Bab 16

3.3K 354 18
                                    


Prilly mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum memalingkan wajahnya yang terlihat begitu merah bahkan rona merah itu menjalar sampai ke lehernya.

Prilly merutuki dirinya yang sempat-sempatnya terpesona dengan keteduhan mata Ali tapi mau bagaimana lagi dia benar-benar tidak bisa menolak pancaran keteguhan di bola mata hitam legam itu.

Rasanya begitu menghanyutkan dan menenangkan.

Ali masih belum mengalihkan pandangannya dari Prilly yang terlihat tersipu dia merekam semua ekpresi wajah Prilly yang terlihat malu-malu tapi begitu menggemaskan.

Sekuat tenaga Ali menahan diri agar tidak menyisipkan rambut Prilly yang keluar dari cepolannya. Ali merasa keputusannya untuk menerima tawaran sang Mama adalah keputusan yang tepat.

Dia tidak perlu susah-susah memikirkan cara untuk merebut kembali warisannya. Dengan menikahi Prilly secara otomatis warisan itu akan kembali padanya.

Ali memang cerdas yang perlu dia lakukan adalah membuat Prilly jatuh cinta padanya.

"Kenapa tidak dijawab eum?"Ali bertanya dengan suara begitu lembut hingga membuat hati Prilly bergetar karenanya.

Prilly mendongakkan kepalanya saat dia akan membuka mulut Siska tiba-tiba datang, "Mbak ini Mas yang pengen borong bunga ditoko kita."

Prilly dan Ali segera menjauh dengan posisi saling membelakangi, Ali berdehem beberapa kali sambil memfokuskan diri seolah-olah sedang meneliti jejeran pot bunga yang tersusun di hadapannya.

Prilly menyelipkan rambutnya ke belakang telinga sebelum menatap Siska yang terlihat kebingungan dengan reaksi kedua manusia di hadapannya ini.

"Mbak kenapa sih? Kok mukanya merah gitu? Alergi Mbak ya?"Tanya Siska polos.

Prilly nyaris tersedak saat Siska mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal dia kan tidak alergi apapun kecuali manusia bermuka dua bisa gatal-gatal seumur hidup dia kalau bersentuhan dengan manusia bermuka dua.

"Nggak Sis Mbak nggak apa-apa. Fatli mana?"

"Ada tuh Mbak di belakang. Mau aku panggilin?"

Prilly menggelengkan kepalanya sebelum menoleh pada Ali yang masih menghitung pot bunga milik Prilly. "Mas jadinya ambil bunga yang mana?"Prilly menyentuh lembut bahu Ali ketika Ali tidak memberi respon.

Ali tersentak kaget dengan cepat dia berbalik menatap Prilly dengan mata mengerjap bingung. "Iya kenapa?"

"Nggak aku cuma tanya mau ambil bunga yang mana jadinya?"Prilly tidak mengulang lagi kata 'Mas' ketika memanggil Ali tanpa Prilly sadari padahal Ali ingin kembali mendengar panggilan itu.

"Sepertinya aku..."

**

Rama nyaris menjatuhkan rahangnya ketika melihat kebun bunga dadakan yang tiba-tiba ada di loby kantornya perasaan tadi pagi tidak ada apa-apa di loby lalu kenapa tiba-tiba setelah makan siang loby Suryo Group berubah menjadi taman bunga begini?

"Ini mau adain acara apaan sih?"Rama kebingungan sendiri.

Rama berjalan cepat menghampiri sekumpulan karyawan wanita yang terlihat berfoto ria ditengah kebun bunga dadakan di loby kantor mereka itu.

"Kalian tahu kenapa tiba-tiba ada kebun bunga disini?"Tanya Rama setelah berdiri dihadapan karyawan wanita yang tengah berpose tanpa merasa bersalah.

Empat orang karyawan yang tengah berpose itu langsung melayangkan protesnya pada Rama. "Bapak bisa minggir dulu nggak sih? Kami lagi foto ini Pak."

"Jawab dulu pertanyaan saya setelah itu baru boleh kalian mengambil foto."Tegas Rama keras kepala.

Keempat karyawan wanita itu serempak berdecak kesal pada Rama. "Ini bunga milik Pak Ali."Jawab salah seorang dari mereka.

"Nggak mungkin!"Bantah Rama tanpa pikir panjang. Dia sangat mengenali sahabatnya itu tidak mungkin Ali yang hemat nyaris mendekati pelit itu mau menghamburkan uangnya untuk hal yang tidak penting begini.

Ayolah! Dia sangat mengenali Ali, pria itu tidak akan mungkin mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tidak menguntungkan dirinya.

Lalu untuk apa Ali memesan ratusan bunga serta potnya ini?

Rama benar-benar dibuat pusing terlebih ketika karyawan wanita lain beranjak pergi untuk mengambil bukti pengiriman yang memang tercatat atas nama Ali.

Tanpa mengatakan apa pun lagi Rama segera berbalik dan berjalan cepat menuju lift yang akan membawanya keruangan Ali. Ali harus menjelaskan semuanya padanya.

Didalam ruangannya terlihat Ali yang sedang mengacak-acak rambutnya secara frustasi. Dia benar-benar nyaris gila ketika bunga-bunga yang dibelinya nyaris memenuhi seluruh loby kantor.

"Kamu yakin?"

Ali masih mengingat bagaimana wajah bingung Prilly ketika dia mengatakan akan memborong seluruh bunga yang ada di toko gadis itu bahkan dia juga meminta Prilly mengirimkan seluruh bunga yang ada dirumah gadis itu.

Ali benar-benar menerapkan prinsip bisnisnya, kalau melakukan sesuatu pekerjaan tidak boleh tanggung-tanggung semuanya harus tuntas.

Dan Ali membeli semua bunga milik Prilly hingga toko bunga gadis itu kosong melompong.

Gila. Satu kata yang cocok untuknya saat ini.

Braakk!!!

Ali nyaris melompat ketika pintu ruangannya dibanting begitu kuat oleh Rama. Dengan mengusap dada Ali berbalik dan siap menyembur sahabat sekaligus karyawannya yang super kurang ajar itu.

"Lo gila ya?!"

Ali dibuat tercenung ketika Rama terlebih dahulu menyemburnya. "Lo yang gila datang-datang malah ngatain gue. Ingat gue ini bos lo pecat juga lama-lama ini kaleng biskuit."

Rama berdecak dengan berani dia berkacak pinggang di hadapan Ali yang notabene adalah bosnya.

"Bodo amat! Kalau lo pecat gue masih bisa kerja ditempat lain itupun kalau lo berani mecat gue."balas Rama dengan seringai menyebalkan.

Ali menggerakkan tangannya berlagak ingin menempeleng Rama. "Tabok juga lama-lama ini bangkai tikus."

Rama mengibaskan tangannya dihadapan Ali dia sedang tidak ingin meladeni kegilaan Ali yang ingin dia lakukan adalah mengkonfirmasi tentang maksud dan tujuan Ali membuat loby kantor mereka berubah menjadi kebun bunga dadakan.

Ali menggaruk-garuk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Dia sudah berusaha mengelak namun pada akhirnya dia mengungkapkan kebenarannya.

"Jadi intinya sekarang lo mau PDKT sama cewek pemilik toko bunga itu sampai lo borong semua bunga di toko cewek itu?"Tanya Rama memastikan.

Ali menganggukkan kepalanya tanpa sadar begitu sadar cepat-cepat dia menggelengkan kepalanya lagi. Rama benar-benar dibuat gemas oleh tingkah Ali yang plin-plan ini.

"Jelasin sekarang atau gue bakalan telfon Tante Winda untuk bertanya langsung pada beliau."Ancam Rama yang membuat Ali kelabakan.

Ali tidak ingin Mamanya tahu tentang tindakan gilanya ini. Bisa-bisa besok dia sudah dinikahkan dengan Prilly.

Eh mau deh!

Ali buru-buru menggelengkan tujuannya mendekati Prilly adalah warisan bukan cinta kalaupun mereka menikah nanti tidak ada kewajiban bagi Ali untuk membahagiakan Prilly.

Ali menganggukkan kepalanya tanpa sadar dan Rama semakin gemas saja dengan sikap Ali yang seperti orang linglung. "Jelaskan atau gue ba--"

"Gue mau menikahi seorang gadis! Puas lo?!"Ali berteriak kencang bahkan tanpa sadar dia sudah mengatakan sesuatu yang semakin menarik minat Rama.

Ali membulatkan matanya ketika melihat seringai menyebalkan Rama dengan kasar dia menjambak rambutnya.

"Ya Tuhan. Apa salahku hingga memiliki sahabat menyebalkan seperti Rama si homo sialan ini?!"Gerutu Ali begitu frustasi.

Rama sama sekali tidak tersinggung bahkan dengan tenang dia bersidekap menatap Ali penuh perhitungan. "Kita akan mulai cerita dari mana Tuan Ali yang terhormat?'

*****

Warisan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang