.

Mengusap wajahnya dengan kasar Ali berbalik dan menatap sahabatnya. "Nggak apa-apa Ram. Bukan salah lo sepenuhnya gue juga teledor terlalu percaya sama bandot tua itu."Ali mengakui kesalahannya.

Rama dan Ali sama-sama harus bekerja keras untuk melanjutkan proyek pembangunan resort yang dananya sudah dibawa kabur oleh sang Manager. Bukan tanpa alasan Ali menyerahkan proyek ini pada Pak Jaya selain kepercayaan Ayahnya Pak Jaya juga sudah lama berkecimpung dalam pembangunan resort hingga akhirnya Ali menyerahkan pembangunan proyek ini sepenuhnya pada Pak Jaya dan akhirnya dengan tidak tahu dirinya Pak Jaya malah membawa kabur semua dana yang akan dikucurkan untuk pembangunan resort.

"Kita harus melakukan apapun untuk tetap melanjutkan proyek ini. Apapun kendalanya resort ini tetap harus berjalan dan selesai sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan."

Rama menganggukkan kepalanya. "Gue bakal bantu lo semampu gue Li. Dan lo harus tetap fokus pada kesembuhan Om Aji juga jangan terlalu memforsir diri pada proyek ini karena gue bakal tangani masalah ini demi lo dan juga Suryo Group."Kata Rama begitu tegas dan mantap.

"Thanks Ram. Thanks banget lo udah bantu gue sampe segininya. Lo tahu kalau gue benar-benar nggak bisa fokus pada proyek ini karena kondisi Papa belum pulih sepenuhnya."Ali menepuk pelan bahu Rama. "Sekali lagi terima banyak Ram. Gue berhutang banyak sama lo."

"Dan suatu saat gue bakal tagih balasan atas kebaikan gue sekarang."Goda Rama sambil menaik turunkan alisnya.

Ali tertawa pelan sebelum menganggukkan kepalanya. "Oke. Dan sekarang mari kita fokuskan pikiran untuk menangani kekacauan ini."

**

Ali merenggangkan otot-ototnya yang terasa begitu kaku. Menggerakkan lehernya beberapa kali sebelum menguap lebar. Ali terlihat begitu lelah bahkan dia baru menyadari kalau hari sudah mulai gelap.

Dengan langkah gontai dia berjalan menyusuri ruangan kerjanya. Rama sudah pamit pulang sejak satu jam yang lalu sedangkan dirinya masih bertahan di ruangan ini.

Ali dan Rama benar-benar harus memutar otak demi mencari dana lain yang akan mereka kucurkan untuk pembangunan proyek ini dan semua itu tentu saja tidak mudah banyak hal yang harus mereka rombak kembali dan semua itu benar-benar melelahkan.

Ali merebahkan tubuhnya diatas sofa, suasana ruangan Ali benar-benar gelap hanya cahaya bulan yang terpantul pada kaca besar yang menjadi dinding ruangan Ali.

Ali merasa tubuhnya benar-benar lelah andai saja ada Prilly disini Ali yakin semuanya pasti akan lebih mudah setidaknya jika tubuhnya merasa lelah teramat sangat seperti saat ini dia bisa meminta Prilly untuk tersenyum dan tara dalam hitungan detik semua rasa lelahnya akan hilang dengan sendirinya.

Mengingat Prilly rasanya Ali seperti melupakan sesuatu. Apa--astaga Ali melupakan janjinya untuk datang ke rumah sakit untuk menemui Prilly.

Dengan cepat Ali menegakkan tubuhnya. "Ouh sialan! Kenapa gue bisa selupa ini."Ali memukul kepalanya beberapa kali.

Ali melirik jam di dinding ruangannya sudah jam 1 dini hari. Ya Tuhan, Ali benar-benar ingin menenggelamkan dirinya ke dasar lautan.

Bagaimana bisa dirinya sama sekali tidak mengingat janjinya pada Prilly. Apa mungkin Prilly menunggunya sepanjang malam tadi? Tentu saja bodoh!

Dengan cepat Ali beranjak dari sofa mulai mencari-cari keberadaan ponselnya. Jika Prilly menunggu tentu saja gadisnya itu akan menghubungi dirinya tapi Ali yakin sepanjang malam tadi ponselnya tidak terdengar berdering sama sekali.

"Ya Tuhan! Cobaan apalagi ini."Ali hampir melemparkan ponselnya ketika mendapati benda itu dalam keadaan mati.

Mengacak-acak rambutnya berkali-kali Ali benar-benar merutuki kebodohannya sendiri. Bagaimana bisa dia melupakan janjinya pada kekasihnya sendiri hanya karena pekerjaan.

Apa dia susul saja Prilly ke rumah sakit sekarang ya? Tapi demi Tuhan ini sudah pukul 1 dini hari dan dia yakin Prilly tidak akan dengan senang hati menerima kedatangannya.

Menghela nafas panjang akhirnya Ali memutuskan untuk meninggalkan kantornya dia akan kembali kerumahnya lalu besok pagi-pagi sekali dia akan menyambangi rumah sakit dimana Maryam di rawat dan dia akan menjelaskan semuanya pada Prilly.

Semoga saja Prilly tidak salah paham dengan kecerobohannya malam ini. Ali benar-benar menyesal jika bisa dia ingin saat ini juga mendatangi Prilly dan menceritakan semuanya tapi dia masih waras untuk tidak menganggu tidurnya Prilly hanya karena kedatangannya.

Jadi memutuskan pulang adalah keputusan terbaik Ali saat ini tanpa dia ketahui di rumah sakit sana tepatnya di kamar rawat Maryam terlihat Prilly sedang berdiri di balkon kamar sambil menatap langit.

"Kenapa kamu bohong Mas? Kenapa kamu nggak datang Mas?"bisiknya pilu ditengah keheningan malam.

Bahkan sampai lewat tengah malam Prilly masih menunggu kedatangan kekasihnya.

Dia rindu Ali, sangat.

*****

Warisan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang